MAJELIS Sidang
DKPP, Selasa, 1 Oktober 2013, memutus perkara yang diajukan PAN melawan KPU KK.
Gugatan yang dilayangkan berkenaan dengan lolosnya mantan Walikota KK, DjM, di
DCT Pemilu 2014, oleh majelis dinyatakan ditolak. Menurut DKPP, manipulasi dan
pemalsuan dokumen pen-Caleg-an DjM yang menjadi substansi aduan PAN, bukanlah
ranah penilaian dari pengadu.
Sama sekali tak ada yang mengejutkan dari putusan tersebut. Di
tulisan Tokek Memang-Kalah PAN KK
(Rabu, 25 September 2013), saya sudah mengemukakan mengapa KPU KK berpotensi
memenangkan gugatan itu. Alasan utama yang saja ajukan, di jagad manapun
penggunaan pijakan, pendekatan, dan argumen yang keliru selalu berakhir dengan
hasil yang sama. Ada atau tidak manipulasi dan pemalsuan dokumen pen-Caleg-an
DjM memang bukanlah wilayah yang berhak dinilai oleh PAN KK.
Di lain pihak, KPU KK (yang merupakan perpanjangan tangan
KPU Pusat sebagai penyelenggara Pemilu) bertanggungjawab memastikan setiap
peserta Pemilu (Parpol, politikus, dan perseorang untuk DPD) memenuhi
persyaratan administratif. Tetapi KPU bukanlah lembaga yang mengeluarkan
dokumen yang menjadi syarat administratif itu. Karenanya, sangat tidak tepat
dan berlebihan menimpakan dugaan lembaga ini melakukan manipulasi dan pemalsuan
sesuatu yang berada di luar jangkauan wewenang mereka.
Itu sebabnya, baik di blog
ini, maupun di beberapa kesempatan berkomunikasi via telepon dan pertemuan
langsung dengan sejumlah kader PAN KK, saya berulang kali menyarankan dua hal: Pertama, berkaitan dengan
dokumen-dokumen pengunduran diri DjM sebagai Walikota, yang menjadi syarat
paling vital pen-Caleg-annya, lebih khususnya surat keterangan dari Ketua DPR
KK, dibuktikan dimanipulasi atau tidak dengan melaporkan sebagai tindak pidana
ke kepolisian. Dan kedua, KPU KK
dapat digugat melanggar etika sesuai tugas dan wewenang administrasi yang
diembannya, karena lalai melakukan verifikasi berkaitan dengan jangka waktu diprosesnya
dokumen pengunduran diri DjM. Lepas dari dokumen tersebut dimanipulasi atau
tidak.
Artinya, bila langkah pertama tidak dilakukan, gugatan PAN
KK cukup didasarkan pada Pasal 3, Ayat
1, Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2013, tertanggal 1 Maret 2013, Tentang
Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, dan Pegawai
Negeri yang Akan Menjadi Bakal Calon Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, Serta Pejabat Negara Dalam Kampanye Pemilu. Bunyinya:
‘’Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disampaikan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
batas akhir pengajuan bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota.’’
Bukti-bukti yang
ada di tangan PAN KK tak terbantahkan, terutama dokumen yang berasal dari
Sekretariat DPR, bahwa surat pengunduran diri DjM diterima hanya beberapa hari
sebelum batas akhir pengajuan bakal calon anggota legislatif dan DPD sesuai
amanat Pasal 3, Ayat 1, PP No 18 Tahun 2013. Yang saya sesalkan, barangkali
karena terlampau banyak orang pintar yang berhimpun dan berada di lingkaran
dekat partai ini, pijakan, pendekatan, dan argumen yang saya sampaikan dianggap
kurang ‘’nendang’’. Perlu alasan yang lebih kompleks, tampak pintar, dan
jelimet, agar kasusnya membawa dampak signifikan.
Berumit-rumit dan penuh teori konspirasi yang menjadi ciri
khas politikus dan praktek politik praktis di Indonesia, diimani dengan
sempurna oleh jajaran PAN KK. Apalagi mereka tengah sangat percaya diri setelah
pasangan TB-Jainudin Damopolii (JD) yang diusung di Pilwako, menang telak
terhadap petahana, DjM, yang berpasangan dengan Rustam Simbala (RS).
Penyakit lain yang dengan segera menulari pengurus, anggota,
simpatisan, bahkan para penasehat politik PAN adalah senang, takjub, dan
percaya hanya pada pendapat dan suaranya sendiri. Wabah ini disempurnakan
dengan kemalasan (atau justru keengganan) mereka membaca, terutama menyimak
undang-undang dan turunannya; strategi dan taktik politik yang terbukti mumpuni
–seserhana apapun itu--; serta kekayaan pengetahuan lain yang mendukung
keandalan sepak-terjang Parpol dan para politisi.
Melihat gejala-gejala degradatif itulah hingga saya
mengingatkan, sebagaimana kata peribahasa (yang juga saya nukil ketika
mengingatkan Ketua DPR KK), jangan sampai gugatan masuknya nama DjM di DCT
Pemilu 2014 disusun dengan ‘’berhakim pada beruk’’. Saya tahu siapa ‘’beruk’’
yang dijadikan rujukan, sebab yang bersangkutan dengan jumawa bersafari ke
arena-arena kongkow di Kotamobagu dan
tanpa segan mengumumkan aneka sesumbar. Di antara banyak ‘’omong besar’’ yang
terlanjur dia semburkan, adalah keyakinan gugatan ke DKPP bukan hanya menyebabkan
DjM dicoret dari DCT, tapi bahkan Ketua dan anggota KPU KK juga bakal terpental
dari jabatannya.
Apa boleh buat, sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian
tidak berguna. Nasi telah menjadi bubur bagi PAN KK. Mereka gagal
menyempurnakan kemenangan di Pilwako, Juni 2013 lalu. Tercatatnya DjM sebagai
Caleg membuka peluang dia terpilih dengan perolehan suara maksimal dan akhirnya
duduk sebagai Ketua DPR KK 2014-2019. Bila skenario ini terwujud, dinamika
politik KK enam tahun ke depan bakal lebih banyak dipikuki rivalitas politik
laten yang telah mendarah daging hingga ke sumsum antara Walikota TB (serta
para pendukungnya) dan (calon) Ketua DPR DjM (bersama penyokong-penyokongnya).
Yang menguatirkan, skenario yang sangat mungkin terjadi itu dipastikan
bakal berdampak tidak hanya pada naik-turunnya suhu politik, tetapi juga
stabilitas pemerintahan dan proses pembangunan di KK. Dengan berada di dalam
lembaga legislatif, yang berkuasa mengontrol jalannya pemeritahan, dengan
kepiawaian politiknya DjM pasti bakal sangat memeningkan kepala TB-JD.
Bukan tak ada jalan agar mimpi buruk jajaran PAN dan TB-JD
gugur. Yang harus mereka lakukan, pertama,
melaporkan ke pihak kepolisian adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen
negara, yang berkaitan dengan pengunduran diri DjM sebagai Walikota. Langkah
ini, suka atau tidak, menyeret pula Ketua DPR KK, Rustam Siahaan. Dan kedua, PAN KK mengerahkan seluruh sumber
dayanya di Kotamobagu Barat hingga DjM tidak terpilih sebagai anggota DPR KK.
Di luar dua langkah ini, silahkan jajaran PAN KK, lebih khusus lagi ‘’beruk
yang dirujuk sebagai hakim’’, saling membagikan tissue untuk mengeringan
keringat dingin yang mendadak mengucur seusai menerima kabar putusan DKPP.
Dan kepada DjM, kali ini saya sungguh-sungguh mengacungkan
dua jempol. Walau kepastian pen-Caleg-an Anda semata karena kebodohan para
penggugat di DKPP, saya harus mengakui tak banyak politikus di Mongondow yang
setangguh akar kelapa. Kabar baiknya, bila kita masih sama-sama diberi umur
panjang, setelah Pemilu 2014 dan Anda terpilih sebagai anggota DPR KK (mungkin
kemudian Ketua DPR), saya pasti bakal lebih banyak menulis sepak-terjang
Anda.***