Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, January 27, 2015

Tipu-tipu Bonus PT J Resources Bolaang Mongondow

LEBIH sebulan karyawan PT JRBM di operasi tambang Lanut berselisih dengan manajemen perusahaan. Senin, 26 Januari 2015, DPRD Boltim bahkan menggelar dengar pendapat demi mengurai ketidaksepahaman karyawan-manajemen ini.

Biasanya saya tidak terlampau ambil pusing terhadap urusan internal perusahaan seperti itu. Di lingkungan perusahaan dengan skala operasi cukup besar, yang mempekerjakan ratusan orang, selalu ada ketidakpuasan. Terlebih bila SP ikut terlibat. Apalagi, sepengalaman saya, di perusahaan tambang (JRBM adalah perusahaan tambang) isu-isu yang disoal biasanya tak jauh dari jadwal kerja dan libur (roster), jenjang karir, serta salary and benefit.

Tak salah, sebab isu yang kini memantik silang-selisih karyawan dan manajemen PT JRBM di operasi tambang Lanut, sebagaimana yang saya simak dari situs Tribun Manado (http://manado.tribunnews.com/2015/01/26/manajeman-jrbm-tak-penuhi-tuntutan-karyawan), adalah urusan bonus 2014 yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh manajemen. Menurut situs ini, dengar pendapat itu dipimpin Ketua Komisi II, Argo Sumaiku, dan dihadiri sejumlah anggota DPRD Boltim, Asisten II Pemkab Boltim, Kadis ESDM, dan Kadisnaker. Dari PT JRBM, selain para karyawan, yang hadir adalah GM Rendi Martono, Manager HRD Suhada, dan Manajer Eksternal Adhi Prasetyo.

Semestinya dengar pendapat di DPRD Boltim itu adalah ikhtiar menjernihkan masalah. Kenyataannya, yang berlangsung adalah dagelan DPRD yang sekedar ‘’tunjung jago’’, aparat Pemkab Boltim yang tak punya sikap—sebab tampaknya buta tuli wewenang dan tanggung jawabnya—, dan tipu-tipu wakil manajemen perusahaan dengan alasan gaya ‘’pura-pura gila’’.

Sebagai wakil manajemen, GM PT JRBM di operasi tambang Lanut, mengemukakan bonus tak dapat diberikan karena dua tahun terakhir perusahaan tak bisa memenuhi target produksi. Sedang Manajer Eksternal berkilah, dengan mengutip PKB, yang bonus diberikan dengan dua syarat: safety dan pencapaian target produksi.  Safety tercapai, target produksi tidak. Sementara SK yang menjadi pegangan karyawan yang menggugat, katanya, hanya bagian upaya memacu semangat kerja.

Dari yang saya baca, kemudian beberapa telepon pendek ke sejumlah orang yang tahu persisnya isunya, dapat disimpulkan: seharusnya mulut dua wakil manajemen perusahaan yang hadir itu pantas disumpal dengan fulungku. Khusus terhadap Manajer Eksternal, saya kira bila kutipan dari Tribun Manado itu sebagaimanya yang dia ucapkan, karyawan PT JRBM operasi tambang Lanut, Pemkab, DPRD, dan masyarakat (khususnya) sekitar tambang pantas mengusir yang bersangkutan keluar dari Mongondow sesegera mungkin. Dia bukan hanya manajer yang buruk, tapi juga pendusta dan manipulator licik.

Klausal bonus 2014 yang kini dipersilangselihkan, sesuai SK (lebih tepatnya memo) manajemen tidak menyebutkan syarat safety atau target produksi, tetapi kinerja karyawan. Terminologi kinerja sendiri dapat bersifat individu atau komunal karyawan, yang tidak mutlak berhubungan dengan produksi. Karyawan boleh punya kinerja terbaik, tetapi bila cebakan yang sedang diolah low grade atau kapasitas produksi sengaja diturunkan karena harga emas sedang rendah, maka produksi sangat mungkin tidak sesuai dengan rencana awal.

Saya tidak tahu apa latar belakang pendidikan Manajer Eksternal PT JRBM yang mewakili manajemen di dengar pendapat dengan DPRD Boltim itu. Tetapi saya kira, dengan omongan yang setara kentut, dia lebih tepat jadi gembala bebek ketimbang menjadi profesional di perusahaan tambang berstandar Tbk. Selain disumpal dengan fulungku, diusir dari Bolmong, dia pantas pula ditempeleng dengan dokumen PKB PT JRBM. Barangkali dengan demikian dia bisa menata keselarasan otak dan mulutnya, bahwa memo bonus 2014 adalah kebijakan manajemen yang tidak punya hubungan sama sekali dengan klausal PKB.

Pembaca, isu yang langsung maupun tidak menaikkan tensi sosial dan ekonomi Boltim ini sesungguhnya amat sangat sederhana. Manajemen PT JRBM, khususnya di operasi tambang Lanut, telah menjanjikan bonus 2014—lewat surat resmi—kepada para karyawannya. Janji bonus ini tidak diimbuhi klausal apapun kecuali kinerja karyawan yang takarannya adalah pemenuhan tanggungjawab dan kewajiban sesuai scope of work dan key performance indicator individu atau komunal—tergantung pada performance mana yang ditakar. Pokoknya: pada akhir 2014 karyawan, sesuai tingkatan kinerjanya, akan menerima bonus.

Sebagai latar, PT JRBM adalah bagian dari PT J Resources Asia Pacific Tbk yang listed di BEI (IDX). Artinya, perusahaan ini setidaknya punya standar manajemen yang lolos dari syarat dan prasayarat BEI. Dengan demikian, orang banyak tidak perlu meragukan bahwa perusahaan ini setidaknya dikelola dengan manajemen yang baik, bukan model warong biapong atau kedai kopi yang ‘’tiba saat, tiba akal’’.

Tegasnya, yang ingin saya katakan adalah, seluruh operasi dan biaya yang dibutuhkan perusahaan (termasuk Capex dan Opex) untuk 2014 telah dikalkulasi, direncanakan dengan matang, dan tersedia sebelum akhir 2013. Termasuk bonus yang dijanjikan manajemen. Saya berkeyakinan Presdir dan jajaran direksi PT JRBM tak sedang mabuk cap tikus pada Juli 2014, lalu ujug-ujug membuat dan meneken surat keputusan pemberian bonus.

Dengan tidak memenuhi janji memberikan bonus 2014, silang-selisih antara karyawan dan manajemen PT JRBM sesungguhnya tidak lagi berada di wilayah PHI, melainkan tindak pidana penipuan yang penyelesaiannya dapat segera dimulai dengan laporan ke Polres Bolmong. Masalahnya, apakah dengar pendapat di DPRD Boltim yang dipimpin Ketua Komisi II telah dengan cermat menelaah memo janji bonus itu hingga tahu persis bahwa janji manajemen perusahaan itu adalah penipuan? Apakah pula Kadis-Kadis yang terlibat dalam dengar pendapat benar-benar menjalankan tanggung jawabnya dan bukan sekadar ‘’kerbau  dicocok hidung’’-nya PT JRBM?

Bagi saya pribadi, sebagai warga Mongondow, penipuan yang dilakukan PT JRBM di operasi tambang Lanut terhadap karyawannya sendiri, mengkonklusi banyak pertanyaan. Salah satu adalah pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (community development) yang pasti tercantum sebagai salah satu pasal yang wajib dilaksanakan setiap perusahaan pemegang KK di Indonesia.

Saya—dan juga kebanyakan warga Mongondow, lebih khusus yang berada di sekitar tambang Lanut—patut bersyak, jangan-jangan PT JRBM menjalankan kewajiban pemberdayaan dan pengembangan masyarakatnya hanya dengan tipu-tipu dan manipulasi. Apalagi perusahaan ini tidak pernah secara transparan membeberkan apa saja yang sudah mereka lakukan. Bahkan tidak juga lewat laporan keberlanjutan (sustainability report) yang sudah menjadi praktek umum di kalangan perusahaan yang kredibel dan layak dipercaya.

Dengan kasus tipu-tipu bonus itu, Pemkab dan DPRD Boltim harus mengevaluasi kembali seluruh operasi PT JRBM di operasi tambang Lanut (juga Pemkab dan DPRD Bolmong serta Bolsel di operasi tambang Bakan). Bukan tidak mungkin ada banyak tipu-tipu lain yang disembunyikan, hingga cukup alasan mengusir mereka dari wilayah Mongondow. Jika Pemkab dan DPRD tidak punya cukup keberanian—entah karena kadung makan suap (praktek yang umum di kalangan perusahaan tambang dengan ketatalaksanaan yang longgar)—, jangan salahkan kalau kemudian orang banyak yang akan melakukan.

Terus-terang, saya menyimpan kecurigaan—khususnya—terhadap Pemkab Boltim yang terkesan tak mengambil tindakan apa-apa, padahal operasi tambang Lanut adalah salah satu (kalau bukan satu-satunya) penyumbang PAD signifikan kabupaten ini. Bupati Boltim yang biasanya tangkas menunjukkan perhatian terhadap masalah yang dihadapi rakyatnya, dalam isu mogok karyawan PT JRBM, tiba-tiba seperti kura-kura yang meringkuk menyembunyikan kepala. Apa karena mayoritas karyawan PT JRBM di operasi tambang Lanut bukan warga Boltim? Atau karena ada apa-apanya antara perusahaan ini dengan Bupati dan jajarannya?

Apa yang mesti ditakutkan oleh Pemkab dan DPRD? PT JRBM hengkang dari Mongondow? Tidak masalah, sebab diusir karena cuma mempaktekkan tipu-tipu atau mengakhiri operasi tambangnya sesuai rencana, kewajiban perusahaan ini terhadap dampak sosial dan lingkungannya tidak akan gugur begitu saja. Lagipula, sepanjang pemerintah—dari daerah hingga pusat—menjalankan kewajibannya dengan tertata laksana, saya yakin investor tambang yang serius akan antri menanamkan duitnya di Mongondow. Termasuk men-take over operasi tambang PT JRBM.

Pemkab dan DPRD yang bersih dan punya harga diri tidak akan membiarkan ada praktek bisnis yang melecehkan, apalagi dengan modus tipu-tipu terhadap pemangku kepentingan utamanya, seperti yang terjadi antara karyawan dan manajemen PT JRBM di operasi tambang Lanut.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

BEI: Bursa Efek Indonesia; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Bolsel: Bolaang Mongondow Selatan; Capex: Capital Expenditure; DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; ESDM: Energi dan Sumber Daya Mineral; GM: General Manager; IDX: Indonesia Stock Exchange; JRBM: J Resources Bolaang Mongondow; Kadis: Kepala Dinas; Kadisnaker: Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi; KK: Kontrak Karya; Opex: Operational Expenditure; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; PHI: Perselisihan Hubungan Industrial; PKB: Perjanjian Kerja Bersama; Polres: Kepolisian Resor; PT: Perseroan Terbatas; SK: Surat Keputusan; SP: Serikat Pekerja; dan Tbk: Terbuka.