Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, June 23, 2019

‘’Papancuri’’ di RSUD Kotamobagu

UNGGAHAN totabuan.co, Sabtu, 22 Juni 2019, Badan Pengawas Tenaga Nuklir Segel Gedung Radiologi RSU Kotamobagu, saya baca di antara perjalanan (panjang) kembali ke Jakarta. Saya sama sekali tidak terkejut.

Ketidakberesan di RSUD Kotamobagu—yang digadang-gadang jadi RS Rujukan di BMR—, sesungguhnya sudah jadi rahasia umum. Penyengelan Instalasi Radiologi (yang baru selesai dibangun) hanya puncak gunung es pencurian (untuk tidak buru-buru menyimpulkan korupsi) kelas kakap yang patut diduga dilakukan secara berjenjang dan terencana.

Datanglah ke RSUD Kotamobagu, keliling dan lihat. Kasat mata fasilitas yang dibangun dengan nilai se-ho oh dan dibangga-banggakan oleh Walikota KK dan jajarannya ini, dikerjakan asal-asalan. Kelas kuaci. Bahkan orang picek pun tahu, yang berani bilang RS ini adalah fasilitas berkualitas yang bakal menjadi salah satu jangkar visi ‘’Kota Jasa’’, kalau bukan anggota komplotan maling (yang telah habis-habisan menjarah dana pembangunannya), maka saya haqul yakin dia pasti dungunya minta ampun.

Menara A dan B, yang menjadi pusat perawatan pasien (artinya pula adalah jantung RS), belum lama diresmikan tapi sudah berontokan. Saya tidak tahu apakah Walikota dan jajarannya pernah benar-benar masuk-keluar Menara A dan B, lengkap diiringi barisan hula hop yang biasa menempel bagai lintah dengan aneka rupa layanan dan mazmur puja-puji, sekadar melihat-lihat dan mengecek. Melaksanakan tugas paling sepelenya sebagai pimpinan birokrasi dan politik di KK. 

Saya paham, Walikota dan jajarannya yang amat-sangat beriman hampir setiap pekan sibuk ibadah (pengajian-lah, dzikir bersama-lah), tapi masak sihtidak punya keluangan satu-dua jam menelisik fasilitas vital itu? Bukankah tugas mereka adalah mengurusi kemaslahatan masyarakat; dan karenanya mesti memperbanyak pengetahuan masalah orang banyak hingga ke detil-detilnya.

Tanpa bermaksud menjadi penghujat, apalagi menghina keberimanan, kewajiban dan tanggung jawab itu tidak bakal tertunaikan hanya dengan pengajian dan dzikir. Terlebih keimanan bukanlah show, melainkan apa yang diimplementasikan. Barangkali, sekali lagi saya perlu menyarankan, Walikota dan jajarannya agar membaca kisah yang ditulis sastrawan A.A. Navis, Robohnya Surau Kami (1956).

Pembaca, warga KK tidak perlu punya gelar sarjana untuk memahami bahwa ‘’Kota Jasa’’ berarti meletakkan hajat-hidup orang banyak pada industri layanan. KK dengan keterbatasan luas wilayah di satu sisi dan (untuk sementara) menjadi titik pusat BMR), mau atau tidak, memang mesti mengandalkan masa depannya pada jasa: kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan bahkan pengolahan (mengingat produksi sumber daya alam di sekitarnya, pertanian sebagai contoh, cukup melimpah). 

Apa yang terjadi dengan RSUD Kotamobagu hari ini adalah bukti betapa bertolak belakangnya visi Pemkot KK dan fakta. Katanya mau membangun, eh, yang terjadi malah ramai-ramai jadi penjarah.

Dan memang, optimisme apa yang bisa dibangkitkan dari Menara A dan B RSUD Kotamobagu, yang—untuk menyebut beberapa—cacatnya mulai dari hal-hal paling mendasar. Kualitas konstruksinya lebih buruk dari pos kamling: saluran air mampet, keran bocor, langit-langit berjatuhan, keramik dinding somplak, AC yang malah jadi heater, termasuk pula jalur pasien yang alih-alih menjadi wilayah aman justru bisa berubah jadi jalan pintas menuju kematian.

Kebanggaan apa yang dapat dituai dari Gedung ICU, Laboratorium, dan Gudang Obat, yang ternyata tak dapat dioperasikan karena pembangunannya melawan seluruh spesifikasi teknis yang semestinya? Saya tidak tahu problem belum dioperasikannya Gedung ICU; tapi Laboratorium RS Kotamobagu yang dibangun tanpa meja beton (untuk peletakkan peralatan), jelas lelucon slapstick menyebalkan; demikian pula Gudang Obat yang dikelilingi jendela kaca.

Sarjana teknik tolol siapa yang merencanakan fasilitas itu? Makhluk idiot mana yang menyetujui? Dan kontraktor pandir mana dan pengawas tak punya otak siapa yang melaksanakan pekerjaan teknisnya? Apa masih kurang gerombolan cheer leader berlatar pendidikan teknik sipil yang ada di sekitar Walikota? Jika begitu adanya, rekrutlah staf khusus berlatar teknik sipil, alih-alih bakul nasi-bakul nasi yang kerjanya cuma meninabobokan Walikota.

2017 hingga awal 2018 lalu saya sempat turut memimpin pembangunan Puskesmas Rawat Inap berstandar tinggi (salah satu yang kini terbaik di Indonesia). sebelumnya, beberapa tahun lampau, saya juga ikut memimpin pembangunan RS Tipe C berstandar internasional. Dari pengalaman ini, saya tahu persis: dalam soal pembangunan fasilitas kesehatan, aturan di negeri ini sudah lebih dari lengkap. Mulai dari spesifikasi bangunan, infrastruktur, hingga detil-detil yang mutlak ada dan harus dipenuhi (entah itu RS, Puskesmas, klinik, bahkan Posyandu).

Jadi, kalau sampai hampir seluruh aspek dasar di RSUD Kotamobagu berantakan tidak karuan, simpulan paling sederhananya: ada korupsi dalam pembangunannya. Ada papancuri yang harus diseret untuk bertanggung jawab. Seorang investigator pemula saja tahu persis: mengingat perencanaan dan pembangunannya dilakukan secara berjenjang oleh struktur administrasi dan birokrasi, tidak penting penyelidikannya dimulai dari kepala atau ekor, muaranya akan tiba pada ular-ular mana yang bermain dan siapa naga di baliknya.

Katakanlah penelisikan dimulai dari Kabag Ekbang Pemkot KK yang mulut pesingnya dikutip Harian Radar Bolmong(Gedung Radiologi RSUD ‘’Disegel’’, Sabtu, 22 Juni 2019). Saya kagum dengan pernyataannya, bahwa stiker yang dipasang BAPETEN hanya peringatan. Eh, nickel head, stiker berwarna merah untuk fasilitas radiologi hanya berarti satu: stop! Barang ini tidak bisa digunakan! Bongkar dan ganti.

Saat ini beberapa peralatan (bernilai milyaran) telah dipasang di Instalasi Radiologi RSUD Kotamobagu, padahal tanpa dinding timbal, pintu baja, dan pendingin khusus. Ini berarti dua hal: diperlukan (lagi) dana untuk pembangunan gedung instalasi yang benar dan biaya siaga perawatan dan perbaikan peralatan (terpasang) yang memang rentan rusak jika tidak ditempatkan di ruangan yang menjadi peruntukannya. 

Ini pejabat ditemukan dari mana, ya? Bisa-bisanya Pemkot KK yang katanya menerapkan reward and punishment mendudukkan pejabat yang bodohnya melampaui kerbau? Yang bicara seolah-olah saat ini google masih hal mewah hingga tidak banyak yang bisa meng-googling untuk mengecek omongan sampahnya.

Paralel dengan Kabag Ekbang, penyelidikan dilakukan pula untuk Kepala RSUD Kotamobagu. Bila dia dokter profesional yang tahu tugas dan tanggung jawabnya, urusannya kian mudah. Pertanyaan yang diajukan cukup dua: (1) Siapa yang memerintahkan pembangunan Instalasi Radilogi (dan beberapa fasilitas kacangan di RSUD Kotamobagu yang tidak bisa digunakan itu) dilanjutkan kendati menyalahi semua spesifikasi yang sudah diatur ketat; dan (2) Berapa banyak sorokan yang dia kantongi untuk menutup mata dari serangkaian penyelewengan yang lalu-lalang di depan hidungnya?

Lagipula, betapa enaknya dia dengan gampang menyatakan, sebagaimana dikutip totabuan.co, ‘’Kami akan berupaya untuk menganggarkan (kekurangan di gedung Instalasi Radiologi) dalam APBD.’’ Satu penyelewengan ditutupi dengan penyelewenangan lain? Anda yang tidak becus kokAPBD yang harus menanggung? 

Apakah dengan dua alinea di atas saya menduga mereka korupsi? Ya! Kalau keberatan, buktikan sebaliknya. UU Tipikor mengenal pembuktian terbalik untuk mereka yang diduga atau disangka melakukan tindak korupsi. 

Tidak usah heran jika penyelidikan terhadap dua pejabat berwenang dan bertanggung jawab itu akan berujung ke Walikota KK dan bahkan pejabat di level lebih tinggi. Sudah menjadi common sense hampir semua kasus Tipikor selalu melibatkan rangkaian kekuasan (administrasi, birokrasi, atau politik) berjenjang. 

Saya justru akan benar-benar takjub kalau pejabat di atas mereka, bahkan Walikota KK, berlagak atau malah mengaku tidak tahu sangkarut di RSUD Kotamobagu ini.*** 

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:
AC: Air Conditioner; APBD: Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah; BAPETEN: Badan Pengawas Tenaga Nuklir; BMR: Bolaang Mongondow Raya; ICU: Intensive Care Unit; Ekbang: Ekonomi dan Pembangunan; Kabag: Kepala Bagian; KK: Kota Kotamobagu; Pemkot: Pemerintah Kota; Posyandu: Pos Pelayanan Terpadu; Puskesmas: Pusat Kesehatan Masyarakat; RS: Rumah Sakit; RSU: Rumah Sakit Umum; RSUD: Rumah Sakit Umum Daerah; dan Tipikor: Tindak Pidana Korupsi.