Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Saturday, October 12, 2013

Grup MP: Begitu Induk, Demikian Anak (1)


SEJAK mulai mempertanyakan bengkak-bengkok Pemred, kebijakan, dan praktek jurnalistik di redaksi Radar Bolmong, sedapat mungkin saya menghindari persenggolan dengan raksasa media di Sulut, Grup MP. Namun BC BBM Korlip Harian MP, Idham Malewa, yang diteruskan banyak pengguna BB hingga tiba di tangan saya, secara langsung ‘’menantang’’ saya berhadapan dengan kelompok penerbit induk Radar Bolmong ini.

BC terakhir, yang ditajuki Meluruskan yang Sesat, Menjaga Diri dari Onanisme, yang diterima Kamis, 10 Oktober 2013, saya simak hingga stop di bagian yang tidak relevan, nukilan Al Qur’an, tepatnya Surat Al Hujurat, sebagai bagian dari argumen Idham Malewa membela Pemred Radar Bolmong, medianya, dan Grup MP. Saya menghentikan bacaan karena kuatir terpantik berkomentar dan akhirnya isu jurnalisme dan prakteknya malah belok jadi debat tak berkesudahan keberagamaan kita dan ujung-ujungnya memerlukan tengahan fatwa MUI.

Tulisan Idham (BC yang saya terima menuliskan Idam Malewa) dapat dikonklusi menjadi setidaknya enam isu utama, masing-masing: narasi tulisan saya melayang dan fakta-faktanya sumir; simpulan saya berkaitan dengan Radar Bolmong dan induknya gegabah; saya melupakan cover both side, check, dan cross check (Bapak Korlip, Anda juga abai pada re-check, balance, dan fairness); Grup MP tetap mengacu pada UU dan KEJ; sikap saya terhadap kebijakan dan praktek jurnalistik di Radar Bolmong dipandu barisan sakit hati; kebijakan dan praktek Pemred Radar Bolmong adalah wujud moral obligation-nya; dan tuntutan pembuktian korelasi antara perilaku Pemred Radar Bolmong dan fakta di lapangan.

Pembaca yang ingin tahu lebih detil tulisan Idham Malewa, saya sarankan menghubungi yang bersangkutan di Kantor Harian MP. Saya tidak berkewajiban mencantum selengkapnya karena tak pernah resmi menerima langsung dari sang penulis.

Demi masa lalu (sebagaimana pun riwayat hidup saya diwarnai pengalaman di MP) dan memberi kehormatan pada ‘’pejabat’’ setingkat Korlip, saya harus merespons Idham Malewa. Apalagi setelah saya renungkan masak-masak, seorang Korlip adalah ‘’panglima’’ para wartawan yang menggerakkan mereka ke lapangan menjalankan strategi dan taktik yang dirumuskan medianya ketika menjaring berita atau (dalam konteks Grup MP) termasuk ‘’bbi’’, ‘’bbk’’, dan advertorial.

Maka saya terpaksa melawan tekad dan kehendak mengaminkan saja BC yang disebar Idham. Sekali pun begitu, respons ini belumlah serius-serius amat. Saya hanya akan menggunakan pernyataan Bapak Korlip Harian MP untuk melawan fakta-fakta dan bukti yang dia sanggah dari tulisan-tulisan saya.

Pertama, benarkah simpulan-simpulan dari sejumlah tulisan yang saya unggah di blog ini tentang Pemred (Budi Siswanto), kebijakan, dan praktek jurnalistik di redaksi Radar Bolmong (dan nanti naik ke induk, lalu biangnya) gegabah. Reaksi yang ditunjukkan Idham sebagai orang nomor tiga dan berkuasa penuh terhadap pengerahan para pewarta di news room, justru menunjukkan kebalikannya. Baru satu guncangan kecil tanpa sengaja, Korlip Harian MP gregetan bereaksi. Bagaimana kalau ‘’pohon media’’ ini saya tendang atau kampak? Barangkali jin penunggunya, yang sedang leyeh, malas-malasan menikmati ruahan setoran cash in, bakal melonjak dan mengamuk tak karuan.

Kedua, blog ini bukanlah lembaga berita yang harus bertanggungjawab pada publik. Barangkali karena mendukung instruksi Pemred Radar Bolmong agar mengharamkan membuka Kronik Mongondow, Korlip MP hanya menerima informasi ‘’burung-burung yang berkicau’’ lalu menuntut tulisan-tulisan saya mesti mempraktekkan pra syarat, syarat, dan seluruh elemen fundamental sebuah produk jurnalistik berkualitas prima.

Blog ini, sebagaimana disclosure yang terpancak di Beranda-nya, adalah ekspresi pribadi yang tidak diikat UU No 40/1999 dan KEJ. Yang mengikat pendapat, ide, pikiran, atau sekadar repetan yang saya tulis adalah UU ITE. Kalau pun saya mencoba bersetia menggunakan sejumlah panduan dan standar jurnalistik dalam menulis (lepas dari pengalaman sebagai mantan pewarta), itu perkara lain. Sikap ini adalah kehati-hatian agar isi blog ini tidak terjebak menjadi fitnah, gosip, duga-duga, bahkan insinuasi dan pencemaran nama serta kehormatan pihak lain.

Beda dengan Harian MP, anak, cucu, dan cicitnya, yang mutlak mesti mengindahkan cover both side, balance, check, re-check, cross check, dan fairness ketika mempublikasi tulisan atau berita. Apakah aspek-aspek itu terpenuhi tatkala dengan lantang seorang Pemred menginstruksikan jajaran wartawannya ‘’mengerjai setang-setang di DPR KK’’ agar mereka mengikat kontrak pemberitaan? Instruksi itu membuktikan bahwa sejak dalam perencanaan Radar Bolmong memang melepeh aspek-aspek, elemen-elemen paling dasar, dan etika yang mengikat para jurnalis dan lembaga berita.

Fakta itu bukan hanya menunjukkan perilaku lancung dan sumir, tetapi konfirmasi adanya kriminalitas dibungkus jurnalisme yang hanya pantas dikomentari dengan satu kata: bedebah!

Ketiga, Grup MP tetap mengacu pada UU No 40/1999 Tentang Pers dan KEJ dapat dipastikan cuma imajinasi sejumlah jurnalisnya. Kalau Idham Malewa mengambil jeda sejenak, menarik nafas panjang, menenangkan hati, membuka blog ini, lalu dengan pikiran terbuka menyimak seluruh tulisan sejak ‘’Storit’’, ‘’Storis’’, dan Sebagainya, dia akan sependapat klaim itu adalah omong kosong yang tidak perlu.

Di dunia psikologi telah lama dipelajari bagaimana imajinasi dan ilusi yang terus-menerus dipelihara dan dipupuk perlahan berubah jadi persepsi dan diyakini sebagai fakta. Film animasi Rio (2011) yang bercerita tentang seekor macaw (sejenis burung yang banyak ditemui di hutan Amazon) bernama Blu, dengan kocak menggambarkan bagaimana persepsi yang menjadi keyakinan membuat seekor burung yang dibesarkan tanpa pernah lepas dari tangan majikannya, percaya dia bukanlah makluk yang mampu menjelajahi angkasa.

Pendekatan psikologi yang lebih sederhana adalah sugesti. Konon derajat sugesti hanya sedikit berada di bawah hipnotis (penjelasan selebihnya dapat dikonsultasikan dengan Dr dr Taufik Pasiak yang ahli dalam otak-atik otak, ketimbang saya yang berpotensi menyebabkan korsleting otak). Sugesti ampuh dalam sejumlah kasus sederhana hingga rumit. Sakit yang berdenyut-denyut hingga batang otak karena kuku kaki dicengkeram ‘’mata ikan’’ dapat sedikit diredakan dengan tidak memikirkan borok sialan itu. Ini sugesti yang masih masuk diakal. Tidak untuk sugesti bahwa beban cash in adalah wujud kerja keras dan praktek keredaksian media yang melawan kaidah-kaidah jurnalistik sebagai cara menghadapi tantangan jurnalisme modern.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

BB: BlackBerry; bbi: Berita Berbayar Iklan; bbk: Berita Berbayar Koran; BBM: BlackBerry Messenger; BC: Broadcast; Korlip: Koordinator Liputan; ITE: Informasi dan Transaksi elektronik; MP: Manado Post; MUI: Majelis Ulama Indonesia; Pemred: Pemimpin Redaksi; PR: Pekerjaan Rumah; dan Sulut: Sulawesi Utara.