Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Wednesday, October 9, 2013

‘’Jurnalisme Kusu-kusu’’ dan Maaf Tulisan Anda Tidak Layak!


MEDIA sosial, facebook misalnya, nyaris menjadi keniscayaan di Indonesia. Seingat saya, penggunanya di negeri ini bahkan tercatat sebagai salah satu yang terbanyak di dunia. Sekali pun begitu, saya sama sekali tak tertarik menjadi facebooker. Bagi saya lalu lintas bual-bual, gosip, informasi, gambar, dan hal-hal yang mayoritas remeh-temeh yang dipertukarkan di media sosial ini terlalu riuh dan rendah ‘’gizi’’.

Kendati begitu, saya tidak menolak bahwa facebook berkontribusi terhadap banyak peristiwa yang mengubah dinamika lokal, regional, dan global. Yang menggunakan monggo, yang tidak mangga. Risikonya paling-paling saya ‘’nggak update’’ dan ‘’kurang gaul’’. Tidak masalah, terlalu update bikin pening, banyak gaul lama-lama nanti dicap sekuter yang memaksa-maksakan diri mencari momen agar dianggap eksis.

Begitulah sehingga saya mengetahui ada status facebook Bambang Hermawan, wartawan Posko Manado Biro Kotamobagu, Ketua PANDU Sulut, dan adik Pemred Radar Bolmong, yang tampaknya adalah sindir-sindiran terhadap saya, dari salah seorang kerabat pada Minggu, 8 Oktober 2013. Status facebook itu masing-masing: Cuma Teri: Ada kawan Teri yang merasa jadi Hiu Putih. Hanya karena selalu menantang hiu putih berkelahi. Padahal suara tantangannya saja, sama sekali tak pernah bisa di dengar sang Hiu Putih. Sadar diri kwa kawan, ato memang GILA No; Lebayy, Mencari lawan untuk membuktikan eksistensi diri. Memang GILA No; dan He he he he..., ada kawan kehabisan lawan. Usai Marlina dan Djelantik, akhirnya memilih torang jadi lawan wk wk wk wkw. Mar sori kawan, torang nyanda GILA No. Kecuali tanda baca ngawur tidak karuan yang terpaksa saya hilangkan (koma dan titik berbiji-biji), kata per kata, termasuk kesalahan-kesalahan elementer berbahasa, saya nukil apa adanya.

Reaksi saya adalah tertawa dan meminta tak ada satu pun kerabat yang perlu panas hati, apalagi melakukan tindakan tidak pada tempatnya. Saya tidak merasa berkawan dengan Bambang Hermawan dan tidak pula menganggap dia pantas menyejajarkan diri dengan saya. Namun saya tahu status itu memang ditujukan untuk saya, sebab di saat bersamaan kebodohan kakaknya, Pemred kelas teri yang saya taklimati, sudah menjadi isu hangat di komunitas jurnalis di Mongondow. Saya tahu dia sedang mencoba-coba tunjung jago, tetapi pasti hanya dengan sekali sentil, dia bakal emosional, kalap, dan akhirnya masuk perangkap.

Pembaca, profil wartawan seperti Bambang Hermawan yang mulai melangkah masuk media lewat pintu bagian iklan, dengan sebelumnya berlatar aktivis organisasi mahasiswa kemudian sekarang (bersamaan dengan bekerja sebagai jurnalis) juga mengetuai organisasi onderbow Parpol, PANDU Sulut, sangatlah mudah diduga. Ini jenis manusia yang cenderung pengecut, bodoh tapi sok pintar, sombong, politicking, licik, tak bisa dipercaya, serta dalam banyak kasus ahli berpura-pura dan munafik.

Benar belaka, dengan satu senggolan kecil di Kritik dan Kritisasi: Sebuah Pertanggungjawaban (1), bagai orang kelelap dia melakukan upaya terakhir melolong dan mencakar-cakar dengan mengirimkan email Surat untuk Katamsi Ginano agar diunggah di blog ini sebagai pembukti saya berlaku fair. Hanya saja, di luar latar belakang lain (aktivis dan polikus onderbow PAN), sebagai wartawan Posko Manado Bambang Hermawan alpa di training etika dan tata krama dunia tulis-menulis. Tulisan yang dikirimkan ke saya, telah terlebih dahulu diunggah di account facebook-nya (dapat di-klik di https://m.facebook.com/bambang.hermawan.524?refid=17).

Orang bodoh yang emosional dan terlalu percaya diri memang gampang terjerembab. Tahukah Anda, tulisan yang semestinya menjadi hak jawab dan hak koreksi terhadap isi Kronik Mongondow yang telah dipublis di wahana publik yang lain, yang  dapat diakses oleh minimal sejumlah orang, otomatis menggugurkan kewajiban saya memenuhi hak fairness Bambang Hermawan. Lagipula, saya sangat bersyukur dengan ketololannya, karena dengan demikian blog ini tidak dicemari tulisan yang minta ampun kacau-balau.

Salah satu pimpinan puncak Posko Manado, Hairil Paputungan, yang dikenal cukup fasih menulis esai, yang saya kontak agar mengingatkan Bambang Hermawan supaya tidak menceburkan dirinya ke got bau pesing, pantas malu dengan tulisan produk bawahannya. Kalau tulisan Bambang Hermawan yang entah apa logika, maksud, dan kemana arahnya itu dianggap standar wartawan setingkat Kepala Biro di Posko Manado, media ini lulus mengajarkan ‘’jurnalisme kusu-kusu’’. Saya pun mendadak berprasangka buruk, jangan-jangan media ini juga menginjak punggung pewartanya dengan kewajiban cash in yang tak tertanggungkan, hingga mereka tak punya keluangan waktu lagi mengasah pengetahuan dan keterampilan jurnalistiknya.

Dengan mengabaikan igauan yang tampak heroik dan ‘’siap mati’’ dari Bambang Hermawan di tulisan mirip mantra dukun cabul mabuk itu, saya tidak mau berpanjang-panjang. Saya benarkan segala insinuasi, ancaman, dan tantangan yang dia lontarkan. Bekeng jo apa ngana pe mau dan bersegeralah ke Polres Bolmong untuk melaporkan saya karena melakukan tindak pengancaman serius. Jangan lupa menunjukkan di bagian mana tulisan saya yang eksplisit berisi ancaman serius itu.

Saya akan menghadapi apapun pasal yang berhasil Anda kais dari KUHP untuk menjerat satu-satunya leher yang menyangga kepala ini. Namun, tolong pula (sungguh-sungguh saya meminta tolong) mempersiapkan saksi dan bukti, termasuk membawa ’’He he he he..., ada kawan kehabisan lawan. Usai Marlina dan Djelantik, akhirnya memilih torang jadi lawan wk wk wk wkw. Mar sori kawan, torang nyanda GILA No’’ seperti status sindiran di account facebook Anda. Penasaran betul saya mengetahui siapa ‘’kawan’’ itu, yang berani-beraninya melawan Marlina (pastilah yang dimaksud Marlina Moha-Siahaan) dan Djelantik (tentu siapa lagi kalau bukan Djelantik Mokodompit), lengkap dengan bukti-bukti kapan, bagaimana, di mana, dan dengan cara apa si ‘’kawan’’ ini melakukan perlawanan terhadap keduanya.

Profil Anda yang cenderung pengecut, bodoh tapi sok pintar, sombong, politicking, licik, tak bisa dipercaya, serta dalam banyak kasus ahli berpura-pura dan munafik, pasti akan mengais-ngais ide kreatif menghadirkan makluk ‘’kawan’’ yang bersedia dikambinghitamkan. Mengarang-ngarang Marlina dan Djelantik yang dimaksud adalah Marlina Anu dan Djelantik Una. Kita buktikan saja di depan aparat berwenang. Toh, baru satu got busuk tempat di mana Anda akan disuruk yang saya mintai bukti dan faktanya. Di kantong ini masih bertumpuk gombal yang disiapkan menyumpal sesumbar Anda.

Tolong (sekali lagi, dengan takzim saya meminta tolong) kalau benar laki-laki --saya menuliskan ‘’laki-laki’’ di Kritik dan Kritisasi: Sebuah Pertanggungjawaban (1)--, segera laporkan saya ke Polres Bolmong sesuai dengan tekad bulat Anda. Bila tidak, apalagi sebelumnya sudah diingatkan jangan mengusik monster dan hewan jahat yang sedang lelap, harga yang mesti dibayar bahkan mungkin belum pernah Anda temui di mimpi terburuk sekali pun. Makluk buas yang Anda sikut sudah terbangun dan hanya dapat ditenangkan dengan memotong ‘’burung’’ laki-laki pengecut.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana; mangga: Silahkan (Sunda); monggo: Silahkan (Jawa); sekuter: Selebriti Kurang Terkenal; PAN: Partai Amanat Nasional; PANDU: PAN Muda untuk Indonesia; dan Parpol: Partai Politik.