MEDIA sosial, facebook misalnya, nyaris menjadi
keniscayaan di Indonesia. Seingat saya, penggunanya di negeri ini bahkan
tercatat sebagai salah satu yang terbanyak di dunia. Sekali pun begitu, saya
sama sekali tak tertarik menjadi facebooker.
Bagi saya lalu lintas bual-bual, gosip, informasi, gambar, dan hal-hal yang
mayoritas remeh-temeh yang dipertukarkan di media sosial ini terlalu riuh dan
rendah ‘’gizi’’.
Kendati begitu, saya tidak menolak bahwa facebook berkontribusi terhadap banyak peristiwa yang mengubah
dinamika lokal, regional, dan global. Yang menggunakan monggo, yang tidak mangga.
Risikonya paling-paling saya ‘’nggak update’’ dan ‘’kurang gaul’’. Tidak
masalah, terlalu update bikin pening,
banyak gaul lama-lama nanti dicap sekuter
yang memaksa-maksakan diri mencari momen agar dianggap eksis.
Begitulah sehingga saya mengetahui ada status facebook Bambang Hermawan, wartawan Posko Manado Biro Kotamobagu, Ketua
PANDU Sulut, dan adik Pemred Radar
Bolmong, yang tampaknya adalah sindir-sindiran terhadap saya, dari salah
seorang kerabat pada Minggu, 8 Oktober 2013. Status facebook itu masing-masing: Cuma
Teri: Ada kawan Teri yang merasa jadi Hiu Putih. Hanya karena selalu menantang
hiu putih berkelahi. Padahal suara tantangannya saja, sama sekali tak pernah
bisa di dengar sang Hiu Putih. Sadar diri kwa kawan, ato memang GILA No; Lebayy, Mencari lawan untuk membuktikan
eksistensi diri. Memang GILA No; dan He
he he he..., ada kawan kehabisan lawan. Usai Marlina dan Djelantik, akhirnya
memilih torang jadi lawan wk wk wk wkw. Mar sori kawan, torang nyanda GILA No.
Kecuali tanda baca ngawur tidak karuan yang terpaksa saya hilangkan (koma dan
titik berbiji-biji), kata per kata, termasuk kesalahan-kesalahan elementer berbahasa,
saya nukil apa adanya.
Reaksi saya adalah tertawa dan meminta tak ada satu pun kerabat
yang perlu panas hati, apalagi melakukan tindakan tidak pada tempatnya. Saya
tidak merasa berkawan dengan Bambang Hermawan dan tidak pula menganggap dia
pantas menyejajarkan diri dengan saya. Namun saya tahu status itu memang
ditujukan untuk saya, sebab di saat bersamaan kebodohan kakaknya, Pemred kelas
teri yang saya taklimati, sudah menjadi isu hangat di komunitas jurnalis di
Mongondow. Saya tahu dia sedang mencoba-coba tunjung jago, tetapi pasti hanya dengan sekali sentil, dia bakal
emosional, kalap, dan akhirnya masuk perangkap.
Pembaca, profil wartawan seperti Bambang Hermawan yang mulai
melangkah masuk media lewat pintu bagian iklan, dengan sebelumnya berlatar
aktivis organisasi mahasiswa kemudian sekarang (bersamaan dengan bekerja
sebagai jurnalis) juga mengetuai organisasi onderbow
Parpol, PANDU Sulut, sangatlah mudah diduga. Ini jenis manusia yang cenderung
pengecut, bodoh tapi sok pintar, sombong, politicking,
licik, tak bisa dipercaya, serta dalam banyak kasus ahli berpura-pura dan
munafik.
Benar belaka, dengan satu senggolan kecil di Kritik dan Kritisasi: Sebuah
Pertanggungjawaban (1), bagai orang kelelap dia melakukan upaya terakhir melolong
dan mencakar-cakar dengan mengirimkan email
Surat untuk Katamsi Ginano agar
diunggah di blog ini sebagai pembukti
saya berlaku fair. Hanya saja, di
luar latar belakang lain (aktivis dan polikus onderbow PAN), sebagai wartawan Posko
Manado Bambang Hermawan alpa di training
etika dan tata krama dunia tulis-menulis. Tulisan yang dikirimkan ke saya, telah
terlebih dahulu diunggah di account facebook-nya (dapat di-klik di https://m.facebook.com/bambang.hermawan.524?refid=17).
Orang bodoh yang emosional dan terlalu percaya diri memang
gampang terjerembab. Tahukah Anda, tulisan yang semestinya menjadi hak jawab
dan hak koreksi terhadap isi Kronik
Mongondow yang telah dipublis di wahana publik yang lain, yang dapat diakses oleh minimal sejumlah orang, otomatis
menggugurkan kewajiban saya memenuhi hak fairness
Bambang Hermawan. Lagipula, saya sangat bersyukur dengan ketololannya, karena
dengan demikian blog ini tidak
dicemari tulisan yang minta ampun kacau-balau.
Salah satu pimpinan puncak Posko
Manado, Hairil Paputungan, yang dikenal cukup fasih menulis esai, yang
saya kontak agar mengingatkan Bambang Hermawan supaya tidak menceburkan dirinya
ke got bau pesing, pantas malu dengan tulisan produk bawahannya. Kalau tulisan Bambang
Hermawan yang entah apa logika, maksud, dan kemana arahnya itu dianggap standar
wartawan setingkat Kepala Biro di Posko
Manado, media ini lulus mengajarkan ‘’jurnalisme kusu-kusu’’. Saya pun
mendadak berprasangka buruk, jangan-jangan media ini juga menginjak punggung
pewartanya dengan kewajiban cash in
yang tak tertanggungkan, hingga mereka tak punya keluangan waktu lagi mengasah
pengetahuan dan keterampilan jurnalistiknya.
Dengan mengabaikan igauan yang tampak heroik dan ‘’siap mati’’
dari Bambang Hermawan di tulisan mirip mantra dukun cabul mabuk itu, saya tidak
mau berpanjang-panjang. Saya benarkan segala insinuasi, ancaman, dan tantangan
yang dia lontarkan. Bekeng jo apa ngana
pe mau dan bersegeralah ke Polres Bolmong untuk melaporkan saya karena
melakukan tindak pengancaman serius. Jangan lupa menunjukkan di bagian mana
tulisan saya yang eksplisit berisi ancaman serius itu.
Saya akan menghadapi apapun pasal yang berhasil Anda kais dari
KUHP untuk menjerat satu-satunya leher yang menyangga kepala ini. Namun, tolong
pula (sungguh-sungguh saya meminta tolong) mempersiapkan saksi dan bukti,
termasuk membawa ’’He he he he..., ada
kawan kehabisan lawan. Usai Marlina dan Djelantik, akhirnya memilih torang jadi
lawan wk wk wk wkw. Mar sori kawan, torang nyanda GILA No’’ seperti status
sindiran di account facebook Anda. Penasaran
betul saya mengetahui siapa ‘’kawan’’ itu, yang berani-beraninya melawan Marlina
(pastilah yang dimaksud Marlina Moha-Siahaan) dan Djelantik (tentu siapa lagi
kalau bukan Djelantik Mokodompit), lengkap dengan bukti-bukti kapan, bagaimana,
di mana, dan dengan cara apa si ‘’kawan’’ ini melakukan perlawanan terhadap
keduanya.
Profil Anda yang cenderung pengecut, bodoh tapi sok pintar,
sombong, politicking, licik, tak bisa
dipercaya, serta dalam banyak kasus ahli berpura-pura dan munafik, pasti akan
mengais-ngais ide kreatif menghadirkan makluk ‘’kawan’’ yang bersedia dikambinghitamkan.
Mengarang-ngarang Marlina dan Djelantik yang dimaksud adalah Marlina Anu dan
Djelantik Una. Kita buktikan saja di depan aparat berwenang. Toh, baru satu got busuk tempat di mana
Anda akan disuruk yang saya mintai bukti dan faktanya. Di kantong ini masih
bertumpuk gombal yang disiapkan menyumpal sesumbar Anda.
Tolong (sekali lagi, dengan takzim saya meminta tolong) kalau
benar laki-laki --saya menuliskan ‘’laki-laki’’ di Kritik dan Kritisasi: Sebuah Pertanggungjawaban (1)--, segera
laporkan saya ke Polres Bolmong sesuai dengan tekad bulat Anda. Bila tidak,
apalagi sebelumnya sudah diingatkan jangan mengusik monster dan hewan jahat
yang sedang lelap, harga yang mesti dibayar bahkan mungkin belum pernah Anda
temui di mimpi terburuk sekali pun. Makluk buas yang Anda sikut sudah terbangun
dan hanya dapat ditenangkan dengan memotong ‘’burung’’ laki-laki pengecut.***
Singkatan dan
Istilah yang Digunakan:
KUHP: Kitab
Undang-undang Hukum Pidana; mangga: Silahkan (Sunda); monggo: Silahkan (Jawa); sekuter: Selebriti Kurang
Terkenal; PAN: Partai Amanat
Nasional; PANDU: PAN Muda untuk
Indonesia; dan Parpol: Partai Politik.