Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, May 24, 2015

Tapal Batas Boltim-Mitra: Memang Ada Dusta di Antara Kita

BATAS wilayah Boltim dan Mitra tiba-tiba kembali jadi isu hangat di hari-hari belakangan ini. Mulanya ada bisik-bisik dan kasak-kusuk bahwa Bupati Boltim, Sehan Landjar, telah menukar tapal batas Boltim-Mitra dengan kepentingan politiknya. Lalu, isunya menjadi tak terkendali, menyerempet kiri-kanan hingga menohok sejumlah tokoh publik dan politik di dan dari Sulut.

Salah satu ekor rumor liar itu bahkan memercikkan bara yang mengobarkan ‘’api hubungan’’ antara Eyang—sapaan populis Sehan Landjar—dan dua tokoh muda di Boltim, Ahmad Alheid dan Ahmad Ishak—atau yang lebih populer dikenal sebagai ‘’Matt Jabrik’’. Ihwal silang-selisih trio ini sudah saya tuliskan di blog ini pada Kamis, 16 April 2015 (Harga ‘’Murahan’’ Silang Selisih Eyang dan Duo Mat-Matt).

Saya tidak tahu perkembangan terkini serangan Eyang terhadap duo Mat-Matt. Mudah-mudahan mereka telah rukun, damai, dan sejahtera. Harapan ini penting, terutama buat Eyang, yang karena isu tapal batas Boltim-Mitra, tampaknya juga membuat hubungannya dengan sejumlah elit, terutama Gubernur Sulut SH Sarundajang, Sekprov Rahmat Mokodongan, dan anggota DPR RI Yasti Mokoagow, kini deman dan meriang berat.

Pernyataan Eyang yang dikutip situs Harian Tribun Manado, Kamis (14 Mei 2015), di berita dengan tajuk Sekprov Sulut Sebut Tapal Batas Boltim-Mitra Sudah Selesai (http://manado.tribunnews.com/2015/05/14/sekprov-sulut-sebut-tapal-batas-boltim-mitra-sudah-selesai), secara implisit menuduh beberapa elit Sulut—termasuk Gubernur—memperdayai dia. Bahwa tapal batas Boltim-Mitra belum selesai karena masih di tangan Kemendagri dan dalam posisi status quo.

Akan halnya Yasti Mokoagow, saya mendapat informasi bahwa di beberapa kesempatan Eyang menuduh anggota DPR RI Dapil Sulut asal PAN ini adalah ‘’provokator’’ dalam isu tapal batas Boltim-Mitra. Musababnya: dalam reses beberapa waktu lalu, Yasti yang melakukan pertemuan dengan konsituennya di Boltim, mendapat pertanyaan berkenaan dengan kepastian penetapan tapal batas Boltim-Mitra. Kata informasi yang disampaikan ke saya, jawaban dari anggota DPR RI ini adalah: isunya sudah selesai karena Bupati Boltim, Bupati Mitra, dan Pemprov Sulut sudah mencapai kesepakatan.

Pembaca, kita semua pasti bertanya: apa sebenarnya yang sedang terjadi? Benarkan para elit tertentu di Sulut tega memperdaya Bupati Boltim? Betulkah Yasti Mokoagow adalah politikus provokator yang sengaja mengipas-ngipasi isu tapal batas itu, padahal Sehan Landjar sedang memperjuangkan hak hakiki Boltim dan masyarakatnya?

Kalau kita berdiri di sisi Bupati Boltim, simpulan mudahnya adalah: Gubernur Sulut dan jajaran Pemprov serta anggota DPR RI Yasti Mokoagow adalah para elit yang perilakunya sungguh tercela; sedang Bupati Boltim adalah politikus yang pantas didaulat sebagai pahlawan rakyat. Sebaliknya, andai kita memilih berada di sisi Gubernur dan jajaran Pemrov serta mempercayai info dari Yasti, maka jelaslah Sehan Landjar adalah pejabat publik dan politikus yang tingkat kebohongannya sudah berada di taraf sungguh gawat.

Di tengah sangkarut itu, ada baiknya semua pihak tidak memperkeruh situasi. Karena itu, saya lebih memilih mengedepankan fakta berdasarkan catatan yang bersifat publik dan dokumen resmi yang berkaitan dengan isu tapal batas Boltim-Mitra, yang kebetulan saya miliki. Saya akan memulai dengan menukil berita Landjar-Tjanggulung Sepakat, Batas Boltim-Mitra Rampung yang dipublikasi situs Harian Tribun Manado, Rabu, 3 April 2015 (http://manado.tribunnews.com/2013/04/03/landjar-tjanggulung-sepakat-batas-boltim-mitra-rampung).

Di dalam berita itu jelas disebutkan, pada hari itu, di Ruang Huyula, Kantor Gubernur Sulut, bersamaan dengan penandatanganan pakta integritas dan rapat koordinasi kepegawaian se-Provinsi Sulut, Bupati Sehan Landjar dan Bupati Telly Tjanggulung menandatangani kesepakatan tapal batas Boltim-Mitra. Peristiwa ini, menurut Tribun Manado, dihadiri dan disaksikan Bupati dan Walikota se-Sulut.

Berita tersebut saya pastikan 100% benar. Saya bahkan memiliki copy dokumen yang dibuka dengan kalimat ‘’Pada hari ini Rabu Tanggal Tiga Bulan April Tahun Dua Ribu Tiga Belas….’’ dengan tanda-tangan Bupati Sehan Landjar di sisi kiri, Bupati Telly Tjanggulung di sisi kanan, dan di tengah bawah ‘’Mengetahui’’ Gubernur Sulut SH Sarundajang. Kesepakatan yang diabsahkan Bupati Boltim dan Mitra ini berisi empat poin, dengan poin 1 yang rinci menjabarkan batas-batas wilayah yang telah disepakati.

Saya kutipkan poin 1 sesuai isu dokumennya: ‘’Bahwa batas yang disepakati adalah persimpangan Batas antara Kabupaten Minahasa Tenggara dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur serta Kabupaten Minahasa Selatan yang berada di puncak Gunung Tukusan dengan ketinggian Gunung 1.230 m dari permukaan laut, arah ke Timur menyusuri punggung Gunung sampai ke Gunung Muntoi, kearah Timur menyusuri punggung Gunung menuju puncak Gunung Mangangaan, kearah Timur menyusuri punggung Gunung menuju puncak Gunung Mabiringan, kearah Timur menyusuri punggung Gunung menuju Gunung Buku + 300 m dari arah Jalan Tombatu menuju Desa Pisa Kecamatan Tauluaan, kearah Timur menyusuri punggung Gunung dari arah Timur kearah Selatan menyusuri punggung Gunung menuju puncak Gunung Kayu Manis kearah Barat Daya menyusuri punggung Gunung masuk Ulu Sungai  Buyayat, menyusuri Sungai menuju Sungai Lambat terus kearah Selatan menyusuri sampai dipersimpangan Sungai Buyat dan Sungai Lambat, dari persimpangan Sungai Lambat dan Sungai Buyat masuk ke Sungai Buyat menyisir/menyusuri Sungai Buyat sampai di Jembatan Buyat ke Selatan sampai di muara Sungai Buyat (Teluk Buyat).’’

Kutipan itu sebagaimana dokumen aslinya yang diimbuhi tanda-tangan Bupati Boltim, Bupati Mitra, dan Gubernur Sulut. Eyang dapat mengkonfirmasi benar-tidaknya kutipan yang saya cantumkan. Tentu dia juga dapat mengkonfirmasi apakah ada paraf yang dibubuhkan atau tidak. Yang jelas, copy dokumen yang saya miliki tak perlu diragukan otentitasnya. Termasuk otentitas poin 2 yang mengatakan Penentuan Titik Koordinat dan Pembuatan Peta Batas dilakukan bersama oleh Pemkab Boltim dan Mitra dengan difasilitasi Pemprov Sulut.

Pertanyaannya: Apakah penentuan titik koordinat dan pembuatan peta batas wilayah dilakukan bersama-sama oleh jajaran Pemkab Boltim-Mitra? Kalau jawabannya ya, tentu saja kedua pihak pasti memiliki copy dokumen yang diklaim diparaf oleh Eyang (sebagaimana kutipan berita situs Tribun Manado, Kamis, 14 Mei 2015). Kalau kemudian ada satu pihak yang bertindak curang, menyodorkan ‘’sesuatu’’ yang berbeda dengan yang dibuat bersama-sama, dengan cara kerja yang bertanggung jawab dan profesional, bukan perkara sulit membuktikan ada pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat.

Saya kuatir poin 2 dari kesepakatan yang ditandatangani pada Rabu, 3 April 2013, sesungguhnya tidak pernah diwujudkan dengan serius oleh Bupati dan jajaran Pemkab Boltim. Lebih gawat lagi, publik bisa (dan pantas) bersyak, dalam soal penentuan tapal batas dan proses selanjutnya, Eyang ‘’bermain sendiri’’, termasuk tidak melibatkan DPRD Boltim. Padahal, untuk urusan sepenting tapal batas wilayah, Bupati mutlak melibatkan DPRD.

Tak pelak, memang ada masalah yang sangat krusial berkenaan dengan isu termuktahir tapal batas Boltim-Mitra. Pendek kata: ada salah satu pihak yang patut diduga curang atau justru layak disebut pembohong besar.

Lepas dari siapa yang benar di antara para elit yang sedang tak sejalan itu, sebagai sahabat saya tak henti mendukung Eyang dengan nasihat—yang barangkali tidak ada gunanya juga: Mohon dipertimbangkan untuk ber-hobi yang lebih produktif dan positif, misalnya memelihara mujair di karamba atau bebek di Bunong, ketimbang kesukaan menciptakan aneka gonjang-ganjing. Hobi yang pertama minimal menghasilkan protein hewani, sedang yang kedua maksimal cuma membuat segala jenis dan nama hewan berseliweran di tengah-tengah kalimat orang banyak yang sudah pegel dan jengkel.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Dapil: Daerah Pemilihan; DPR: Dewan Perwakilan Rakyat; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat; Kemendagri: Kementerian Dalam Negeri; Minsel: Minahasa Selatan; Mitra: Minahasa Tenggara; PAN: Partai Amanat Nasional; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Pemprov: Pemerintah Provinsi; RI: Republik Indonesia; Sekprov: Sekretaris Provinsi; dan Sulut: Sulawesi Utara.