SEJAK mulai
mempertanyakan bengkak-bengkok Pemred, kebijakan, dan praktek jurnalistik di
redaksi Radar Bolmong, sedapat
mungkin saya menghindari persenggolan dengan raksasa media di Sulut, Grup MP.
Namun BC BBM Korlip Harian MP, Idham Malewa, yang diteruskan banyak pengguna BB
hingga tiba di tangan saya, secara langsung ‘’menantang’’ saya berhadapan
dengan kelompok penerbit induk Radar
Bolmong ini.
BC terakhir, yang ditajuki Meluruskan yang Sesat, Menjaga Diri dari Onanisme, yang diterima
Kamis, 10 Oktober 2013, saya simak hingga stop di bagian yang tidak relevan,
nukilan Al Qur’an, tepatnya Surat Al Hujurat, sebagai bagian dari argumen Idham
Malewa membela Pemred Radar Bolmong,
medianya, dan Grup MP. Saya menghentikan bacaan karena kuatir terpantik
berkomentar dan akhirnya isu jurnalisme dan prakteknya malah belok jadi debat tak
berkesudahan keberagamaan kita dan ujung-ujungnya memerlukan tengahan fatwa
MUI.
Tulisan Idham (BC yang saya terima menuliskan Idam Malewa)
dapat dikonklusi menjadi setidaknya enam isu utama, masing-masing: narasi
tulisan saya melayang dan fakta-faktanya sumir; simpulan saya berkaitan dengan Radar Bolmong dan induknya gegabah; saya
melupakan cover both side, check, dan cross check (Bapak Korlip, Anda juga abai pada re-check, balance, dan fairness); Grup MP tetap mengacu pada
UU dan KEJ; sikap saya terhadap kebijakan dan praktek jurnalistik di Radar Bolmong dipandu barisan sakit
hati; kebijakan dan praktek Pemred Radar
Bolmong adalah wujud moral obligation-nya;
dan tuntutan pembuktian korelasi antara perilaku Pemred Radar Bolmong dan fakta di lapangan.
Pembaca yang ingin tahu lebih detil tulisan Idham Malewa,
saya sarankan menghubungi yang bersangkutan di Kantor Harian MP. Saya tidak berkewajiban
mencantum selengkapnya karena tak pernah resmi menerima langsung dari sang penulis.
Demi masa lalu (sebagaimana pun riwayat hidup saya diwarnai
pengalaman di MP) dan memberi kehormatan pada ‘’pejabat’’ setingkat Korlip,
saya harus merespons Idham Malewa. Apalagi setelah saya renungkan masak-masak,
seorang Korlip adalah ‘’panglima’’ para wartawan yang menggerakkan mereka ke
lapangan menjalankan strategi dan taktik yang dirumuskan medianya ketika
menjaring berita atau (dalam konteks Grup MP) termasuk ‘’bbi’’, ‘’bbk’’, dan advertorial.
Maka saya terpaksa melawan tekad dan kehendak mengaminkan saja BC yang disebar Idham. Sekali pun begitu, respons ini belumlah
serius-serius amat. Saya hanya akan menggunakan pernyataan Bapak Korlip Harian
MP untuk melawan fakta-fakta dan bukti yang dia sanggah dari tulisan-tulisan
saya.
Pertama, benarkah
simpulan-simpulan dari sejumlah tulisan yang saya unggah di blog ini tentang Pemred (Budi Siswanto),
kebijakan, dan praktek jurnalistik di redaksi Radar Bolmong (dan nanti naik ke induk, lalu biangnya) gegabah.
Reaksi yang ditunjukkan Idham sebagai orang nomor tiga dan berkuasa penuh
terhadap pengerahan para pewarta di news
room, justru menunjukkan
kebalikannya. Baru satu guncangan kecil tanpa sengaja, Korlip Harian MP gregetan
bereaksi. Bagaimana kalau ‘’pohon media’’ ini saya tendang atau kampak? Barangkali
jin penunggunya, yang sedang leyeh, malas-malasan menikmati ruahan setoran cash in, bakal melonjak dan mengamuk tak
karuan.
Kedua, blog ini bukanlah lembaga berita yang
harus bertanggungjawab pada publik. Barangkali karena mendukung instruksi
Pemred Radar Bolmong agar
mengharamkan membuka Kronik Mongondow,
Korlip MP hanya menerima informasi ‘’burung-burung yang berkicau’’ lalu
menuntut tulisan-tulisan saya mesti mempraktekkan pra syarat, syarat, dan
seluruh elemen fundamental sebuah produk jurnalistik berkualitas prima.
Blog ini,
sebagaimana disclosure yang terpancak
di Beranda-nya, adalah ekspresi
pribadi yang tidak diikat UU No 40/1999 dan KEJ. Yang mengikat pendapat, ide,
pikiran, atau sekadar repetan yang saya tulis adalah UU ITE. Kalau pun saya mencoba
bersetia menggunakan sejumlah panduan dan standar jurnalistik dalam menulis
(lepas dari pengalaman sebagai mantan pewarta), itu perkara lain. Sikap ini adalah
kehati-hatian agar isi blog ini tidak
terjebak menjadi fitnah, gosip, duga-duga, bahkan insinuasi dan pencemaran nama
serta kehormatan pihak lain.
Beda dengan Harian MP, anak, cucu, dan cicitnya, yang mutlak
mesti mengindahkan cover both side, balance, check, re-check, cross check,
dan fairness ketika mempublikasi
tulisan atau berita. Apakah aspek-aspek itu terpenuhi tatkala dengan lantang
seorang Pemred menginstruksikan jajaran wartawannya ‘’mengerjai setang-setang
di DPR KK’’ agar mereka mengikat kontrak pemberitaan? Instruksi itu membuktikan
bahwa sejak dalam perencanaan Radar
Bolmong memang melepeh aspek-aspek, elemen-elemen paling dasar, dan etika
yang mengikat para jurnalis dan lembaga berita.
Fakta itu bukan hanya menunjukkan perilaku lancung dan sumir,
tetapi konfirmasi adanya kriminalitas dibungkus jurnalisme yang hanya pantas
dikomentari dengan satu kata: bedebah!
Ketiga, Grup MP
tetap mengacu pada UU No 40/1999 Tentang Pers dan KEJ dapat dipastikan cuma
imajinasi sejumlah jurnalisnya. Kalau Idham Malewa mengambil jeda sejenak,
menarik nafas panjang, menenangkan hati, membuka blog ini, lalu dengan pikiran terbuka menyimak seluruh tulisan
sejak ‘’Storit’’, ‘’Storis’’, dan
Sebagainya, dia akan sependapat klaim itu adalah omong kosong yang tidak
perlu.
Di dunia psikologi telah lama dipelajari bagaimana imajinasi
dan ilusi yang terus-menerus dipelihara dan dipupuk perlahan berubah jadi
persepsi dan diyakini sebagai fakta. Film animasi Rio (2011) yang bercerita tentang seekor macaw (sejenis burung yang banyak ditemui di hutan Amazon) bernama
Blu, dengan kocak menggambarkan bagaimana persepsi yang menjadi keyakinan
membuat seekor burung yang dibesarkan tanpa pernah lepas dari tangan
majikannya, percaya dia bukanlah makluk yang mampu menjelajahi angkasa.
Pendekatan psikologi yang lebih sederhana adalah sugesti.
Konon derajat sugesti hanya sedikit berada di bawah hipnotis (penjelasan
selebihnya dapat dikonsultasikan dengan Dr dr Taufik Pasiak yang ahli dalam
otak-atik otak, ketimbang saya yang berpotensi menyebabkan korsleting otak).
Sugesti ampuh dalam sejumlah kasus sederhana hingga rumit. Sakit yang
berdenyut-denyut hingga batang otak karena kuku kaki dicengkeram ‘’mata ikan’’
dapat sedikit diredakan dengan tidak memikirkan borok sialan itu. Ini sugesti
yang masih masuk diakal. Tidak untuk sugesti bahwa beban cash in adalah wujud kerja keras dan praktek keredaksian media yang
melawan kaidah-kaidah jurnalistik sebagai cara menghadapi tantangan jurnalisme
modern.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
BB: BlackBerry; bbi: Berita Berbayar Iklan; bbk: Berita Berbayar Koran; BBM: BlackBerry Messenger; BC: Broadcast; Korlip: Koordinator Liputan; ITE:
Informasi dan Transaksi elektronik; MP:
Manado Post; MUI: Majelis Ulama
Indonesia; Pemred: Pemimpin Redaksi;
PR: Pekerjaan Rumah; dan Sulut: Sulawesi Utara.