LARANGAN itu dipertegas di Pasal 6, bahwa, ‘’Setiap orang dilarang
memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk
pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi
kewenangan oleh peraturan perundang-undangan’’; Pasal 7, yaitu, ‘’Setiap orang
dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4’’; dan Pasal 9, ‘’Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek
atau model yang mengandung muatan pornografi.’’
Bagaimana dengan
konsumen Radar Bolmong yang belum
berusia 18 tahun, yang sesuai UU No 44/2008 masih digolongkan anak-anak? Pasal
15 UU ini mencantumkan, ‘’Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari
pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.’’
Sebab koran ini adalah media yang didistribusi bebas, pose-pose cabul dan
asusila itu juga dengan mudah jatuh ke tangan anak-anak.
Atas
pelanggaran-pelanggaran larangan itu, proses hukum terhadap media yang secara
sengaja tidak mematuhi UU Tentang Pers dan KEJ, mengacu pada Pasal 23 UU
Tentang Pornografi, bahwa, ‘’Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini.’’ Bukti-bukti yang diajukan, menurut Pasal 24 adalah, ‘’Di
samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi
tidak terbatas pada: a. barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk
cetakan atau bukan cetakan,
baik elektronik, optik, maupun bentuk penyimpanan
data lainnya; dan b. data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran
komunikasi lainnya.’’
Ancaman hukuman
apa yang menunggu Radar Bolmong dan
jajaran pengelolanya? Pasal 29 UU No 44/2008 mencantumkan, ‘’Setiap orang yang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).’’
Karena
pelanggaran yang dilakukan bukan hanya ‘’menggandakan, menyebar-luaskan, dan
menyiarkan’’, koran ini dan para pengelolanya juga diancam hukuman sesuai Pasal
32, yakni, ‘’Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan,
memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)’’ serta Pasal 35, yaitu ‘’Setiap
orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung
muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).’’
Sebagai
penegasan, UU Tentang Pornografi di Pasal 39 secara khusus menyebutkan, ‘’Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.’’
Tidak hanya
sampai di situ. Sesuai UU Tentang Pers, Radar
Bolmong bukan hanya lembaga penyiaran publik, tetapi juga institusi bisnis
dan karenanya dia juga masuk cakupan yang diatur di tujuh ayat Pasal 40 UU No
44/2008, yang menyebutkan, Ayat (1), ‘’Dalam hal tindak pidana pornografi
dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana
dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.’’ Ayat (2), ‘’Tindak
pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri
maupun bersama-sama’’ Ayat (3), ‘’Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap
suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.’’
Kemudian Ayat (4),
‘’Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diwakili oleh orang lain.’’ Ayat (5), ‘’Hakim dapat memerintahkan pengurus
korporasi supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat
pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang
pengadilan.’’ Ayat (6), ‘’Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap
korporasi, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut
disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus
berkantor.’’ Dan Ayat (7), ‘’Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan
pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan
3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.’’
Ancaman pasal 40
itu masih dilengkapi dengan Pasal 41 yang berbunyi, ‘’Selain pidana pokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana
tambahan berupa:
a. pembekuan izin usaha;
b. pencabutan izin usaha; c.
perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan d. pencabutan status badan hukum.’’
Di hadapan
penyidik yang kompeten di Polres Bolmong atau Polda Sulut, bila diproses dengan
UU No 44/2008, Radar Bolmong dan
pengelolanya pasti tak dapat mengelak
dari ancaman hukuman yang bahkan dapat menamatkan riwayat perusahaan yang
menerbitkan koran ini. Penyidik pun tidak akan sulit menggali lebih dalam untuk
membuktikan bahwa dengan kewajiban cash
in lewat praktek jual-beli tulisan dan berita berbentuk ‘’bbi’’, ‘’bbl’’,
dan advertorial, media ini bukan lagi
lembaga publik. Bahwa mereka tidak pantas dan layak berlindungan di bawah UU No
40/1999 Tentang Pers dan KEJ.
Akankah polisi dengan
serius mengusut skandal di atas skandal yang menurut Pasal 39 UU No 44/2008
adalah kejahatan (dan karenanya tidak perlu menunggu sesiapa pun melaporkan
kasunya)? Walau tidak terlalu optimis, mengingat yang dihadapi adalah bagian
dari grup penerbitan besar di Indonesia (Radar Bolmong adalah anggota keluarga
Grup M; dan Grup MP adalah anak Grup JP), saya masih berharap aparat berwenang
menyeriusi ‘’hantu belau’’ pornografi sama tak dapat ditawarnya dengan kasus
Narkoba. Kalau tidak, tinggal menunggu waktu kita (dan anak-anak kita)
ternganga-nganga membuka koran di pagi hari dan melihat adegan senggama
dipampang sebagai foto utama.
Bagi mereka yang
isi kepalanya melulu mesum, cabul, dan asusila, boleh jadi media seperti itulah
yang dirindu-rindui. Tapi tidak untuk masyarakat beradab seperti Indonesia.
Bahkan tidak pula di tengah masyarakat yang ultra liberal, yang tetap saja
membungkus media untuk orang dewasa dan meletakkan di jajaran pajang tertinggi,
agar jauh dari jangkauan mereka yang bukan menjadi target konsumen.***
Singkatan dan Istilah yang Digunakan:
bbi: Berita Berbayar Iklan; bbk:
Berita Berbayar Koran; JP: Jawa Pos;
KEJ: Kode Etik Jurnalistik; MP: Manado Post; Narkoba: Narkotika dan Obat-obat Terlarang; dan UU: Undang-undang.