Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, April 22, 2011

MK akan Menangkan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk dan KPU Bolmong

BANYAK yang lucu selama sidang gugatan Pilkada Bolmong berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan karena kesaksian beberapa saksi dari para penggugat yang justru melemahkan gugatan yang diajukan; melainkan berbagai analisis dan spekulasi yang beredar di Bolmong, yang seolah-olah MK sudah menjatuhkan putusan.

Santernya kampanye itu, yang mengatakan MK memenangan gugatan pasangan Didi Moha-Norma Makalalag dan Suharjo Makalalag-Hasna Mokodompit, bahkan mempengaruhi beberapa saksi yang sejak satu hari setelah sidang terakhir (Selasa, 19 April 2011) sudah kembali ke Bolmong. Saking bingungnya, salah satu saksi dari tergugat, Salhi Mokodongan-Yani Tuuk, menelepon beberapa orang di Jakarta dan menanyakan kebenaran beritanya.

Salah seorang yang ditelepon, yang tahu persis duduk-soalnya (bahkan masih berada di kantor pengacara yang membela Salihi Mokodongan-Yani Tuuk), tak kalah bingungnya. Setelah sadar musababnya, sambil terbahak dia menjawab, ‘’Selain duduk sebagai saksi, Anda kan mengikuti seluruh proses sidang secara langsung. Anda tahu fakta-fakta yang terungkap di dalam sidang dan bisa menyimpulkan sendiri.’’

Yang saya dengar, sama seperti beberapa orang yang mengontak saya untuk menanyakan hal sama, si penelepon hanya bisa mengerutu jengkel. ‘’So talalu memang ini mulu-mulu di Mongondow. Biar nyanda butul, dorang bekeng rupa butul jo.’’

Pembaca, fakta di persidangan sebagian besar sudah saya tulis di blog ini. Bahwa dari saksi-saksi dan bukti yang diajukan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk untuk gugatan Didi Moha-Norma Makalalag dan oleh KPU Bolmong untuk gugatan Suharjo Makalalag-Hasna Mokodompit; dari perspektif yang awam hukum pun, sangat meyakinkan membatahkan gugatan yang diajukan. Kesaksian beberapa saksi yang dianggap otoritatif membuktikan semua ijazah Salihi Mokodongan abal-abal dan tak sah bukan hanya dipatahkan bukti yang dimiliki tergugat; tapi juga didukung saksi-saksi yang bahkan berkedudukan dan berwenang lebih tinggi. Termasuk dari aparat kepolisian yang sudah melakukan penyelidikan.

Bukti-bukti tertulis yang juga diterima MK tidak ada yang baru dan signifikan. Didi Moha-Norma Makalalag, hingga Rabu (20 April 2011) misalnya, hanya memasukkan bukti-bukti antaranya keputusan-keputusan KPU Bolmong terkait penetapan calon peserta Pilkada; berita acara perhitungan suara di TPS 3 Motabang (di mana  pemilih di DPT sejumlah 460 orang, sedang yang memilih 468 orang karena ada 8 orang yang  menggunakan KTP) yang diduga diwarnai kecurangan; surat pernyataan Raula Sugeha dan Lukman Lobud; serta surat pernyataan Devi Rumondor bahwa KPU Bolmong tak pernah melakukan verifikasi langsung soal keabsahan ijazah Salihi Mokodongan.

Pasangan penggugat itu juga memasukkan surat pernyataan Ulfa Paputungan bahwa Surat Keterangan Pengganti Ijazah Salihi Mokodongan tidak sah; tanda terima laporan pengaduan Roni Mokoginta ke KPU Bolmong bahwa ijazah Paket C Salihi Mokodongan palsu; laporan Widi Mokoginta ke Bareskrim; surat pernyataan Napi mamonto bahwa telah menerima Rp 100 ribu dari Bekang Damopolii, serta video rekaman Salihi Mokodongan dan istri sedang membagi-bagi duit di Desa Babo dan Desa Cempaka.

Itu saja bukti-bukti tertulis dan rekaman yang dikantongi MK dari pasangan Didi Moha-Norma Makalalag. Di antara semua itu, bukti mana yang tidak berhasil dimentahkan dengan meyakinkan oleh bukti dan kesaksian dari pihak Salihi Mokodongan-Yani Tuuk? Tergugat bahkan bisa membuktikan sebaliknya, pasangan Didi Moha-Norma Makalalag-lah yang mempraktekkan politik uang di Pilkada Bolmong.

Pembaca, Anda berhak curiga jangan-jangan yang dituliskan di sini sudah dikreasi hingga hanya menguntungkan pasangan tertentu, karena saya memihak Salihi Mokodongan-Yani Tuuk (saya secara terbuka menyatakan mendukung pasangan ini sejak tahu akan ada gugatan dari calon Bupati-Wabup yang kalah). Kalau begitu, silahkan dibandingkan apa yang saya papar dengan risalah sidang yang bisa diunduh di situs MK (http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/).

Setengah Kebenaran

Kabar yang sengaja dihembuskan di Mongondow, bahwa gugatan sengketa Pilkada Bolmong dimenangkan para penggugat dan karenanya Pilkada bakal diulang dengan menyertakan Suharjo Makalalag-Hasna Mokodompit; serta menganulir Salihi Mokodongan karena ijazahnya abal-abal, bisa saya pastikan cuma mulu-mulu tak bertanggungjawab.

Mulu-mulu itu turut dikipasi beberapa media massa (termasuk situs berita), yang terus-menerus sengaja menyajikan liputan yang secara telanjang memihak penggugat. Saya tidak mengatakan apa yang ditulis tidak benar; melainkan yang disajikan hanyalah setengah kebenaran dari apa yang terjadi selama persidangan berlangsung. Setengah kebenaran tentulah tak beda dengan setengah kebohongan.

Menyampaikan cuma setengah kebenaran tampaknya sudah menjadi praktek politik yang dilembagakan sejumlah orang di Mongondow. Ini pula yang menjerumuskan beberapa kandidat Bupati-Wabup di Pilkada Bolmong, hingga mereka terlampau yakin dengan prediksi bakal memetik kemenangan. Saya kira masyarakat Bolmong khususnya sudah belajar, bagaimana selama hampir dua pekan menjelang hari H Pilkada, mereka dicecoki keyakinan tim pemenangan dua pasang Bupati-Wabup (didukung data yang tampaknya sempurna karena diperoleh dengan pendekatan ilmiah) yang mengklaim kandidatnya bakal terpilih dengan angka di atas 39 persen.

Fenomena sama saya lihat dari upaya membangun persepsi masyarakat bahwa gugatan Didi Moha-Norma Makalalag dan Suharjo Makalalag-Hasna Mokodompit pasti dimenangkan MK. Ada pun pembacaan putusannya, yang diperkirakan Selasa (26 April 2011), adalah konfirmasi yang mengabsahkan persepsi itu.

Dari fakta-fakta persidangan dan bukti kedua penggugat, saya yakin Majelis Hakim MK Yang Terhormat akan menolak gugatan mereka. MK akan mengeluarkan putusan yang menyatakan ijazah Salihi Mokodongan sah sebagai dasar keikut-sertaannya di Pilkada Bolmong; bahwa politik uang yang dituduhkan tidaklah benar. MK juga akan menolak gugatan Suharjo Makalalag-hasna Mokodompit dengan dasar jumlah dukungan terhadap keikut-sertaan mereka memang gagal mencapai angka minimal.

Terhadap mulu-mulu dan berbagai spekulasi yang kini ditiupkan di Mongondow, saya kira kita pahami saja. Ada cukup banyak orang yang sulit menerima kekalahan. Satu-satunya hiburan yang paling mungkin kita berikan untuk jenis orang seperti itu adalah merelakan mereka berharap besok pagi, saat terbangun, dunia tiba-tiba berubah dan dialah yang keluar sebagai pemenang.***