Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, October 17, 2013

Para Pencari Panggung di Isu Provinsi BMR


PROVINSI BMR dipastikan tak masuk prioritas pembahasan Komisi II DPR RI periode 2009-2014 masa sidang akhir 2013. Saya membaca kabar tak mengejutkan ini dari berita Sinyo Harry Sarundayang Dinilai Setengah Hati Soal PBMR di situs Totabuan.Co, Sabtu, 12 Oktober 2013 (http://totabuan.co/2013/10/12/sinyo-harry-sarundayang-setengah-hati-soal-pbmr/).

Bagi yang mengikuti dinamika politik dan pemerintahan Indonesia, belum masuknya keinginan BMR memisahkan diri dari Provinsi Sulut sebagai bahasan Komisi II, dengan segera dimahfumi. Selain aspirasi ini baru diseriusi setahun terakhir, berbagai pra syarat dan syarat calon provinsi baru ini mesti diakui disiapkan sangat kasip dan karenanya ‘’mungkin’’ masih jauh dari sempurna. Yang paling sederhana adalah batas-batas wilayah di Utara, antara Boltim dan Mitra, yang hingga saat-saat terakhir pengajuan dokumen ke DPR RI belum sepenuhnya disepakati oleh dua kabupaten ini.

Mengulik lebih ke dalam, pembentukan Provinsi BMR boleh dibilang masih sebatas isu yang dianggap penting sekelompok elit dan pendukung-pendukungnya. Kelompok ini pun terbagi di dua kutub yang sering bersilang jalan. Bupati Boltim, Sehan Lanjar, misalnya, menjadi motor yang paling kerap menyuarakan dan mendorong isu ini ke permukaan. Eyang praktis dapat dikelompokkan, bersama dengan Ketua P3BMR dan jajaran di bawahnya, di garis ‘’kelompok pekerja’’.

Kelompok itu, sekali pun di permukaan riaknya tak nampak, sebenarnya berhadap-hadapan dengan para Kepala Daerah lain di BMR yang cenderung ‘’dingin’’ dan tidak menunjukkan minat memberikan dukungan serius. Sosok yang paling menonjol di ‘’kelompok pengganggu’’ ini adalah mantan Walikota KK, Djelantik Mokodompit, dan beberapa orang yang dikenal sebagai antek-antek politiknya. Dalam catatan saya, Djelantik hampir tidak pernah menghadiri pertemuan-pertemuan antar Kepala Daerah di Mongondow yang membahas isu Provinsi BMR.

Kelompok pengganggu itu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama juga mendistorsi proses pembentukan Provinsi BMR dengan aneka isu. Sebagian warga Mongondow mungkin telah lupa bagaimana sejumlah orang yang mengaku aktivis menggelar demo dengan membakar keranda dipajangi foto Gubernur Sulut, SH Sarundajang. Demikian pula dengan kampanye omong kosong Muliadi Mokodompit, MSi, bahwa cita-cita provinsi di wilayah Mongondow bakal terwujud Mei 2013, bahkan dengan klaim mengantongi konfirmasi dari DPR RI dan sokongan KAHMI.

Belakangan belang Muliadi Mokodompit terungkap dari adanya dugaan penyalahgunaan dana yang seharusnya dia pertanggungjawabkan ke P3BMR. Dugaan ini, sepengetahuan saya, sudah dilaporkan oleh Denny Mokodompit ke Polres Bolmong. Kasusnya berlanjut atau tidak, sekali lagi kita tanyakan saja pada gerbang masuk Mapolres. Soalnya cukup banyak laporan ke polisi yang cuma berakhir tak berbeda dengan melemparkan catatan belanja ke tong sampah. Hanya, konsern saya, kendati terbukti tukang bohong dan gemar mencatut, hingga kini Muliadi Mokodompit masih berani berkeliaran di Mongondow.

Sudah menjadi tipikal di negeri ini, di setiap isu-isu besar, terutama yang terkait kepentingan publik, selalu ada orang dan pihak yang secara sadar menyelip dan menyalip. Agenda, pernyataan, dan tingkah pola mereka seolah-olah demi orang ramai; tapi yang sesungguhnya tak lain upaya mencari panggung, dari sekadar mendapat perhatian dan tepuk tangan hingga mengail di air keruh demi keuntungan pribadi.

Provinsi BMR (bersama rencana Kabupaten Bolteng) adalah isu renyah, apalagi untuk para politikus yang sedang menyongsong kompetisi Pemilu 2014. Pernyataan-pernyataan yang riuh disuarakan anggota DPR Sulut dari PDIP, Benny Rhamdani, yang di Pemilu 2014 mendatang mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI, misalnya, adalah cara yang masih cukup pantas dari pemanfaatan isu pemekaran di wilayah Mongondow untuk kepentingan politik pribadi. Sekali pun pernyataannya lama-lama membosankan karena cuma bombastis, berlebihan, tapi ‘’kurang dipikir matang’’.

Demikian pula dengan anggota DPR RI, Didi Moha(PG) dan Yasti Mokoagow (PAN) yang berjanji mengawal proses pemekaran Provinsi BMR. Bagaimana upaya dua politikus asal Mongondow ini dalam ‘’mengawal’’ proses Provinsi BMR, hanya mereka yang tahu persis. Yang jelas sejak meruyaknya kabar tak masuknya isu ini dalam bahasan Komisi II DPR RI, Didi dan Yasti belum kedengaran suaranya. Dengan baik sangka, saya menduga mereka masih memformulasi alasan supaya tak kehilangan muka dan dianggap ternyata memang cuma ‘’anak bawang’’ di DPR RI.

Tiga politikus itu tentu saja lebih baik dibanding umumnya politikus Bolmong di DPR Sulut yang hampir tak kedengaran bersuara. Kemana mereka dan apa yang dikerjakan? Bukankah ‘’tugas’’, tabiat, dan hobi politikus antara lain adalah bersuara? Rugi betul warga Bolmong memilih politikus yang selain wowo’, ternyata juga pongo atau setidaknya somu-somu.

Namun, di antara sosok, tingkah, dan keriuhan yang disuarakan berkenaan dengan Provinsi BMR, yang membuat saya mengerutkan kening dan mengeleng-ngeleng adalah pernyataan Ketua KNPI Bolmong, Anhar Pasambuna, dan Ketua KNPI Boltim, Haris Pratama Soemanta. Sebagaimana dikutip Totabuan.Co, Anhar menilai tak masuknya Provinsi BMR dalam pembahasan DPR RI di periode sidang hingga akhir  2013 karena Gubernur SH Sarundajang hanya berjuang setengah hati. ‘’Kelihatan memang setengah hati. Pernyataan-pernyataan di setiap kesempatan, bahkan di media, hanya janji,’’ kata Anhar. Penilaian Ketua KNPI Bolmong ini dipertegas koleganya, Ketua KNPI Boltim, bahwa, ‘’Hanya satu kata, Pemprov (Sulut) lambat.’’

Sebagai politikus dan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di Sulut, SH Sarundajang tentu turut bersiasat dalam isu Provinsi BMR. Apakah ‘’permainannya’’ demi mendukung dan mempercepat terwujudnya keinginan yang diklaim sebagai harapan seluruh warga Mongondow; atau sebaliknya memperlambat, harus dibuktikan tidak sekadar dengan tuduhan dan penilaian subyektif. Saya tidak punya urusan dengan SH Sarundajang, tetapi akal sehat politik saya mengatakan: Mengingat dia sudah berada di periode kedua kepemimpinan, semestinya Gubernur Sulut berada di antara mereka yang mendukung sesegera mungkin Provinsi BMR terwujud. Dia mantan birokrat handal dan politikus piawai yang amat paham bahwa seorang tokoh memerlukan legacy supaya namanya dikenang dengan indah, khusyuk, dan penuh hormat. Dan Provinsi BMR adalah salah satu legacy yang paling mungkin dan paling monumental.

Dengan begitu, pernyataan Anhar Pasambuna yang bersambut-gayung dengan Harris Pratama Soemanta, adalah omongan pencari panggung yang mengindikasikan mereka masih jauh dari pantas memimpin organisasi sekelas KNPI. Walau organisasi pemuda ini belakangan juga cuma sekadar pajangan di acara-acara resmi pemerintah dan kemasyarakatan, ketuanya tetap saja merepresentasi ‘’sesuatu’’. Tidak punya otak dan asal bicara itukah yang ingin dijadikan persepsi KNPI di Bolmong dan di Boltim?

Lagipula, sebenarnya apa yang sudah disumbangkan organisasi ini dalam mendukung terwujudnya Provinsi BMR? Kalau sekadar bising tidak karuan dan menambah daftar kejengkelan baru, para pilot bentor yang lalu-lalang di seantero Mongondow dengan musik membahana lebih mumpuni dan teruji.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

bentor: Becak Bermotor; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; Bolteng: Bolaang Mongondow Tengah; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; DPD: Dewan Perwakilan Daerah; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; Eyang: Nama populer Sehan Lanjar; KAHMI: Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam; KK: Kota Kotamobagu; KNPI: Komite Nasional Pemuda Indonesia; Mapolres: Markas Kepolisian Resort; Mitra: Minahasa Tenggara; P3BMR: Panitia Pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya; PAN: Partai Amanat Nasional; PDIP: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan; Pemilu: Pemilihan Umum; PG: Partai Golkar; Polres: Polres Resort; RI: Republik Indonesia; dan Sulut: Sulawesi Utara.