Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, February 28, 2013

Lucu-Lucu Anggota DPR Kita


MARI rehat sejenaknya dari seriusnya politik di Mongondow, terutama sangkarut pemilihan Walikota-Wakil Walikota (Pilwako) Kota Kotamobagu (KK) dan pemilihan Bupati-Wakil Bupati (Pilbup) Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Politik dan politikus, sebagaimana profesi lain dan pelakunya, selalu punya sisi manusiawi: Yang menyedihkan, memuakkan, atau bahkan mengundang gelak.

Kisah yang akan dibeber ini, misalnya, yang pertama kali saya dengar beberapa waktu lalu, bagi sebagian orang menunjukkan betapa naif sekaligus kocaknya politikus di Mongondow. Untuk saya pribadi, sebaliknya mengundang keprihatinan karena menunjukkan kualitas politikus kita memang masih ‘’pas atau kurang sedikit dari bandrol’’.

Tersebutlah dalam sebuah perjalanan kunjungan kerja (Kunker) beberapa anggota DPR dari salah satu kabupaten di Mongondow tiba di Bandara Sam Ratulangi. Rombongan anggota dewan yang terhormat ini segera melakukan check in. Setelah boarding pass di tangan, salah seorang di antara mereka segera merogoh kantong, mengambil telepon selular, dan rupanya menelepon istri tercinta.

Telepon terhubung dan membahanalah suara tokoh DPR kita, yang terdengar jelas hampir ke seantero ruangan: ‘’Ma, Papa sudah di bandara dan baru selesai check up.’’ Check up? Anggota DPR kita ini langsung ke bandara setelah sebelumnya mampir ke rumah sakit (RS) atau klinik memeriksakan kesehatannya? Atau sebelum melakukan check in dia melapor terlebih dahulu ke Klinik Bandara?

Cerita itu saya anggap lelucon belaka, yang dituturkan dari mulut ke mulut sebagai bumbu penyedap politik. Orang Mongondow yang saya kenal memang suka memelesetkan hal-hal serius di situasi-situasi formal sekali pun. Tapi kalau peristiwa itu benar terjadi, kita maafkan saja. Beda antara check in dan check up kan cuma pada ‘’in’’ dan ‘’up’’-nya. Lagipula lebih baik anggota DPR kita itu kebanyakan check up ketimbang check in, yang ujung-ujungnya bisa digugat istri dan diancam pecat oleh partai karena kepergok digerebek polisi.

***

Orang Mongondow mesti bangga dengan anggota-anggota DPR dari dan di wilayahnya. Di belahan Indonesia mana ada anggota DPR provinsi yang menyelesaikan gelar sarjana (hukum pula) di saat sudah menduduki kursi yang terhormat, namun kebingungan ketika ditanyai apa itu ‘’Tupoksi’’ (tugas pokok dan fungsi)? Hanya anggota DPR asal Mongondow yang bisa begitu dan tetap lulus ujian sarjana. Luar biasa bukan?

Alhamdulillah, setelah sekian lama, tampaknya yang bersangkutan sudah belajar tentang Tupoksi. Hari ini (Kamis, 28 Februari 2013), saya membaca di salah satu situs berita, dia dengan percaya diri menyebutkan kata ini.

Bagaimana pula kita tidak harus kagum bila ada sejumlah anggota DPR menyatakan petisi dibubuhi cap jempol darah? Terlebih alasannya demi memperjuangkan harkat-hidup rakyat, mati sekali pun tak jadi soal. Seram sekaligus heroik. Ya, kalau pun beberapa pekan kemudian mereka diam-diam menarik jempolnya, petisi dianggap khilaf dan baku sedu saja, namanya juga  ‘’anggota dewan yang terhormat’’.

Daftar lucu-lucu anggota DPR kita kian panjang karena ancaman interpelasi seperti yang disuarakan terhadap Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Induk; yang terkini ke Bupati Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Yang satu diam-diam hilang ditelan ombak; yang satu lagi masih terus dinyatakan sebagai ancaman. Kapan interpelasi itu dilakukan, hanya DPR yang tahu.

Berbeda dengan kelucuan-kelucuan yang kental bau politik yang biasanya jadi konsumsi sesaat publik dan media, urusan narkota dan obat-obat terlarang lebih awet sebagai obyek ketakjuban. Ihwal Narkoba, DPR Bolaang Mongondow Timur (Boltim) dan anggota DPR Sulut asal Bolmong Raya masih menjadi ‘’juara’’.

Kesenangan menghidu sabu-sabu yang sebelumnya membuat salah satu anggota DPR Boltim dicokot polisi dan mental dari jabatan; tidak membuat kapok koleganya. Yang terbaru, salah seorang anggota legislatif kabupaten yang dipimpin Sehan Lanjar-Medi Lensun ini, digerebek polisi karena kegemaran ‘’terbang tinggi’’ dengan Narkoba.

Sebagai peristiwa, yang dialami anggota DPR Boltim yang juga dikenal sebagai tokoh terpandan dan bersahaja itu, bagi kebanyakan orang mudah jadi santapan gosip dan olok-olok. Bagi saya pribadi, justru momen kesedihan: Kenapa dia tidak mencari kesenangan yang lain, misalnya memelihara bebek, kambing, atau lele dumbo?

Saya berempati sekaligus simpati tatkala anggota DPR Sulut asal Bolmong terseret isu pengeroyokan di salah satu tempat karaoke di Manado. Di tengah tertawaan banyak orang, karena tindakannya dianggap banci (main keroyok di mana pun bukanlah kelakuan seorang gentlemen), saya alpa tertawa. Sama halnya ketika anggota DPR yang sama (yang juga anak seorang Kepala Daerah di Mongondow) ditangkap karena kepemilikan dan konsumsi Narkoba. Menyusul vonis yang disambut kegembiraan banyak orang, saya masih tetap tak melihat sisi lucunya.

Tapi begitu partai yang bersangkutan, yang sebelumnya gagah perkasa memaklumatkan sikap anti Narkoba dan mengancam setiap kader yang tersangkut langsung ditebas, tak kunjung terang juntrungannya, saya melihat sebagai lelucon yang pantas ditertawai. Politikus memang suka tidak konsisten –untuk tidak mengatakan gemar berdusta-- dan tebang pilih.

Satu ketika saya terlibat percakapan seru dengan beberapa politikus (di antara anggota DPR) sembari mengawasi keponakan bermain. Saya tahu, sesekali si Bengal ini menghentikan keasikkan dan memperhatikan apa yang dengan berbusa-busa di dikatakan anggota majelis diskusi. Lalu, keriuhan kami dijeda permintaan ke kamar kecil oleh keponakan, yang membuat saya terpaksa melompat menggandeng dia agar hajat yang mendesak bisa dimenej.

Walau terburu-buru, si Bengal itu masih sempat bertanya, ‘’Uncle, sapa-sapa itu? Dorang pe karja apa?’’ Untuk menghentikan rentetan pertanyaan berikut, tips terbaik menghadapi anak kecil adalah langsung pada sasaran. ‘’Dorang itu politikus. Anggota DPR.’’

Saya melihat senyum jail di matanya sebelum memberi komentar terakhir, ‘’O, papandusta samua kang…..’’

Sikap ‘’partai undur-undur’’ itu memang lucu. Terlebih ketika anggota DPR itu (lagi-lagi orang yang sama) dilanda badai porno aksi yang menyebar bagai api membakar ilalang lewat telepon selular dan media sosial.

Hingga saat ini saya memegang teguh sikap, bahwa: Tindakan paling tidak etis dalam politik adalah menyerang lawan dengan senjata yang berkaitan dengan perilaku pribadinya, lebih khusus yang seharusnya hanya disimpan rapat di ruang tertutup.

Itu sebabnya, saya langsung bereaksi ketika disodori fakta yang lebih seram berkaitan dengan Narkoba dan porno aksi dari anggota DPR Sulut lain asal Bolmong; yang lebih horor dari rekannya yangkini  telah jadi konsumsi orang banyak. Apalagi bukti-bukti yang disodorkan amat lucu, karena bakal mengguncang jagad politik Mongondow yang kini masyuk isu pemilihan Walikota-Wakil Walikota (Pilwako) KK dan pemilihan Bupati-Wakil Bupati (Pilbup) Bolmut.

Pembaca, Anda tentu akan menebak-nebak dan menduga-duga. Sekadar sebagai lucu-lucuan, biarkan itu menjadi tebakan-tebakkan dan duga-duga saja.***