Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, December 5, 2017

Mobil yang Terhormat dan ‘’Golojo’’ yang Menjijikkan

HINGGA Selasa, 5 Desember 2017, Ketua DPRD Bolmong belum menandatangani APBD 2018. Padahal, pasal 312, ayat  (1), UU No. 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan: ‘’Kepala daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.’’ Apabila dua pihak yang berkewajiban ini tidak mencapai persetujuan, ada sanksi yang otomatis dijatuhkan sebagaimana yang ditetapkan dalam ayat (2) dan (3).

Faktanya, merujuk unggahan totabuan.co, Jumat, 1 Desember 2017, Ada Apa, Ketua DPRD Bolmong Tidak Mau Tanda Tangan Dokumen APBD (http://totabuan.co/2017/12/ada-apa-ketua-dprd-bolmong-tidak-mau-tanda-tangan-dokumen-apbd/), melalui proses yang sebagaimana mestinya, DPRD sudah membahas RAPBD 2018 menjadi APBD. Hanya saja, hingga batas waktu yang ditetapkan UU, Ketua DPRD Bolmong menolak menandatangani dokumennya dengan alasan yang hanya dia seorang yang tahu.

Di lain pihak, dalam pemberitaannya, dengan mengutip seorang sumber, totabuan.co membeber penolakan Ketua DPRD Bolmong itu karena Bupati dan jajarannya enggan memenuhi permintaannya berkenaan dengan pengadaan mobnas baru untuk pimpinan dewan pada 2018. Urusan ‘’mobil yang terhormat’’ ini secara lebih tegas diungkap situs berita Kronik Totabuan, Jumat, 1 Desember 2017, Diduga Permintaan Mobnas Ditolak, Welty Tolak Teken APBD 2018 (https://kroniktotabuan.com/bolmong/diduga-permintaan-mobnas-ditolak-welty-tolak-teken-apbd-2018), bahkan dengan mengutip tiga anggota DPRD Bolmong, masing-masing Mohammad Syahrudin Mokoagow, Masri Masenge dan Yusra Alhabsyie.

Membaca lalu-lalang informasi Ketua DPRD Bolmong dan ‘’mobnas harapannya’’ di ruang publik (termasuk pula media sosial), mulanya saya berharap isu ini sekadar keriuhan bumbu dinamika politik biasa. Masak sih seorang pimpinan dewan mengorbankan kepentingan orang banyak (bukan hanya Bupati dan jajaran Pemkab atau DPRD Bolmong, tetapi seluruh masyarakat yang hajat-hidupnya pasti bakal terganggu) hanya karena rakus ingin mencicipi mobnas baru?

Akal sehat dan adab saya juga menolak percaya, kendati Kronik Totabuan telah pula menyiarkan konfirmasi dari Sekda Bolmong, Tahlis Galang, termasuk bahwa, ‘’Berdasarkan Renstra Setwan 2017-2022, kendaraan roda empat nanti akan dianggarkan pada 2019 kepada pimpina DPRD yang terpilih berdasarkan hasil Pemilu Legislatif Tahun 2019. Kalau tahun depan tidak ada.’’

Namun, publikasi totabuan.co, Sabtu, 2 Desember 2017, Ini Bantahan Bupati Bolmong Soal Pernyataan Ketua DPRD (http://totabuan.co/2017/12/ini-bantahan-bupati-bolmong-soal-pernyataan-ketua-dprd/), memapas tuntas karaguan saya. Mengutip pernyataan Bupati Yasti Soepredjo Mokoagow dari rilis resmi Sekretariat Daerah Bolmong, pemberitaan ini memapar fakta Ketua DPRD meminta mobnas—tanpa tedeng aling-aling diungkap jenisnya adalah Toyota Alphard—benar adanya. Kebenaran ini kian tegas sebab alih-alih melawan apa yang dikatakan Bupati, masih di totabuan.co, Minggu, 3 Desember 2017, Ketua DPRD Bolmong Beber Kinerja Komisi Satu (http://totabuan.co/2017/12/ketua-dprd-bolmong-beber-kinerja-komisi-satu/), Ketua DPRD Bolmong justru ‘’meracau’’ dengan mempersoalkan kinerja koleganya di Komisi I. Kalau alat kelengkapan dewan tidak bekerja benar dan baru dipersoalkan setelah RAPBD Bolmong 2018 selesai di paripurnakan, lalu selama ini Ketua DPRD ngapain saja? Cuma asyik tebar pesona dan nonton tayangan syur di telepon genggam?

Ya, apa boleh buat, jangan tersinggung jika saya menyimpul bahwa penolakan penandatanganan dokumen APBD Bolmong 2018 memang cuma perkara ‘’tai idong’’: urusan keinginan bergaya-gaya dengan Toyota Alphard. Benar-benar mental dan kelakuan hillbilly yang mangkage dan tak kuat menahan syawat golojo karena mendadak menduduki kursi empuk kekuasaan dan punya akses terhadap fasilitas—pula uang.

Tentang golojo, saya teringat pada nasihat orang-orang tua Mogondow, ‘’Na’-ai mo-tura-tura’ na’-kalakuang i bolai (Jangan berlaku rakus seperti monyet).’’ Binatang monyet ini, dalam khasanah fabel Mongondow, kerap digambarkan sangat pintar, sekaligus licik dan—dalam beberapa kasus—mewakili laku golojo derajat tinggi. Pada kenyataannya, ketika melihat monyet menggengam pisang di kedua tangannya, merangkum pula pisang dengan kedua kakinya, sembari mulut mengunyah dan pipi menyimpan pisang yang lain, seketika membawa kita pada konklusi: kalau binatang ini tidak sedang sangat lapar, maka dia mustahak super rakus. Padahal, barangkali demikianlah hukum dan sifat alamiah monyet dan adabnya.

Memantik pula ingatan di kepala peringatan para bijak bestari Mongondow dari zaman lama yang bilang, ‘’Aka bobutaan yo tatap bi’ bobutaan.’’ Kendati bukan ujaran kebencian atau provokasi, saya tidak akan menyertakan terjemahan bahasa Mongondow untuk kalimat ini. Biarlah hanya mereka yang benar-benar Mongondow yang mampu memahami dan menangkap esensinya. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Tersebab sedang membahas Ketua DPRD dan APBD Bolmong 2018, sebelum nasihat tentang bolai dan peringatan bobutaan dikonotasikan dengan sosok/individu tertentu, saya men-disclosure: sebagai orang Mongondow, tidak ada satupun larangan dan pengharaman sesuai hukum formal, apalagi adab, adat, budaya, dan tradisi Mongondow, yang boleh menghalangi saya menegok, mengingat, dan mentakzimi nasihat, kearifan, dan kebijaksanaan warisan leluhur saya.

Akan halnya Ketua DPRD dan mobnas impiannya, menurut hemat saya, karena perkaranya sekadar ‘’ecek-ecek’’ orang yang gegar dan gagap mendadak penting, sepatutnya seluruh orang Mongondow, khususnya warga Bolmong, menaruh belas kasih. Bukankah sungguh menyedihkan jika daerah yang katanya kaya (terutama SDA-nya) tak mampu sekadar menyediakan Toyota Alphard untuk orang sepenting Ketua DPRD? Terlebih, Bupati yang masa jabatannya baru dibilang hitungan bulan sudah wara-wiri dengan Toyota Alphard mengkilap (satu mobil setahu saya milik pribadi Yasti Seopredjo Mokoagow; satu lagi mobnas yang sudah dianggarkan dari zaman Bupati Salihi Mokodongan).

Masak sih dengan jumlah penduduk mencapai 233.189 jiwa sesuai statistik resmi 2015 (http://sulut.bps.go.id/new/backend2/pdf_publikasi/Provinsi-Sulawesi-Utara-Dalam-Angka-2016.pdf), masyarakat Bolmong tak mampu menyisihkan recehan, setidaknya koin yang dikais dari mana-mana di dalam setiap rumah penduduk, senilai Rp 2.500-3.000 per jiwa, dikumpulkan sebagai modal membeli Toyota Alphard untuk Ketua DPRD? Kalau sumbangan koin warga Bolmong belum cukup, demi harga diri seluruh Mongondow, saya yakin warga KK (119.427 jiwa), Bomut (76.331 jiwa), Bolsel (62.222 jiwa), dan Boltim (68.692 jiwa), dengan sukarela bersedia ambil bagian.

Anggap saja ‘’gerakan koin untuk Toyota Alphard Ketua DPRD Bolmong’’ ini adalah implementasi nilai luhur ‘’momosad’’, yang tentu sama sekali tidak dikenal—apalagi dimengerti—oleh politikus dan elit dengan mentalitas modondia dan lapar segala-galanya.

Saya pribadi berkomitmen menyumbangkan koin-koin Rp 1.000 di ‘’celengan babi’’ saya yang nilainya sudah mencapai ratusan ribu rupiah. Komitmen ini saya tetapkan dengan rasa malu yang melimpah sebab proses hajat hidup umum di Bolmong, APBD 2018, ternyata dihambat ketidaktahumaluan elit yang mestinya menjadi contoh puncak etika, norma, dan adab seorang pejabat publik.

Mari dengan takzim kita, segenap warga, bergerak mengkontribusikan sedikit rezeki, koin-koin yang biasanya terselip dan menggeletak begitu saja di hampir semua rumah di seantero Mongondow, untuk satu Toyota Alphard buat Ketua DPRD Bolmong. Mungkin, dari mengkilapnya Toyota Alphard hasil koin yang kita kumpulkan, dia bisa berkaca dan belajar ihwal tahu diri dan rasa malu.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Bolmong: Bolaang Mongondow; Bolmut: Bolaang Mongondow Utara; Bolsel: Bolaang Mongondow Selatan; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; KK: Kota Kotamobagu; Mobnas: Mobil Dinas; Pemilu: Pemilihan Umum; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; RAPBD: Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Renstra: Rencana Strategis; SDA: Sumber Daya Alam; Sekda: Sekretaris Daerah; Setwan: Sekretariat Dewan; dan UU: Undang-undang.