ADA satu masa
saya membenci BC atau BBM yang diteruskan jadi pesan berantai. Apalagi kalau
isinya tidak karuan, hoax,
spekulatif, atau sekadar provokasi. Rumor bentrok SARA di Basaan, Kecamatan Ratatotok,
Mitra, yang menjalar cepat di Sulut, Jumat (18 Oktober 2013) adalah contoh
aktual BC provokasi yang mengada-ada. Seolah silang-selisih segelintir orang di
desa itu sudah jadi perang habis-habisan antar dua kelompok pemeluk agama
berbeda.
Gencar dan massif-nya
BC isu Basaan bahkan membuat Kapolda Sulut, Brigjen (Pol) Robby Kaligis,
buru-buru mendatangi TKP. Bentrok SARA sungguh merindingkan kuduk dan
kesingapan Kapolda, sekali pun infonya ternyata berlebih-lebihan hingga meruah
kemana-mana, patut diapresiasi.
BC dan BBM hoax, spekulatif, atau provokatif memang menjengkelkan.
Tapi banyak pula yang benar-benar membawa informasi berguna, misalnya peristiwa
yang harus diketahui dan memerlukan kontrol publik. Gempa yang mengguncang
Filipina, Selasa, 15 Oktober 2013, dan berpotensi tsunami di perairan
sekitarnya (termasuk Sulut), segera diketahui orang banyak karena dikabarkan
berantai oleh pengguna telepon selular. Atau penangkapan Ketua MK, Akil
Mochtar, langsung jadi perhatian publik karena pikuk dipertukarkan lewat SMS,
BC, dan media-media sosial.
Mengemukanya isu cash
in di Harian Radar Bolmong (juga
Grup MP) yang mengundang atensi di Mongondow (belakangan menyusul Sulut),
sangat banyak disumbang oleh demam BC dan facebook.
Sebagai pengguna BB dengan ratusan kontak di BMR khususnya dan Sulut umumnya,
saya tercengang-cengang menerima aneka BC yang menyiarkan unggahan terbaru di Kronik Mongondow. Tautannya sama, tetapi
pengantarnya aneka rupa, sangat kreatif, beberapa lucu dan menggelitik, bahkan
satu-dua ditulis dengan kecemerlangan bahasa yang layak diacungi dua jempol.
Dari BC (dan forward
capture facebook) pula saya mengetahui reaksi positif dan negatif dari
masyarakat penikmat dan pengkhimat blog
ini, termasuk sejumlah wartawan dari Grup MP, khususnya Korlip Harian MP, Idham
Malewa. Secara pribadi saya mengagumi kegigihan Idham membela kelompok media
dan koran tempatnya bekerja. Kekeras-hatiannya benar-benar mengundang haru dan
iba. Saya tahu kok, Idham, Anda juga
kan wajib memasok cash in tak kurang
dari Rp 50 juta per bulan. Walau hati saya bergetar dengan beratnya kewajiban
itu (sebagai wartawan Idham tahu dia telah melacurkan profesinya dengan cara
sangat murah), kritik dan kritisasi tidak akan berhenti.
Para penghobi (apa saja, dari memancing, main catur,
mengumpulkan perangko, sampai mencicip kopi) paham betul: Menghentikan
seseorang berkhusyuk dengan hobinya sama dengan menantang tengkar beruang
lapar. Kebetulan, hobi saya adalah mengejek dan menganiaya ketidak beresan,
segala yang bengkok, dan para pelakunya. Namun saya juga menghormati siapa pun
yang tidak bersetuju dengan menganjurkan jangan membaca Kronik Mongondow atau menyampaikan keberatan dengan cara yang masuk
akal. Sekadar BC atau BBM yang diteruskan penerima pertamanya, tentu cuma akan jadi
obyek olok-olok.
BBM mengundang diolok itu pula yang saya terima, Sabtu, 19
Oktober 2013, usai mengunggah Anatomi
‘’Cash In Radar Bolmong’’: Manajemen Setan Oleh Iblis. Penerus BBM itu secara
khusus memberi penjelasan, yang dia kirimkan berasal dari (sekali lagi) Idham
Malewa. Saya tak urung mesti memuji Idham. Terima kasih, Anda membuat akhir
pekan saya menjadi lebih berwarna. BBM Anda juga akan dikutip karena secara
eksplisit meminta si penerima menyampaikan apa yang ditulis ke saya.
Empat hal dikemukakan Korlip MP di BBM-nya. Pertama, sorotan saya terhadap Radar Bolmong dan Grup MP tidak fairness (salah lagi, karena yang dia
maksud adalah ‘’tidak fair’’). Kedua,
perbanyak investigasi untuk mendapatkan fakta publik. Ketiga, ‘’jurnalisme damai’’ ala Grup MP sudah diadopsi media lain
di Sulut. Dan keempat, saya menulis
dengan memakai kacamata kuda.
Izinkan saya mengekspresikan simpati, empati, haru, dan iba
pada Idham Malewa serta para jurnalis di Grup MP dengan menanggapi satu per
satu apa yang disampaikan itu. Pertama,
fairness seperti apa yang diharapkan?
Bantahan terhadap fakta, tafsir, dan simpulan yang saya tulis berkenaan dengan
kebijakan dan praktek jurnalistik di Radar
Bolmong dan Grup MP? Gampang, tulis dalam bahasa Indonesia yang tertata
dengan argumen yang benar, runut, dilengkapi fakta dan bukti, saya jamin pasti
dipublikasi di blog ini apa adanya.
Saya juga menjamin tidak akan ada tagihan apapun yang
dilayangkan ke penulisnya. Blog ini
tidak mengenal kewajiban cash in dan
sejenisnya. Bahkan, saya tidak berkeberatan menyediakan ‘’uang lelah’’ dan
‘’pengganti kopi’’ pada penulis yang artikelnya berkualitas prima.
Kedua, Korlip MP
sedang demam tinggi hingga dia menyarankan agar saya memperbanyak investigasi demi
mendapatkan fakta publik isu cash in?
Kemana aja ente, Idham? Tidak diinvestigasi
pun fakta-fakta dan bukti sudah berdatangan. Lagipula saya bukan wartawan yang
punya tanggungjawab profesional menginvestigasi isu-isu yang ditulis atau
publikasi. Saya justru ingin bertanya, memangnya dengan mempraktekkan jual-beli
berita Grup MP masih mengenal jurnalisme investigasi?
Ketiga, media lain
di Sulut sudah mengadopsi ‘’jurnalisme ‘bbi’, ‘bbk’, dan advertorial’’ Grup MP (bukan jurnalisme damai yang memang ada definisi
resminya tersendiri). Ini bukan hal baru dan sudah menjadi pengetahuan umum;
sama dengan pemahfuman publik di BMR bahwa Radar
Bolmong-lah yang menjadi gerbong utama upaya terstruktur merusak krebilitas
profesi wartawan di wilayah ini. Dan saya memang berurusan dengan Radar Bolmong, yang kemudian dengan
sukarela diseret melebar ke Grup MP oleh Idham Malewa sendiri, belum dengan
media-media lain yang kini dia serempet-serempet pula.
Cara Idham menunjuk-nunjuk dan mengait-ngairkan media lain
ke isu kebobrokan Grup MP tak lebih dari kelakuan garong yang tertangkap basah
lalu bernyanyi menyebut pencuri, pencoleng, pencopet, dan tukang ngutil, supaya
punya teman sepenanggung-sependeritaan. Lebay
dan cengeng.
Dan keempat, adakah
larangan saya tidak boleh menggunakan kacamata kuda menyoroti kebijakan dan
praktek jurnalisme cash in di Radar
Bolmong dan Grup MP? Media dan kelompok penerbitan ini boleh menggunakan cash in sebagai modus, yang dalam
prakteknya bahkan dapat dibuktikan kriminil dan mengangkangi UU No 40/1999
Tentang Pers dan KEJ; masak saya yang tidak melanggar apapun (kecuali
menyebabkan ketersinggungan dan sakit hati sejumlah orang di Grup MP) mesti
diatur-atur.
Mengherankan, bahkan kuda berkacamata di seantero BMR
barangkali mampu melihat rusaknya kebijakan dan praktek jurnalistik di
redaksi Radar Totabuan; pula bagaimana
sistem yang dibanggakan telah diadopsi media lain di Sulut itu, adalah tindak pemerasan
berkedok institusi penerbitan. Cuma Idham Malewa dan segelintir wartawan di Grup
MP yang tampaknya masih masyuk dengan imajinasi dan halusinasi bahwa mereka tetap
mengkhimati jurnalisme yang semestinya. Jadi, mau pakai kacamata kuda kek, kacamata hitam kek, atau kacamata selam kek,
sepanjang yang ditulis berdasar fakta dan bukti, yang keberatan silahkan
membantah dengan fakta dan bukti yang lebih sahih.
Bantahan dengan fakta-fakta dan bukti kokoh itu yang justru
saya nanti-nantikan. Walau, saya tahu persis, penantian itu bagai ‘’menunggu
Godot’’ yang tak pernah tiba.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
BB: BlakcBerry; BBM: BlackBerry Messenger; BC: Broadcast; bbi: Berita Berbayar Iklan; bbk:
Berita Berbayar Koran; BMR: Bolaang
Mongondow Raya; Kapolda: Kepala
Kepolisian Daerah; Korlip:
Koordinator Liputan; MK: Mahkamah
Konstitusi; MP: Manado Post; SARA: Suku, Agama, Ras, dan Antar
Golongan; SMS: Short Message; Sulut: Sulawesi Utara; dan TKP: Tempat Kejadian Perkara.