Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Saturday, January 24, 2015

Fitnah Keji di Kabupaten ‘’Lollipop’’

’PERINGATAN’’ disampaikan sejumlah kawan beberapa hari terakhir, bahwa, ‘’Jangan hanya mendengarkan para tukang fitnah dan penghasut yang kecewa karena tidak dapat merampok APBD Boltim untuk kantongnya sendiri. Mereka yang berjiwa korupsi akan sulit menerima orang seperti Sehan Landjar, Jokowi, atau Abraham Samad sebagai pemimpin.’’

Saya tidak paham konteks ‘’peringatan’’ itu. Tidak pula ingin tahu dari mana muasalnya. Saya bukan pengamat status BBM, jauh dari suka terhadap media sosial, apalagi bisik-bisik rumor ala arisan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Sepengetahuan saya, tiga tulisan terakhir di blog ini (Kebijakan T*# Sapi di Pemkab Boltim; Kekuasan yang Serakah, Seorang Bocah, dan ‘’Lollipop’’; dan Satu Bupati, Lima Parpol), tidak menyinggung-nyinggung urusan APBD. Akan halnya, tukang fitnah dan penghasut, saya menebak apakah yang dimaksud adalah sumber informasi yang saya jadikan dasar mengkritisi dan mengkritik kebijakan dan laku (sekali lagi: kebijakan dan laku) Bupati dan jajaran Pemkab Boltim.

Hanya mendengarkan para tukang fitnah dan penghasut, tentu bukan urusan sepele. Akibatnya, saya harus mengerahkan keterampilan dua jempol, panjang lebar menjelaskan lewat BBM dan WhatsApp. Tapi karena kian banyak yang menyampaikan ‘’peringatan’’ itu, ada baiknya tulisan ini dijadikan saja penjelasan generiknya.

Pertama, sumber yang saya nukil adalah media mainstream, termasuk yang digunakan Bupati dan Pemkab Boltim mewartakan kebijakan, perkembangan, kinerja, dan tetek-bengek pemerintahan di kabupaten ini. Mengikuti logika ‘’peringatan’’ yang entah dipetik dari sumber mana itu, saya jadi bersyak: Apakah yang dimaksud Radar Bolmong (di tulisan (Kebijakan T*# Sapi di Pemkab Boltim) atau detikawanua.com (untuk Satu Bupati, Lima Parpol) adalah kumpulan gerombolan tukang fitnah dan penghasut dengan motif merampok APBD Boltim?

Pemkab Boltim, lebih khusus Bupati, harus mengambil tindakan terhadap para tukang fitnah dan penghasut yang menyasar APBD itu. Apalagi kepemimpinan Bupati Sehan Landjar ‘’katanya’’ setara dengan Jokowi dan Abraham Samad—sekali pun kita semua tahu, di Pilpres 2014 lalu Eyang justru mendukung Prabowo-Hatta. Masak sih Bupati dengan kharisma kepemimpinan luar biasa seperti dia, yang dicintai masyarakatnya tanpa reserve, menutup mata terhadap lalu-lalangnya para tukang fitnah, penghasut, dan penjarah APBD?

Bukankah membiarkan para bajingan itu berlaku seenaknya sama dengan mempertaruhkan citra Bupati dan jajaran Pemkab? Kita semua akan menanggung aib dan malu kalau sampai ada yang men-stempel Boltim cuma ‘’Kabupaten Lollipop’’, ‘’Tingkat II Balapis’’, atau ‘’Daerah Otonomi Lalampa’’ kalau ada pembiaran terhadap kebrengsekan fitnah dan hasutan, terlebih kalau sasarannya adalah Bupati dan Pemkab; dan yang menjadi pelaku adalah institusi media.

Dengan demikian, benderanglah bahwa (setidaknya) di tiga tulisan itu, sumber saya sahih, institusi publik yang legal, bukan tukang fitnah dan penghasut. Soal apakah mereka bertujuan menjarah APBD Boltim atau ini juga fitnah dan hasutan yang lain, bukan urusan saya membuktikan.

Kedua, saya harus mengakui bahwa dugaan adanya tukang fitnah dan penghasut—tanpa mengaitkan dengan penjarahan APBD yang memang tidak saya ketahui persis—barangkali ada benarnya. Setiap hari ada saja kabar, informasi, kisikan, atau sekadar by the way yang saya terima tentang Bupati dan jajaran Pemkab di Boltim. Sekalipun sumbernya kredibel, kalau info itu tak dapat saya verifikasi, check, dan cross check, pasti tidak akan digunakan sebagai bahan tulisan.

Saya tahu, di kalangan orang Mongondow tidak sedikit yang menganggap saya sombong, tengil, keterlaluan, bahkan barangkali gila, karena suka mencari-cari masalah dengan para elit. Tetapi tentu saya tidak goblok mengkritisi dan mengkritik Bupati sekelas Eyang, yang bukan hanya politikus piawai, tokoh kuat di Bolmong Raya dan Sulut, tetapi juga sarjana hukum, dengan menggunakan sumber-sumber sembarangan. Memangnya enak dilaporkan ke Polres Bolmong karena mencermarkan atau menghina nama baik Bupati?

Saya menghormati dan menyayangi Sehan Landjar, sebagai Bupati dan seorang kawan. Karenanya, demi mengingatkan dia, tidak ada salahnya saya mengungkap beberapa informasi yang patut diduga sekadar fitnah dan hasutan. Pengungkapan ini penting mengingatkan Bupati dan jajaran Pemkab Boltim agar waspada dan bila perlu menelusuri dan menyeret para tukang fitnah dan penghasut itu ke depan hukum.

Demi kenyamanan saya, terlebih dahulu di-disclosure, bahwa pengungkapan ini tanpa maksud meneruskan dugaan fitnah dan hasutan; tidak pula demi menghina Bupati Boltim; serta tidak dapat digunakan—apalagi saya diminta menjadi saksi di depan hukum—sebagai dasar gugatan terhadap pihak lain. Apa yang saya sampaikan adalah bukti tidak ada niat jahat dan bahwa benar ada lalu-lalang isu di di tengah masyarakat Boltim, yang sesungguhnya bagi saya pribadi adalah informasi yang hanya cukup didengar, dibaca, dan ditertawai.

Informasi yang patut diduga sebagai fitnah dan hasutan itu, misalnya, menyebutkan sekarang ini pidato Eyang di acara apapun hanya disambut dingin. Indikatornya, cuma sedikit warga yang hadir yang bertepuk-tangan. Komentar saya, tentu saja sedikit yang bertepuk-tangan karena sebagian besar masih terpukau kedasyatan retorika dan kandungan pidatonya.

Atau, kabar bahwa Eyang gemar marah-marah di apel PNS, mengancam-ngancam Kades, bahkan memerintahkan pemecatan Kadus semata karena status di facebook yang dianggap menyindir dia, tentu adalah informasi yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Cuma fitnah dan hasutan keji. Siapa yang percaya Bupati dengan kualitas seperti Eyang bertingkah demikian tidak patutnya? Memangnya dia rela menurunkan derajat menyandarkan kebijakannya hanya karena provokasi status facebook?

Pun, mana boleh saya mempercayai fitnah dan hasutan, bahwa Eyang dan keluarganya memperlakukan APBD Boltim seperti milik mereka sendiri yang diatur lewat ‘’bagi hasil’’. Artinya, pemenang tender adalah kontraktor yang bukan menyetor fee pada Bupati atau keluarganya, tetapi menempuh langkah ‘’syariah’’ dengan bagi hasil.

Sama dengan mengatakan bahwa ada jalan perkebunan di Tombolikat yang pembangunan mangkrak tetapi sudah dinyatakan 100% selesai, demikian pula dengan terkatung-katung dan mubazirnya Pasar Pondabo. Saya berkeyakinan jalan yang dimaksud itu memang selesai 100% dan Pasar Pondabo sudah memberikan kemaslahatan pada masyarakat penggunanya. Fitnah dan hasutan keji harus jadi musuh bersama, sebab kekejamannya lebih berbahaya dari pembunuhan.

Saya juga menampik fitnah dan hasutan, bahwa anak tertua Eyang gemar memanfaatkan kekuasan ayahnya dengan mengangkangi proyek-proyek di Boltim, misalnya sekadar tender pengadaan generator yang nilainya cuma Rp 70 juta atau menguasai lapak pedagang kecil di Pasar Kotabunan.

Demi kehormatan Bupati—dan keluarga—serta Pemkab Boltim, ulah bakhil para tukang fitnah dan penghasut itu harus dibungkam. Tentu lain soal kalau informasinya memang mengandung kebenaran.

Dan ketiga, terkait dengan poin kedua, urusan fitnah dan hasut, terakhir saya diprovokasi bahwa Bupati Boltim tersinggung dengan tulisan Kebijakan T*# Sapi di Pemkab Boltim, karena tidak terima disebut ‘’t#* sapi’’. Para terduga tukang fitnah dan penghasut menyampaikan ke saya, Bupati sudah menyiapkan tulisan yang bakal dimuat di salah satu media terbitan Manado, tetapi urung karena dianggap sangat keras dan menyinggung saya.

Pembaca, sedikit saja pelurusan dari saya. Yang saya sebut ‘’t#* sapi’’ adalah kebijakan, bukan siapa yang mengambil kebijakan. Itu sebabnya, saya tidak percaya dan menganggap kabar Bupati Boltim tersinggung karena merasa disebut ‘’t#* sapi’’ adalah fitnah dan hasutan pula. Lagipula, kalau sampai ada kritik yang sangat keras terhadap saya, apa yang salah? Tetapi, mohon dicatat sebaik-baiknya, saya bukan pejabat publik, tokoh, atau orang penting yang harus bertanggung jawab pada umum. Sebaliknya, Bupati adalah jabatan publik yang memang harus dan wajib dikritisi.

Selebihnya, saya sungguh-sungguh prihatin dengan Kabupaten Boltim, Bupati dan orang-orang di sekitarnya, serta jajaran Pemkab, yang menjadi bulan-bulanan fitnah dan hasutan itu. Apalagi kalau sampai fitnah dan hasut berdampak pada APBD. Saya menyarankan Eyang mengungkap siapa pelaku, latar belakang, dan motif fitnah dan hasutan terutama terhadap dia, lalu mengambil langkah hukum tanpa kompromi.

Saya mendukung sepenuh hati agar Eyang membuktikan dia bukan Bupati kelas onde-onde, apalagi kerupuk.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

APBD: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; BBM: BlackBerry Messenger; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Kades: Kepala Desa; Kadus: Kepala Dusun; Pemkab: Pemerintah Kabupaten; Pilpres: Pemilihan Presiden (dan Wakil Presiden); dan PNS: Pegawai Negeri Sipil.