PAK Kasat Lantas Polres Bolmong, AKP Romel Pontoh, yang berwenang dan
berwajib. Mohon terlebih dahulu dimaafkan jika ada yang silap dan keliru dari
surat ini. Yang pasti, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa Bapak dan jajaran
adalah pihak berwenang dan berwajib untuk seluruh hal-ihwal perlalulintasan di
Bolmong.
Saya tidak punya keberanian, misalnya,
menuliskan dengan, ''Pak Kasat Lantas Polres Bolmong, AKP Romel Pontoh, yang
berwibawa tanpa senyum....'' seperti kotamobagupost.com
di berita Kapolda Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres Bolmong
(http://kotamobagupost.com/2016/10/12/kapolda-sulut-diminta-mendidik-etika-polisi-lalulintas-polres-bolmong/)
yang diunggah Rabu, 12 Oktober 2016. Apalagi seseram, ''Pak Kasat Lantas Polres
Bolmong, AKP Romel Pontoh, yang harus dididik etika polisi lalu lintas....''
Maka itu, dan berkaitan dengan berita kotamobagupost.com, sebelum melanjutkan
surat ini, izinkan saya mendoakan dan berharap Bapak dan jajaran sedang dalam
situasi bahagia, segar, hati senang, dan banyak senyum saat membaca apa yang
saya tuliskan. Soalnya, oleh mereka yang paham jurnalistik, publikasi itu--yang
saya baca dengan kening bertaut--mudah disimpulkan sebagai: itu bukan berita.
Itu adalah tulisan yang jahat sejahat-jahatnya.
Jahat yang saya maksud tak sama dengan kata
Cinta pada Rangga yang menghilang berpurnama-purnama di film AADC 2 (2016),
''Yang kamu lakukan ke saya itu jahat!'' Bapak tentu bisa membayangkan Cinta yang cantiknya bikin
sesak nafas mengatakan itu sembari wajahnya siap melelehkan airmata. Saya
memang tidak menonton film ini, tetapi menurut teman-teman yang sudah memirsa,
melihat wajah pedih Cinta sudah ''bekeng
sesak nafas''. Bayangkan jika dia sampai tersenguk-senguk dan baguling-guling sedih, pasti banyak
penonton cowok yang terpaksa diangkut ke UGD karena flao kurang oksigen.
Situs berita yang menyiarkan Kapolda
Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres Bolmong, saya
pastikan, tidak membuat produk jurnalistik. Wartawan, terlebih penanggung
jawabnya, justru sedang melakukan kejahatan pers. Sebuah bentuk penyalahgunaan
profesi dan produknya yang kerap dilakukan dan hampir selalu sukses karena
kebanyakan kita suka jerih terhadap mereka yang mengaku wartawan (KJ,
jadi-jadian, atau sebenar-benar pewarta). Bahkan polisipun, yang setahu saya
''berwenang dan berwajib'', pasti pening kepala dan tiba-tiba muram bagai ayam
kena tetelo jika membaca namanya diberitakan di isu buruk dan sensitif.
Biar Pak Kasat Lantas tidak menduga-duga,
apalagi berspekulasi tentang saya dan niat menulis surat ini, tak apa kiranya
saya memberikan sedikit latar. Saya pernah menekuni kewartawanan. Cukup lama
dan bahkan sejak masa kuliah sudah menambah-nambah uang di saku dengan menulis
artikel (umumnya cerita, feature alam
bebas, dan opini) di media-media (syukurlah) besar terbitan Jakarta. Dari
jurnalistik, saya pindah ke private
sector, ''katanya'' jadi profesional, dengan tetap menulis (di media papan
atas Indonesia), khususnya artikel analisis dan opini.
Walau tak lagi bergelut dengan jurnalistik,
saya masih dekat dan berhubungan intens dengan profesi ini. Teman-temang
reriungan saya, sehari-hari saat lowong dari urusan kerja, adalah mereka yang
kebetulan menduduki posisi setingkat redaktur senior, redpel, bahkan pemred
media nasional.
Setidaknya saya cukup melek jurnalistik. Kompeten seluk-beluk bahasa (Indonesia), temasuk
menggunakannya sesuai tradisi literasi yang terus disempurnakan dari masa ke
masa. Saya orang Indonesia kelahiran Bolmong. Waras. Dan cukup paham kewajiban
dan hak warga negara, terutama peran sertanya dalam urusan publik dan
kontrolnya.
Maka izinkan saya menggunakan kewajiban dan
hak publik itu untuk berbagi perhatian pada pemberitaan jahat yang ditimpahkan
pada Bapak dan jajaran Satuan Lantas Polres Bolmong oleh kotamobagupost.com. Singkat saja, selebihnya dapat dipercakapkan
secara pribadi, kalau-kalau Polres Bolmong, khususnya Bapak dan jajaran,
memikirkan langkah hukum demi menunjukkan kesetaraan di antara warga negara
dalam konteks perhormatan terhadap posisi profesi yang dipilih pihak per pihak.
Pertama, yang ditulis kotamobagupost.com
itu, dari kaidah-kaidah jurnalistik, cacat segala-galanya. Sumber berita
sebagai sosok utama rujukan ditulis dengan frasa ''sebut saja namanya Enal''.
Apa-apaan ini? Jurnalisme memberikan hak pada wartawan melindungi sumber
berita, bila terkait hal-hal yang dapat membahayakan dia (harta benda,
pekerjaan, dan lahir-bathinnya). Petugas polisi yang digambarkan dalam berita sudah
menggantongi SIM dan STNK ''si Enal itu'', jadi di mana logika melindungi nara
sumber diletakkan?
Penulis yang katanya berita itu pandir
(kalau bukan memang meheng) dan
penanggung jawab situs berita yang mempublikasi (namanya Audy Kerap. Jabatannya
penanggung jawab, pemimpin umum, pemimpin redaksi; serta pula Ketua PWI KK) pasti
berotak seperti udang. Berdampingan dengan kotoran.
Kedua, tulisan itu dengan sengaja membingkai polisi umumnya adalah sosok
jahat. Bajingan. Hanya ada satu-dua yang masuk kategori orang baik. Bingkai ini
adalah opini yang seolah-olah. Kata ''melarikan'', ''berwibawa'', atau
''dingin'' dimanfaatkan mengirim pembacanya membayangkan polisi itu tak beda
dengan copet, sok kuasa, dan beraura setan.
Apalagi, di dalam tulisan eksplisit penulisnya (eye witness) berada di tempat ketika peristiwa terjadi.
Saya kupas sedikit ihwal kata ini
(selebihnya bisa dirujuk ke KBBI). ''Melarikan'' adalah perbuatan yang berakar
dari kata ''lari''. Maka harusnya petugas yang disaksikan oleh penulis (sebagai
saksi mata) membawa SIM dan STNK ''sebut saja namanya Enal'' itu dengan berlari
dengan tujuan yang entah. Akan halnya ''berwibawa'' dan ''dingin'', ini sungguh
opini yang sepenuhnya datang dari dengkul penulisnya. Wartawan yang sudah
mendapat pelatihan tahu persis, deskripsikan apa yang dilihat, didengar,
dibaui, dan dirasakan (dicecap). Biar pembaca, yang bukan sekumpulan cecurut
yang otaknya cuma seukuran miligram, menilai dan menyimpulkan.
Tiga, ini yang fatal dan membuktikan bahwa publikasi itu bukan berita
tetapi opini insinuasi, bahkan terhadap institusi kepolisian. Perhatikan, Pak
Kasat Lantas yang berwenang dan berwajib, frasa ''Kapolda Sulut diminta
mendidik etika polisi lalu lintas Polres Bolmong'' yang dijadikan judul,
ditempatkan di alinea pertama dan penutup tulisan, bukanlah kutipan langsung.
Kalau urusan pendidikan etika ini maha penting dan benar-benar dikatakan oleh
''sebut saja namanya Enal'' sebagai sumber, patut dan mustahak dia ditempatkan
di antara dua kutipan (''....''). Artinya, memang diucapkan dengan jelas,
terang, dan sadar oleh nara sumber; dan didengar langsung, dicatat (atau rekam)
kata per kata, oleh wartawan yang kemudian menuliskannya.
Sudah opini, frasa itu juga secara langsung
adalah bentuk penghinaan melalui pengecilan (belitteling) terhadap institusi kepolisian di Bolmong, khususnya
Kapolres. Dengan membaca sedikit cermat, kita tahu, kambing congek yang jadi
penulisnya, dengan sengaja memanipulasi pengetahuan umum pada struktur komando
di kepolisian Sulut. Bukankah di atas Kasat Lantas Polres Bolmong setidaknya
masih ada KaOps, Wakapolres, dan Kapolres yang punya kewajiban, tanggung jawab,
dan tugas membina bawahannya yang khilaf dan salah--sengaja atau tidak. Kok yang ini langsung Kapolda? Frasa dan
penjudulan itu adalah verbal harassment
yang hukum pidananya tergolong berat.
Sepengalaman saya, Pak Kasat Lantas,
wartawan dan media yang manipulatif seperti ini biasanya cuma tukang peras
dengan kedok profesi dan produk profesionalnya. Kriminal sesungguhnya. Musang
berbulu domba.
Dan keempat,
yang paling fatal adalah tidak adanya keberimbangan dan keadilan sumber. Kalau
''sebut saja namanya Enal'' yang dijadikan sumber utama mendominasi seluruh
tubuh berita, kemana konfirmasi dari Satuan Lantas atau Polresta Bolmong?
Wartawannya jelas berada di tempat kejadian? Apa susahnya menyodorkan rekaman
dan bertanya pada Kasat Lantas, ''Etis atau tidak, profesional atau tidakkah
tindakan yang baru saja berlangsung di depan mata saya?'' Kalau Kasat Lantas
menolak bicara, setahu saya Polres Bolmong telah mendedikasikan seorang perwira
khusus untuk berhubungan dengan para pewarta.
Memang ada niat jahat dari tulisan itu.
Sangat jahat. Apalagi wartawan, sesuai dengan konstitusi mereka (UU, kode
etik), dan pedoman penyiaran (untuk media siber), dalam melaksanakan tugas
haram hukumnya berlaku seperti maling atau jailangkung. Datang tidak diundang,
pergi tidak diantar. Wartawan harus sedari mula membuka siapa dia, menunjukkan
identitasnya, kecuali untuk peliputan yang bersifat investigasi. Tulisan itu
bukanlah investigasi.
Darinya, dengan menimbang keempat fakta di
atas (dan masih banyak lainnya yang bisa saya papar), Pak Kasat, Satuan Lantas,
dan Polres Bolmong punya hak kuat memperkarakan penulis dan penanggung jawab kotamobagupost.com. Tidak usah
menggunakan UU Pers, sebab dapat dibuktikan situs ini bukanlah media siber
sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusinya (saya bersedia bersama-sama
dengan mereka yang pakar menguji saksama simpulan ini). Saran saya, manfaatkan
KUHP dan UU ITE demi kehormatan Pak Kasat, Satuan Lantas, dan Polres Bolmong,
dan bahkan Kapolres sebagai pucuk pimpinannya.
Pak Kasat Lantas, AKP Romel Pontoh, yang
berwenang dan berwajib, surat yang saya tuliskan ini sepenuh-penuhnya benar.
Saya bersedia menanggung risiko, apapun itu, termasuk mengepel seluruh kantor
Satuan Lantas jika ada sedikit saja dusta, spekulasi, atau karang-karangan di
dalamnya.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
AADC: Ada Apa dengan Cinta; AKP:
Ajun Komisaris Polisi; Bolmong:
Bolaang Mongondow; ITE: Informasi
dan Transaksi Elektronik; Kasat:
Kepala Satuan; KaOps: Kepala
Operasi; Kapolda: Kepala Kepolisian
Daerah; Kapolres: Kepala Kepolisian
Resort; KBBI: Kamus Besar Bahasa
Indonesia; KJ: Kurang Jelas; KK: Kota Kotamobagu; KUHP: Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
Lantas: Lalu Lintas; Pemred: Pemimpin Redaksi; Polres: Kepolisian Resort; PWI: Persatuan Wartawan Indonesia; Redpel: Redaktur Pelaksana; SIM: Surat Izin Mengemudi; STNK: Surat Tanda Nomor Kendaraan; Sulut: Sulawesi Utara; UGD: Unit Gawat Darurat; UU: Undang-undang; dan Wakapolres: Wakil Kepala Kepolisian
Resort.