UNGGAHAN kotamobagupost, Rabu, 12
Oktober 2016 (http://kotamobagupost.com/2016/10/12/kapolda-sulut-diminta-mendidik-etika-polisi-lalulintas-polres-bolmong/),
yang sedikit saya kuliti sebagai kejahatan profesi (wartawan), mengundang
banyak informasi baru. Satu yang maha penting bahkan saya dapatkan langsung dari
sumber utamanya.
Bagi para pengkhimat jurnalisme, fakta baru
itu adalah kefasikan tak termaafkan. Tidak akan saya tutup-tutupi, terutama ke
PWI Sulut (yang semestinya harus pula segera menindaklanjuti), minimal soal
KEJ, mengingat berita itu ternyata berkaitan sangat erat dengan anggotanya.
Kongres PWI XXIII di Banjarmasin, September 2013, yang merumuskan ulang PD/PRT
dan KEJ organisasi ini, saya contohkan, di Pasal 3 KEJ mengatakan: ''Wartawan tidak beritikad buruk, tidak
menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar)
yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis,
dan sensasional.''
Dari orang yang menjadi obyek dan korban
tulisan Kapolda Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres
Bolmong yang dipublikasi kotamobagupost.com (saya tambahkan
catatan: ''lalu lintas'', bukan ''lalulintas''), yang kredibilitas dan
integritasnya 1.000% lebih terjamin dibanding oknum wartawan abal-abal, tukang
ancam, dan pemeras, saya mengetahui: sumber berita publikasi ini, ''sebut saja
namanya Enal'', tak lain adalah Ketua PWI KK sendiri, Audy Kerap. Informasi ini
dari tangan pertama, terkonfirmasi, dan telah saya check dan recheck.
Kamu ketahuan! Pembaca, saya setengah tak
percaya ketika diberitahu, pelanggar lalu lintas yang mencela dan mengecilkan
Kasat Lantas Polres adalah Audy Kerap, dongok pongah yang mengaku wartawan dan
Ketua PWI KK, dengan mobil Avansa olehan tipu sini-tipu sana. Cukup lama
saya diam, mengolah logika, dan ketika buka mulut hanya bisa bilang, ''Ooo...,
wartawan kepuyuk itu? Oto itu?''
Dia yang melanggar lalu lintas. Dia pula
yang menjadi sumber utama berita, terutama kutipan-kutipan yang meleceh polisi
dan satuan tugasnya. Dipublikasi di situs (klaimnya) yang dia pertanggungjawabkan. Maka tak
perlu heran kalau sebentar lagi akan terbukti dia pula yang menulis publikasi
''penghinaan'' itu. Tak sulit memalidasi siapa penulis sesungguhnya Kapolda
Sulut Diminta Mendidik Etika Polisi Lalulintas Polres Bolmong. Setiap kreator warta selalu punya jejak
''sidik jari'' penggunaan kata, pemenggalan kalimat, dan tanda baca dari
karya-karyanya.
Dengan demikian, saya mengetam satu lagi
tambahan fakta Audy Kerap memang cuma kriminil yang petantang-petenteng dengan
indentitas wartawan, keanggotaan PWI, jabatan ketua tingkat kota organisasi ini,
dan bahkan penanggung jawab, pemimpin umum, dan pemimpin redaksi kotamobagupost.com yang diaku-aku
sebagai media siber. Tidak suka dengan pernyataan saya ini? Lalu Anda mau apa?
Sekali lagi ke polisi, misalnya, karena saya menyatakan ada menggondol mobil?
Lakukan sampai puas. Itu yang saya tunggu. Kan saya belum menggunakan giliran
saya. Kita masi kase voor pa ngana.
Kalau urusan dengan Audy Kerap ini dianggap
menjadi personal, mohon diingat-ingat: sejak mula saya tidak pernah ingin
melongok dan mengusik-ngusik isi kancut seseorang. Laporan dia ke Polres
Bolmong adalah tentang pencemaran nama baik (pribadi, pula ''konon'' Ketua PWI
KK yang disesumbar masih menunggu restu PWI Sulut) yang saya lakukan. Serial
tulisan yang saya publikasi di blog
ini sejak Kamis, 20 Oktober 2016, adalah bela diri saya. Pembuktian bahwa dia
sama sekali tak punya nama baik. Cuma kucing kurap yang digantunggi identitas
wartawan, terpungut titel Ketua PWI KK, dan mengaku-ngaku bertanggung jawab
terhadap sebuah situs berita.
Reputasi tingkat limbah itu malah membuat
saya sudah berencana, jika berada di Kotamobagu dan kebetulan berpapasan,
menyua, atau berada di satu tempat yang sama dengan Audy Kerap, saya akan
meneriaki dia maling. Papancuri! Biar
orang sekampung, umum yang banyak, berbondong-bodong tahu, seperti inilah
bengal jenis yang lebih berbahaya dibanding yang terang-terangan menggunakan
kekerasan dalam aksinya.
Tidak sudi saya cap alap-alap, terus mau
menggertak seperti yang dilakukan terhadap petugas Satuan Lantas Polres
Bolmong? Saya bukan ''yang berwenang dan berwajib''. Saya tak terikat pada
doktrin ''mengayomi dan melayani''. Mau adu otak, sini. Jual-beli pukulan? Mari
segera dengan saksama, dalam tempo sesingkat-singkatnya. Saya tidak ragu
menaikkan taruhan dengan Audy Kerap. Sesumbarnya di media sosial akan ''membela
harga diri sekalipun dengan nyawa'', saya pastikan dibeli dengan nilai dua kali
lipat: nyawa saya dan istri.
Di usia jelang setengah abad, pernah
menggeluti jurnalistik, saya tak pernah luntur cinta dan respek terhadap
profesi ini. Tidak pula berkurang hormat terhadap banyak kawan wartawan,
termasuk yang berhimpun di PWI, karena kesungguhan mereka mengabdi pada
profesinya. Tentu sebagai manusia dengan segala salah dan khilafnya.
Tapi profesi wartawan sama dengan pekerjaan
lain. Ada penyandangnya yang benar-benar berintegritas, ada yang oportunis, dan
tak sadikit pula yang pantas disebut kecoak. Audy Kerap (Ketua PWI Sulut, Vouke
Lontaan, mohon maaf, tapi saya sangat prihatin) yang per awal oktober 2016
didapuk jadi Ketua PWI KK adalah salah satu dari jenis coro itu.
Dia, sebagaimana para pancalongok, wartawan
yang beritikad buruk, memutar-balikkan fakta (sesuatu yang sakral untuk profesi
ini), bohong, dan sekadar sensasional, cuma nista untuk kaumnya. Audy Kerap
adalah aib yang menumpahi para pewarta tak hanya di Bolmong. Dengan jabatan
Ketua PWI KK, dia borok busuk di tubuh organisasi ini di Sulut.
Cema itu kian lengkap karena, de facto dan de jure, ternyata kotamobagupost.com
dan PT Grafika Pers Cemerlang sebagai publikatornya tak dapat dikategorikan
sebagai media siber. Badan hukum dan situs ini tak masuk daftar perusahaan pers
di Dewan Pers. Artinya, Kronik Mongondow,
yang cukup puas sudah didaftar di bookmark
orang-orang di BMR yang masih kukuh menjaga kewarasannya, lebih cetar dong dari kotamobagupost.com.
Musim penghujan yang mulai menerpa
Indonesia membawa guyuran di mana-mana, terlebih ''kota never dry'' Bogor
(belakangan saya lebih banyak tinggal di kawasan ini), membuat kursi tempat
saya bekerja tak jua hangat. Tempat duduk dingin menjadikan betah mengutak-ngatik
komputer berjam-jam. Dari itu, pasti masih banyak uar-uar tentang Audy Kerap
yang bakal tersiar. Kabar cegaknya, materi-materinya tinggal menunggu dituang
di blog ini.***
Singkatan
dan Istilah yang Digunakan:
BMR: Bolaang Mongondow Raya; Bolmong:
Bolaang Mongondow; Kasat: Sepala
Satuan; KEJ: Kode Etik Jurnalistik; KK: Kota Kotamobagu; Lantas: Lalu
Lintas; PD/PRT: Peraturan
Dasar/Peraturan Rumah Tangga; Polres: Kepolisian Resort; PWI: Persatuan Wartawan Indonesia; dan Sulut: Sulawesi Utara.