KALI ini saya
menulis untuk mengejek, menyepelekan, dan sengaja mencari gara-gara. Yang
merasa keberatan, terutama karena namanya terang-terangan disebutkan, boleh
kita sama-sama ke kantor Polres Bolmong karena pencemaran nama baik,
penghinaan, atau pasal apapun yang berkaitan dengan tindak pidana.
Dua artikel di blog
ini, ‘’Storit’’, Storis’’, dan Sebagainya
dan Berita Marka, Kutipan Pembatas,
Ternyata Rambu Lalu Lintas yang diunggah Rabu, 2 Oktober 2013, mengundang
murka Pemred Radar Bolmong, Budi
Siswanto. Saya mengetahui kemarahan tak terperih itu dari sejumlah bukti,
termasuk pemelesetan nama keluarga saya dari ‘’Ginano’’ menjadi ‘’Gilano’’.
Sebagai tukang kritik yang suka main-main (orang Mongondow
menyebut tonte’ek atau loleke) saya dapat menerima reaksi
apapun sepanjang tidak menyentuh sesuatu yang tak bisa ditawar: harga diri,
ayah-ibu, anak-istri, saudara-saudara kandung, kerabat di lingkaran terdekat, dan nama baik keluarga.
Perilaku, tulisan, dan ucapan saya adalah tanggungjawab pribadi yang konsekwensinya akan dihadapi tanpa mundur selangkah pun.
Budi Siwanto, Anda melewati batas prinsipil itu.
Ginano adalah nama kakek buyut saya, Ginano Mokoagow, yang penuh takzim
disematkan sebagai nama keluarga karena penghormatan yang tinggi terhadap dia.
Memelesetkan menjadi Gilano adalah penghinaan yang sukar dimaafkan. Di Tanah
Mongondow, di mana keserampangan saya adalah anomali dari kesantunan yang berbahaya, mereka
(keluarga besar kami yang berserak di seantero wilayah BMR) yang diam dan penuh
senyum harus sungguh-sungguh Anda waspadai.
Pembaca, akibat dua tulisan yang mengkritisi pemberitaan medianya, di hadapan majelis wartawan Radar Bolmong, Budi Siswanto menyemburkan ketidak-sukaannya dengan
mencela ‘’cool storage’’ yang saya koreksi di tulisan ‘’Storit’’, Storis’’, dan Sebagainya. Menurut dia, yang benar
adalah cold storage, bukan cool storage. Koreksi ini tepat kalau
yang dimaksud adalah ‘’ruangan pendingin’’ (skala besar) yang biasanya
digunakan menyimpan bahan makanan atau segala sesuatu yang perlu diawetkan di
suhu rendah tertentu. Akan halnya cool
storage adalah wahana yang umumnya berukuran kecil dan familiar dikenal
sebagai ‘’cool storage boxes’’.
Apakah bahan makanan atau segala sesuatu yang perlu
diawetkan itu yang dimaksud wartawan Radar
Bolmong ketika menulis berita Pentingnya Cool Storit (halaman Boltim, Selasa, 1 Oktober 2013)? Karena
beritanya tak berujung-tak berpangkal (sebab itu Pemrednya semestinya pantas gantung
diri karena tidak kompeten mengawasi news room), saya tidak berani menebak-nebak. Toh ’’cool’’ berarti ’’dingin’’ atau ‘’sejuk’’ (adjective) dan ‘’mendinginkan’’ atau ‘’menyejukkan’’ (verba), demikian pula dengan ‘’cold’’
yang berarti ‘’dingin’’, ‘’sejuk’’, atau ‘’kedinginan’’ (adjective) dan ‘’kedinginan’’, ‘’pilek’’, atau ‘’selesma’’ (nomina).
Budi
Siswanto, ketika mengkritisi berita ‘’kepala di kaki, perut di punggung, dan
tangan di biji mata’’ yang ditulis koran yang Anda pimpin, saya mengiklaskan dan
memaafkan kata ‘’cool’’ yang masih bersambung-logika dengan ‘’cold’’. Tapi
tidak untuk ‘’storit’’ yang jelas dikarang-karang dari kamus bahasa penghuni
galaksi di luar Bima Sakti. Setidaknya saya hanya setengah mempermalukan
ketidak-becusan Anda sebagai Pemred yang meloloskan judul ‘’yang mungkin hanya
Anda sendiri yang paham’’ itu.
Tetapi
kalau mau dipermalukan 100 persen, yang ingin saya katakan: Tiga kesalahan
fatal dua hari berturut, ‘’cool storit’’, ‘’Student Idol’’, dan ‘’marka jalan
atau entah apa’’, lebih dari cukup jadi alasan media profesional dan kredibel
menyepak Pemred tumpulnya jauh-jauh dari layar dan keyboard komputer. Dan ingat, sebagai kompromi karena memang tidak
bermaksud mengolok-olok, saya menerjemahkan cool storage sebagai ‘’wahana/tempat penyimpanan berpendingin’’ demi mendekati logika yang dibangun judul tolol yang dicantumkan Radar Bolmong. Berpendingin dalam
konteks ‘’cool storage (boxes)’’ tidak pula berarti menggunakan mesin
pendingin.
Jadi, Budi Siswanto, bukan saya yang ‘’kj’’, melainkan Anda
yang masih kelas teri. Langit Anda belum mampu menjangkau dan membeda mana
kritik terukur yang bahkan tidak ditulis dengan serius dan olok-olok
menyelepekan seperti yang saya tulis ini. Di zaman saya memimpin media,
wartawan sekelas Anda pasti bakal dihukum jadi calon reporter selama setahun
penuh dan wajib menghapal isi kamus minimal 50 kata per hari. Itu pun di akhir
masa pendidikan dan percobaan Anda tidak akan pernah saya loloskan menyandang
sebutan wartawan. Profesi ini, yang selalu amat saya hormati dan cintai, haram
hukumnya ternoda oleh orang seperti Anda.
Nah, sekarang kita melangkah ke bagian tergurih dari serapah
Budi Siswanto yang dia tujukan ke saya. Dia menginstruksikan ‘’jangan layani
itu Katamsi Gilano’’ (saya mencatat dua kali sudah nama kakek buyut saya diperhinakan).
Ditegaskan pula untuk mem-black list’’; memutuskan link (tahulah kita seberapa pendek kemampuan bahasa Budi Siswanto
yang rupanya tak mengenal kata ‘’relationship’’ –tidak mengherankan dia gagap
dengan ‘’cool’’ dan ‘’cold’’) karena sekadar ber-SMS dengan saya dianggap
pembangkangan; dan jangan dibuka bila menerima SMS link Kronik Mongondow karena ‘’beking dapa lia banyak depe pembaca
jo....” (dua titik-titik saya tambahkan dari aslinya karena Budi Siswanto
tampaknya parah pula dalam tanda-tanda baca).
Budi Siswanto, Anda jenis jurnalis yang doyan dilayani, ya?
Jangan setarakan saya dengan Anda yang masih lapar pengakuan eksistensi. Saya
tidak butuh dilayani oleh siapapun. Wartawan Radar Bolmong bukan istri atau anak-anak saya yang boleh dituntut melayani
saya (itu pun sesekali dan disertai ‘’tolong’’ dan ‘’terima kasih’’) dengan
mengambil air minum atau menyodorkan kacamata, tidak lebih dan kurang.
Di-black list?
Apakah kehormatan saya bakal tercederai bila Radar Bolmong memasukkan saya di daftar terlarang sumber berita atau
penulis? Pernahkah saya meminta dijadikan nara sumber atau memohon agar tulisan
saya dipublikasi di Radar Bolmong? Apakah
pula ada kerugian material dan non material yang akan saya tanggung? Dengan
penuh hormat pada teman-teman di Radar
Bolmong (selain pomponu Budi
Siswanto), saya sudah punya panggung sendiri untuk memanjakan ego, hobi, dan
kecintaan pada tulis-menulis: blog
ini dan beberapa media lokal serta nasional yang setiap saat memberikan
keleluasaan saya mengekspresikan ide-ide dan pikiran.
Bagaimana dengan instruksi memutuskan relationship karena sekadar SMS adalah pembangkangan dan
membuka blog ini tergolong perbuatan
tercela? Meneer Budi Siswanto, boleh
dicatat: Anda ternyata tidak dianggap dan perintah itu dilepeh sembari
ditertawai sebagai kepanikan pemimpin yang tak bermutu. Sebab itu, dengan
rendah hati saya menyarankan: ‘’Ba sadia
jo kong capat-capat ba angka dari kursi Pemred sebelum ada wartawan pe fulungku
yang mendarat di pongo-pongo. Terakhir kita cek, satu-satunya yang masih suka
ngana pe diri, ternyata kurang ngana sandiri deng sasandiri.’’***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
BMR: Bolaang
Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang
Mongondow; kj: Kurang Jelas; Pemred: Pemimpin Redaksi; Polres:
Kepolisian Resort.