Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, January 20, 2015

Kekuasan yang Serakah, Seorang Bocah, dan ‘’Lollipop’’

BOCAH itu cuma anak kecil biasa yang mengimpi-impikan permen. Sebatang lollipop dengan warna-warni cerah, menggoda selera.

Demi impian yang tak muluk-muluk itu—dia toh tak sedang merencanakan kudeta, akuisisi jabatan puncak politik, atau mendongkel seorang penguasa dari kursinya—sen demi sen, rupiah demi rupiah, disisihkan. Ada celengan ayam jago yang diletakkan dengan khusyuk di ujung kepala ranjang. Yang dia belai penuh sayang menjelang tidur dan tatkala terjaga ketika pagi semburat di Timur. Kekerasan hati kanak-kanak yang mengejar ingin memang selalu mengagumkan.

Dan hari itu tiba. Dengan wajah bagai matahari merekah, si bocah akhirnya mendapatkan lollipop yang dia perjuangkan dengan mengorbankan kesenangan jajan. Saya membayangkan dia mendekap permen itu penuh khimat. Kepala kecilnya dipenuhi skenario bagaimana mengelupas pembungkus permennya, mematut-matut gula-gula yang melelehkan liur itu, sebelum mulai menggulum kesenangannya.

Lalu impian itu tiba-tiba runtuh. Sejumlah orang yang bertubuh besar, gempal, garang, penuh kuasa, dengan aneka rupa permen di semua sakunya, merenggut lollipop dari tangan si bocah. Dunia memang tidak kiamat, tapi kita dapat membayangkan remuk seperti apa yang membadai jiwa kanak-kanaknya.

Bocah dan permen lollipop itu adalah Ramadan Mamange, CPNS yang lolos seleksi Panwaslu Boltim. Bila komisioner Panwaslu adalah ‘’permen lollipop’’, jabatan publik ini tak ada apa-apanya dibanding kekuasaan yang ada di genggaman Bupati dan para elit birokrasi Pemkab Boltim. Bupati Boltim, Sehan Lanjar, bukan cuma punya ‘’banyak permen di seluruh sakunya’’. Kekuasaan yang disandangnya adalah ‘’pabrik permen’’. Lalu demi kepuasan apakah satu-satunya ‘’permen’’ yang dimiliki Ramadan mesti direngut dari tangannya?

Kekuasaan yang serakah memang mudah kehilangan jiwa dan hati, lalu menjadi kesewenang-wenangan dan anarki. Penjegalan terhadap Ramadan, yang tak punya kuasa apa-apa kecuali keinginan mengembangkan kompetensi dan peran publiknya di Boltim, tak beda dengan mengambil paksa satu-satunya lollipop dari tangan seorang bocah. Demi menuntaskan kepuasan, anak kecil ini bahkan perlu diancam agar memilih PNS atau Panwaslu; dengan alasan seorang PNS harus loyal pada pimpinan yang apapun perintahnya mutlak dipatuhi.

O, rupanya para elit di Pemkab Boltim belum membaca, apalagi mencermati UU No. 5/2014 Tentang ASN. Di empat pasal di bab II UU ini menguraikan asas, prinsip, nilai dasar, serta kode etik dan kode perilaku ASN, saya tidak menemukan ada perintah loyalitas pada atasan versi elit-elit Pemkab Boltim itu. Yang ada, sebagaimana dicantumkan di pasal 5, ayat 2, poin e, adalah: Pegawai ASN melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan.
Pemimpin seperti apa yang harus dipatuhi itu? Lihat pasal 2, 3, dan 4. Secara eksplisit, pasal 4 poin bahkan menyatakan, ‘’mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi.’’ Kualitas tinggi macam apa yang dipertunjukkan oleh para pemimpin di Pemkab Boltim, yang sebelumnya mengizinkan seorang CPNS mengikuti seleksi Panwaslu, tetapi kemudian menganulir dengan alasan yang dibuat-buat dan dicari-cari?

Sejatinya, Ramadan Mamange berhak mempertanyakan dan menggugat keputusan yang jauh dari keadilan dan perlakuan setara yang terus-menerus ditekankan dalam UU ASN. Hak-haknya dijamin pasal 21, terutama berkaitan dengan perlindungan (hak) dan pengembangan kompetensi. Perihal pengembangan kompetensi ini, enam ayat di pasal 71 rinci menjabarkan apa dan bagaimananya.

Sebaliknya, sesuai amanat pasal 63, ayat (3) dan (4), UU ASN, seorang CPNS seperti Ramadan wajib menjalani masa percobaan, yang dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. Menurut pasal 64, ayat (1), masa percobaan itu dilaksanakan selama satu tahun dan pasal (2) menekankan, instansi Pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa percobaan.

Ramadan adalah CPNS Boltim yang mengikuti tes pada 2013 dan menerima SK pada awal 2014. Hingga awal 2015 ini dia menjalani masa percobaan tanpa cacat, bahkan mendorong dirinya mengembangkan kompetensi lebih dari sekadar guru dengan mengikuti seleksi Panwaslu. Ketika itu, di manakah Pemkab Boltim, yang jangankan melaksanakan pelatihan lain, pra jabatan yang menjadi pelatihan paling dasar pun, belum dilaksanakan sama sekali untuk CPNS peserta tes 2013.
Pemkab Boltim yang belum menunaikan kewajibannya sama sekali tidak pantas menuntut hak dipatuhi. Lain soal kalau para elit pemerintahan dan birokrasi di kabupaten ini memang tak paham menguraikan asas, prinsip, nilai dasar, serta kode etik dan kode perilaku ASN. Dan demikianlah tampaknya yang terjadi.

Yang lebih memalukan, para elit pemerintahan dan birokrasi di Pemkab Boltim secara tak langsung sedang diajari nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku oleh Ramadan. Percayalah, tuan-tuan pembesar, CPNS yang haknya Anda rampas dan ditakut-takuti dengan perkara loyalitas ini tak bakal melawan. Dia, sebagaimana bocah yang tak kuasa membela diri di depan orang-orang besar dan kuat, hanya akan menunduk dan diam seribu bahasa.

Saya kenal Ramadan. Amat dekat. Di balik sikapnya yang selalu santun ada energi dan keberanian besar yang tersimpan. Di masa mahasiswa dan tahun-tahun sesudahnya dia adalah aktivitas yang berani, juga seorang pesilat kelas pendekar. Untunglah, nyali tangguhnya diimbangi dengan kecerdasan dan kemampuan menahan diri.

Penerimaan Ramadan terhadap kesemena-menaan yang ditimpakan padanya, buat saya, sungguh mengundang malu. Saya malu karena etika, moralitas, kode etik, dan kode perilaku para elit pemerintahan dan birokrasi di Boltim—yang sebagian besar saya kenal dengan baik—tidak lebih bernilai dari sebatang lollipop yang dirampas paksa dari seorang bocah.

Maka waspadalah, terutama di tahun politik ini, di mana Pilkada serentak (dimana Boltim menjadi salah-satunya) dilaksanakan, perlakuan terhadap Ramadan bisa berakhir sebagai awal bola salju gugatan terhadap kredibilitas dan integritas Bupati Sehan Lanjar—yang pasti kembali mencalonkan diri untuk periode keduanya. Diam, penerimaan, dan kepasrahan Ramadan terhadap penjegalannya (saya belum mendengar atau menemukan satu komentar pun yang dia sampaikan ke publik), pasti mengundang simpati dan empati orang banyak.

Sepengalaman saya, kesewenang-wenangnya penguasa terhadap mereka yang tak berdaya selalu berakhir sebagai tragedi kekuasaan. Kita, seluruh warga Mongondow, tahu persis: dengan kekuatan politik yang dia genggam, Sehan Lanjar hampir dipastikan bakal melenggang ke periode kedua jabatan Bupati Boltim. Tapi, siapa yang tahu badai seperti apa mendadak tiba dan menghantam dia? Bukankah taifun selalu bermulai dari angin sepoi-sepoi?

Di titik ini saya berhenti marah. Saya justru jatuh kasihan pada para elit itu, termasuk Bupati, karena kian terbeber fakta-fakta bahwa kata-kata mereka nyatanya berbanding terbalik dengan adab dan perilaku yang dipraktekkan. Kalau hari ini mereka dengan tega dan dingin merampas satu-satunya ‘’permen’’ yang menjadi hak Ramadan yang ‘’cuma kelas bocah’’—terutama karena status CPNS-nya—, tidak usah terkejut bila besok-lusa orang-orang itu bahkan tanpa sungkan merampok dot dari mulut bayi.

Kekuasaan yang serakah seperti itukah yang diharap, diimpi, dan diinginkan rakyat Boltim?***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

ASN: Aparatur Sipil Negara; BKD: Badan Kepegawaian Daerah; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; CPNS: Calon Pegawai Negeri Sipil; Panwaslu: Panitia Pengawas Pemilihan Umum; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; PNS: Pegawai Negeri Sipil; SK: Surat Keputusan; dan UU: Undang-undang.