PERTANGGUNGJAWABAN
saya terhadap tuduhan Korlip MP adalah. Pertama,
di mana haramnya kalau kritik dan kritisasi saya terhadap Radar Bolmong akan berlanjut ke grup MP hingga JP? Lihat UU dan
KEJ, Anda pasti paham itu merupakan hak saya sebagai warga bangsa dan negara
ini. Kalau Radar Bolmong hanya menerapkan
kebijakan grup MP, kemudian grup MP cuma mematuhi praktek jurnalistik bengkok atas
instruksi JP, apa salahnya kalau kemudian disimpulkan dari puncak hingga yang
terbawa kelompok bisnis media ini memang bedebah?
Kedua, tepat
sekali bila blog ini memang mengumbar
kejanggalan Pemred serta kebijakan dan praktek keredaksian di Radar Bolmong. Di mana salahnya?
Analisis apa yang dianggap keliru dari yang sejauh ini saya paparkan?
Ketiga, bila praktek
jurnalistik Radar Bolmong adalah
strategi pasar yang diadopsi dari Grup MP dan dianggap dilindungi UU No 4/1999
dan KEJ, Anda sudah kehilangan kewarasan. Bila perampokan dan pemerasan adalah
strategi, boleh jadi pembunuhan Anda definisikan sebagai perbuatan baik.
Saya bahkan belum merujuk pada aspek-aspek yang lebih
mendalam dari praktek kewartaan berstandar tinggi, misalnya sembilan elemen
jurnalistik yang diformulasi Tom Rosenstiel dan Bill Kovach (The Elements of Journalism: What Newspeople
Should Know and the Public Should Expect, 2001). Bila diuji dengan sembilan
elemen ini (yang diakui dunia sebagai salah satu panduan terbaik jurnalisme
profesional), strategi pasar dengan menjadikan isi koran ber-Tuhan pada
‘’bbi’’, ‘’bbk’’, atau advertorial,
adalah tai kucing yang dipungut dari tong sampah.
Keempat,
tulisan-tulisan saya di blog ini
adalah pembantaian? Mengherankan betul bila demikian adanya dan Radar Bolmong, sang ‘’No. 1 di Bolmong
Raya’’ tidak melakukan perlawanan sama sekali dengan cara terbuka. Kemana
kekuatan media yang diagung-agungkan ampuh mempengaruhi publik? Siarkan saja,
dengan cara berimbang, memenuhi kaidah jurnalistik, dan kita buktikan apakah
saya yang benar atau Radar Bolmong yang
lancung. Begitu saja kok repot. Kalau
saya salah, selain berkonsekwensi pidana, juga akan menanggung sanksi pariah
secara sosial.
Dan kelima, tulisan-tulisan
saya kehilangan fairness, logika,
menghasut, dan mencari pembenaran dari sekutu dan ‘’Brutus-Brutus’’. Ini tentu
ekspresi kepanikan Anda, Bapak Korlip. Ibarat pencopet yang tertangkap tangan,
Anda lalu menuding orang banyak tidak beradab karena menghalangi hak orang
mencari makan. Akan halnya menghasut, mencari pembenaran dari sekutu dan
‘’Brutus-Brutus’’, saya keberatan dengan tuduhan penghasut. Tolong dengan
serius tuduhan yang disebar ini dibuktikan. Kalau tidak, makluk-makluk yang
siap berserabutan dari Pendora’s Box yang Anda ungkap sendiri, akan saya giring
jadi Vampir haus darah.
Demikian pula penilaian Idham Malewa bahwa saya mencari pembenaran
dari sekutu dan ‘’Brutus-Brutus’’ yang keluar konteks dan tidak relevan.
Menurut definisi Anda, apa sebutan untuk pembela Pemred Radar Bolmong serta kebijakan redaksi yang dia jalankan? Sama
dengan insinuasi ‘’Brutus-Brutus’’, seolah-olah Idham Malewa bukanlah pewarta
yang bekerja di media yang ditebari ‘’kata sumber yang tidak mau disebutkan
namanya’’, bahkan sekadar berita berisi keluhan rusaknya pedestarian di Kota
Manado. Nara sumber, bagi saya maupun Idham Malewa yang masih menyandang profesi
jurnalis, sepanjang dia kredibel, informasinya dapat dipercaya dan teruji,
adalah mereka yang patut dihormati karena memilih mengedepankan hati nurani,
kendati itu menuntut risiko dan berkonsekwensi tertentu.
Jadi, ketimbang turut memperkeruh situasi dan terpeleset
membuka lebih banyak aib institusi dan orang-perorangnya, menurut hemat saya,
kalau Radar Bolmong atau grup media
yang menaunginya keberatan terhadap kritik dan kritisasi saya, mari kita buka debat
yang dapat diikuti, dicermati, dan dinilai publik. Kita uji dengan benar mana
yang lurus dan bengkok; yang logis dan lancung; yang logis dan irasional; yang
etis dan tak beradab; dan yang terpenting: apa dan bagaimana hak dan kewajiban
media serta hak dan kewajiban publik.
Idham Malewa, penghaburan-hamburan tuduhan dan kekalapan di
ranah publik seperti yang Anda lakukan tak berbeda dengan menyediakan tumpangan
tercepat agar (seperti kata iklan air mineral) ‘‘sumber air su dekat’’. Rupanya Anda tak sabar dan mendorong saya
segera mencolok tokoh-tokoh di jajaran yang lebih tinggi dari Budi Siswanto?
Tunggulah, bukankah nanti ‘’semua akan indah pada waktu’’.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
JP: Jawa Pos; KEJ: Kode Etik Jurnalistik; Korlip: Koordinator Liputan; MP: Manado Post; Pemred: Pemimpin Redaksi; dan UU:
Undang-undang.