Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Wednesday, October 19, 2016

Berita ''Picek'', Ditulis Si Tuli, Mengutip Sumber Bisu dan Linglung


BARANGKALI tak pernah terlintas di benak Olden Wein Kakalang, sekadar berkomentar di media sosial membuat dia mendadak jadi ''selebriti'' di mata para wartawan di BMR. Lebih buruk lagi, sosok yang disebut-sebut ASN di RSUD Kotamobagu ini telah dilaporkan ke Polres Bolmong dan konon pula bakal dipanggil BKDD KK karena dinilai melecehkan profesi jurnalis.

Mimpi buruk Olden bermula dari lalu lintas percakapan di facebook. Berita (dilengkapi capture percakapan yang diduga melecehkan itu) totabuanews.com, Senin, 17 Oktober 2018, Oknum ASN RS Pobundayan Lecehkan Profesi Jurnalis, Pemkot Janji Siapkan Sanksi (https://totabuanews.com/2016/10/oknum-asn-rs-pobundayan-lecehkan-profesi-jurnalis-pemkot-yang-bersangkutan-diberi-sanksi), ujaran yang dianggap melecehkan adalah pernyataan, ''Bgtu wartawan… ndk d brita drg ndk mo dapa kse makan drg p anak isteri.''

Di hari yang sama, situs berita lain, mongondow.co mengunggah berita Salah Gunakan Medsos, BKD Kotamobagu Sanksi ASN (http://mongondow.co/2016/10/salah-gunakan-medsos-bkd-kotamobagu-sanksi-asn/) dengan mengutip Kepala BKDD KK, Adnan Massinae. Menurut Adnan, ASN yang membuat gaduh karena posting atau komentar di media sosial akan dipanggil untuk klarifikasi. ''Kalau terbukti, pasti ada sanksi berupa teguran.''

Komentar Olden tampaknya memang bikin para wartawan mendidih dan mengundang salah satu organisasi tempat mereka berhimpun angkat suara. Selasa, 18 Oktober 2016, merujuk Ketua PWI Kotamobagu, Audy Kerap, totabuanews.com menindaklanjuti dugaan pelecehan profesi itu dengan menurunkan berita Ini Sikap PWI Soal Dugaan Pelecehan Profesi Jurnalis Oleh Oknum ASN RS Pobundayan (https://totabuanews.com/2016/10/ini-sikap-pwi-soal-dugaan-pelecehan-profesi-jurnalis-oleh-oknum-asn-rs-pobundayan). Menurut Audy, apabila dipandang perlu, PWI akan memintai klarifikasi kepada bersangkutan melalui pejabat Pemkot secara berjenjang, termasuk menyurati Walikota KK.

Pembaca, sudah lama saya menyimpulkan, tak sedikit mereka yang menyandang gelar wartawan di BMR tak lebih dari sekumpulan orang tolol, arogan, sok jago, yang merasa paling benar sendiri. Namun, mecermati pemberitaan isu dugaan pelecehan profesi yang melibatkan Olden Wein Kakalang serta komentar dan pernyataan dari para jurnalis (yang merasa tercemar), termasuk Ketua PWI KK, saya harus mengakui: imajinasi saya tak mampu lagi menemukan kata yang lebih sarkas untuk menggambarkan derajat tumpulnya otak kebanyakan mereka.

Pertama, kata-kata manakah (atau bahkan seluruh kalimat yang diutarakan Olden) yang dapat ditafsir sebagai pelecehan? Sebab logika orang bodoh harus didebat dengan argumentasi yang sama dungunya, bagaimana kalau kita ganti profesi dan pekerjaan dalam kalimat yang dipersoalkan, misalnya dengan ''nelayan'' dan ''ikan'': ''Bgtu nelayan… ndk d ikan drg ndk mo dapa kse makan drg p anak isteri''; dengan ''pengacara'' dan ''perkara'': ''Bgtu pengacara… ndk d perkara drg ndk mo dapa kse makan drg p anak isteri''; atau dengan ''dokter'' dan ''orang sakit'': ''Bgtu dokter… ndk d orang sakit drg ndk mo dapa kse makan drg p anak isteri.''

Kalimat Olden sungguh netral. Merunut konteksnya (setidaknya dari capture yang disiarkan totabuanews.com), tidak pula ada tendensi seluruh percakapan mengarah atau diarahkan pada indikasi melecehkan wartawan dan profesinya. Hanya pewarta dengan otak najis, prajudis, dan sejak mula punya niat buruk yang berprasangka negatif dengan kalimat yang sesungguhnya normal dan normatif belaka itu. Olden toh tidak mengatakan, misalnya ''Bgtu wartawan… ndk d brita ndk d amplop, drg ndk mo dapa kse makan drg p anak isteri.''

Wartawan, jurnalis, pewarta (organik maupun lepas), atau apapun kata yang digunakan dalam bahasa Indonesia, adalah terjemahan dari banyak frasa bahasa Inggris: journalist, correspondent, reporter, newsman, newspaperman, publicist, stringer, dan legman. Belakangan, di Indonesia, selain koresponden, wartawan di daerah yang merupakan perpanjangan tangan media dari pusat (Jakarta) juga menyematkan ''kontributor'' dalam melakukan pekerjaannya. Pengertian dari kata ini secara implisit merujuk pada status sang pewarta di media tempat karyanya disiarkan. Bahwa dia bukanlah tenaga tetap. Dia pembantu yang dibayar per berita atau liputan yang dibuat.

Komentar Olden makin menemukan konteks faktualnya, karena memang masih umum ditemukan (terutama antara media pusat dan wartawannya) pewarta yang berstatus sebagai ''koresponden'' atau ''kontributor'' di negeri ini. Status ini, sekalipun menyedihkan dan mengundang prihatin, memang menempatkan seorang wartawan benar-benar harus memburu dan membuat berita demi--jika dia telah menikah dan beranak-pinak--memberi makan istri dan anak. Lalu dimanakah yang menyinggung perasaan; yang melecehkan; dari '' ndk d brita drg ndk mo dapa kse makan drg p anak isteri.''

Kedua, saya harus mencela pemberitaan dan framing terhadap komentar Olden yang dilakukan para wartawan yang merasa tersinggung dan dilecehkan. Tiga pemberitaan terhadap isu ini yang saya nukil menunjukkan, wartawan dan media terang-terangan melakukan trial by press. Seluruh kaidah dan etika jurnalistik diterabas, terutama tidak menjelaskan konteks dan waktu kejadian (coba telisik, komentar Olden itu kelihatan dibuat pada Rabu yang entah kapan, pukul 21.18 dengan tak jelas WIB, Wita, atau WIT). Berita ''picek'', ditulis oleh si tuli, dengan mengutip sumber bisu dan linglung.

Penggunaan sumber semena-mena yang umum dipraktekkan oknum wartawan kapiran, memang menjengkelkan. Diseret-seretnya Kepala BKDD adalah contoh bagaimana dengan sesukanya Olden dibingkai sebagai ASN, padahal konteks komentarnya sama sekali tidak berhubungan dengan profesi dan pekerjaannya. Ketika melontarkan komentar, tidak lebih dan kurang, Olden berdiri sebagai salah seorang konsumen berita yang disiarkan media.

Dan ketiga, terkait dengan pernyataan Ketua PWI KK, yang melengkapi seluruh sirkus dan komedi isu pelecehan profesi wartawan itu, adalah konfirmasi terhadap kualitas jurnalis di BMR umumnya, yang cuma setara sendal jepit. Apa urusannya komentar pribadi seorang Olden dengan posisinya sebagai ASN di KK? Kalau Ketua PWI KK ingin menarik perhatian Walikota, tidak perlulah menunggangi isu sumir yang akhirnya cuma mengarahkan orang yang waras dan berpikir menafsir apa modus di baliknya.

Bagaimana jika Olden itu hanya orang biasa, penduduk KK umumnya, yang berkomentar sama? Apakah PWI KK akan mengirim surat secara berjenjang pula? Mulai dari Presiden RI (karena KK bagian dari Indonesia), Gubernur Sulut (sebab KK ada di Sulut), Walikota, Camat, Lurah/Kades, RW, dan akhirnya RT di mana orang biasa itu bermukim? Pengetahuan dan logika wartawan, Ketua PWI pula, yang harusnya khatam 5W+1H, kok melompat-lompat dan keluar jalur seperti kuda termakan paku?

Yang menggelikan, ketika mengutip Ketua PWI KK, totabuanews.com menggambarkan dia sebagai ''pria yang sudah puluhan tahun menggeluti profesi wartawan''. Kalau yang puluhan tahun saja tidak dapat membedakan peristiwa dan fakta yang layak berita, sekadar rumor, atau cuma perasaan, bagaimana dengan calon reporter atau wartawan baru yang masih bau pelatihan jurnalistik?

Karenanya, saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan saran pada Olden: jangan jerih atau takut, terlebih meminta maaf pada oknum-oknum yang kini blingsatan karena komentar Anda di facebook. Anda tidak salah! Bahkan, jika sekarang Anda melaporkan orang-orang yang mengadukan Anda ke Polres Bolmong dan mengajukan keberatan ke Dewan pers karena pemberitaan dan framing bersalah yang dilakukan wartawan dan media, saya yakin Anda akan dibuktikan benar. Jika Anda ragu, saya pribadi bersedia memberikan sepatah-dua tukar pikiran dan saran.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:
5W+1H: What, who, when, where, why, how; ASN: Aparatur Sipil Negara; BKDD: Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah; BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong: Bolaang Mongondow; KK: Kota Kotamobagu; Polres: Kepolisian Resort; PWI: Persatuan Wartawan Indonesia; RI: Republik Indonesia; RSUD: Rumah Sakit Umum Daerah; RT: Rukun Tetangga; RW: Rukun Warga; Sulut: Sulawsi Utara; WIB: Waktu Indonesia Barat; Wita: Waktu Indonesia Tengah; dan WIT: Waktu Indonesia Timur.