Pemred,
kebijakan, dan praktek jurnalistik Radar Bolmong tetap menjadi isu yang
mengundang perhatian khalayak. Tanggapan pun terus berdatangan. Demi kesetaraan
dan kesamaan kesempatan, setelah Ahmad Alheid (Kritik Semestinya
dan Respons Emosianal), kali ini dihaturkan tulisan dari Wartawan Radar
Bolmong, Chendry Mokoginta.
Oleh Chendry
Mokoginta
CUCUNDA Ginano (sebenar-benarnya
bukan Gilano, kami warga Mongondow begitu menghormati para leluhur), Katamsi
Ginano, belum juga berkesudahan menyebar banyak informasi yang dia kantongi
tentang kondisi di Radar Bolmong.
Entah sebagai duga-duga, fitnah ataukah fakta (sejauh ini, khususnya saya yang
belum cukup dua bulan dinonaktifkan sebagai wartawan Radar Bolmong, masih merasa wajib melindungi
"merah-putih" di dapur sendiri), sudah cukup menampar kami, wartawan
di media ini.
Hampir sepekan tulisan yang menguliti sistem manajemen,
keredaksian serta gobloknya penulisan dalam berita yang memicu protes berkelas
Anda, tak juga disahuti pihak yang sebenarnya lebih berkompeten dari saya.
Badan sudah sakit, tapi kepala masih pura-pura berfikir terus sehat.
Dalam peperangan ini (mohon maaf: jika akibat tulisan ini
lantas Pemred Budi Siswanto memecat saya sebagai wartawan Radar Bolmong, entah karena alasan melangkahi apa yang menjadi
porsinya, maka sesegera istri saya akan menyiapkan makanan sekedarnya dan
mengundang jiow membacakan doa
keselamatan untuk kami sekeluarga), tahapan yang dialami pasukan kami sudah
begitu menyiksa. Peluru yang ditembakan Katamsi Ginano banyak mengena ke
bagian-bagian vital tubuh. Masi ada pula (saya yakini) mortir aktif siap
ledak yang dia simpan, meski ancamannya tak sedahsyat dibanding bom nuklir
"Little Boy" yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, dan
menewaskan 220.000 jiwa pada PD II, 1945.
Bang Tamsi (Saya terus menaruh rasa hormat kepada Anda dan
memilih tak menuliskan marga demi memperkecil peluang amarah akibat kesalahan
tulis ataupun kesengajaan), perlu Anda sadari, marah terhadap Pemred Radar Bolmong, Budi Siswanto, sudah meluber
jauh. Kobaran api yang Anda ciptakan seakan tak terbendung dan baru padam jika
alam mengirimkan tsunaminya.
Anda boleh menyebut Budi Siswanto (dalam kapasitas mahluk
ini sebagai pribadi atau ‘’komandan satuan’’ Radar Bolmong) sebagai pomponu
atau kelas teri. Entah itu akibat dugaan penghinaannya terhadap nama besar
kakek buyut Anda atau akibat kelalaiannya meloloskan berita yang ditulis tangan-tangan
yang belum mahir memencet keyboard laptop
atau handphone, sebagaimana yang
melatarbelakangi tulisan pertama Anda, ‘’Storit’’, ‘’Storis’’, dan Sebagainya, tapi
jangan menggeneralisir seakan tukang
sosapu lante di kantor Radar Bolmong
pun menjadi wajib Anda mutilasi.
Soal lain, pelibatan Bambang Hermawan (kemungkinan terbesar
karena faktor biologis: adik kandung Budi Siswanto, atau juga satu rumpun di Grup
MP), yang ikutan memelesetkan nama kakek buyut Anda (saya enggan menulis
persisnya), selesaikanlah dengan cara yang menurut Anda apik. Setiap huruf yang
Anda tulis di blog ini, entah
mengandung kritik serta embel-embel mengundang tawa, saya teliti dengan serius.
Anda kerap mengumbar gertak yang bikin mual. Seberapa berani Anda mempertahankan
harga diri kakek buyut Anda yang sudah dicoreng, sejauh ini masih pepesan
kosong belaka.
Budi Siswanto, Pemred saya, lewat tulisan ini saya juga
ingin menyampaikan secuil kritik kepada Anda. Akan lebih elok sebenarnya bila saya
sampaikan secara langsung di rapat atau melalui SMS, namun karena tabiat buruk
Anda sudah terlanjur diumbar ke publik, maka kritik ini menjadi terbuka untuk
umum. "Menyesuailah dengan lingkungan di mana Anda berada. Kita menginjak
tanah yang sama yang masih menjunjung tinggi O'adatan bo O'aheran. Biasakan lidah Anda menggunakan kosakata yang
tak membuat perasaan orang lain terluka." Saya menunggu SMS atau telepon
pemecatan jika bagi Anda apa yang saya tulis ini adalah perbuatan makar. Saya
masih akan banyak menulis tergantung dari apa yang akan dialami kemudian.
Kembali ke Bang Tamsi, mungkin lidah Budi Siswanto sukar
mengucap kata maaf atas kekeliruan yang terlanjur terjadi. Saya sendiri
bukanlah pihak yang diberi kuasa mengatas-namakan diri orang lain atau
institusi tertentu untuk bermohon pemaafan dari Anda.
Selama Anda menganggap persoalan dengan Budi adalah
kekeliriuan pribadi dan tidak melembaga, maka Anda berhak mengadilinya sesuai
selera Anda. Tapi jika semut yang ditakdirkan berada di Radar Bolmong pun anda salahkan (gertak dan ancam), kemungkinan
terburuk apapun bisa terjadi. Anda mungkin lihai ba silat deng ba salto, tapi Saya masih cukup mahir bermain belati.***
Singkatan dan Istilah
yang Digunakan:
Pemred: Pemimpin
Redaksi; PD: Perang Dunia; dan SMS: Short Message.