Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, February 14, 2013

Nestapa Honor di ‘’Kabupaten Honorer’’


GUBERNUR Sulawesi Utara (Sulut), SH Sarundajang, Selasa (18 Desember 2012), menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2013 sebesar Rp 1.550.000. Angka ini, sebagaimana yang saya baca di Kompas.Com (http://regional.kompas.com/read/2012/12/19/11461066/UMP.Sulut.2013.Tertinggi.di.Sulawesi), adalah yang tertinggi di wilayah Sulawesi.

Ekonom-ekonom pintar di sekitar Gubernur Sarundajang tentu telah dengan cermat memperhitungkan berbagai faktor dan aspek, yang kemudian mengkonklusi angka UMP Sulut sebesar itu. Sebagaimana kaum awam lainnya, hanya dengan memperbandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, saya menyimpulkan: Ekonomi Sulut pasti tumbuh pesat. Juga, kalau bukan biaya hidup relatif lebih tinggi, ini petanda masyarakat di daerah ini lebih makmur  dibanding provinsi tetangga.

Pertumbuhan ekonomi Sulut sendiri, sejak periode pertama kepemimpinan Gubernur Sarundajang terus diklaim melebihi rata-rata Indonesia. Terakhir, Selasa (1 Januari 2013), JPNN.Com merilis optimisme Gubernur dan ekonom dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, di 2013 pertumbuhan ekonomi daerah ini bahkan lebih optimis di banding 2012 (http://www.jpnn.com/read/2013/01/01/152551/2013,-Ekonomi-Sulut-Diprediksi-Lebih-Atraktif-).

Saking mengkilapnya pertumbuhan ekonomi Sulut, Pemerintah Pusat bahkan memberikan intensif dengan menaikkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sebesar Rp 8  triliun untuk 2013 ini. Besaran APBN yang ditulis Tribun Manado, Selasa (13 November 2012), http://manado.tribunnews.com/2012/11/13/sulut-mendapatkan-dana-apbn-2013-sebesar-rp-8-triliun, mempertegas semua kabar melegakan itu.

Nah, di antara semua indikator optimisme ekonomi yang dikemukakan, yang paling menarik adalah angka pengganguran. Data yang disodorkan, periode Agustus 2012 angka pengangguran terbuka sekitar 7,79 persen, turun dibanding periode yang sama di 2011 sebesar 8,62 persen dari total penduduk. Jumlah pengangguran terbuka ini bakal lebih rendah karena tahun ini Sulut akan pula merekrut pegawai negeri sipil (PNS).

Logika awam saya sampai pada simpulan, Sulut adalah salah satu daerah dengan prospek mencorong. Bagi yang ingin bekerja, tersedia peluang, sepanjang punya keinginan, pendidikan, dan ketrampilan. Ke sektor swasta kesempatan terbuka, jadi PNS juga tinggal menunggu kapan rekrutmennya resmi diumumkan. Sudah begitu, kompensasi yang bakal dikantongi relatif lebih baik dibanding daerah lain di Sulawesi; dan dijamin Surat Keputusan (SK) Gubernur.

***

Namun, saya tampaknya harus terbiasa terkaget-kaget dengan aneka dinamika di Sulut, terlebih di Mongondow. Berita Radar Totabuan, Rabu (6 Februari 2013), Gaji Pegawai Honor Dipangkas (http://www.radartotabuan.com/read/gaji-pegawai-honor-dipangkas-2709) dan Sabtu (9 Februari 2013), Honda Mengeluh Gaji Dikurangi (http://www.radartotabuan.com/read/honda-mengeluh-gaji-dikurangi-3264), tetap membuat saya nyaris tersedak.

Ada tiga hal yang benar-benar mencengangkan. Pertama, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) ternyata mempekerjakan setidaknya 1.000 tenaga honorer daerah (Honda). Dua, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) harus mengalokasikan tak kurang dari Rp 12 miliar per di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hanya untuk honor Honda. Dan tiga, demi penghematan, per Januari 2013 honor yang diterima Honda di Boltim sebesar Rp 1.000.000.- per orang akang dipangkas menjadi Rp 600.000.-

Angka 1.000 untuk Honda bukanlah jumlah sedikit. Berapa jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Boltim? Terus terang saya tidak memiliki data akurat, tetapi saya menduga tidak menyentuh angka 5.000 orang. Dengan asumsi sangat tinggi ini pun, 1.000 Honda tetap bilangan fantastik: Boltim pantas disebut sebagai Kabupaten Honorer.

Belum lagi bila kita lebih mendetil dengan pertanyaan: Apa tingkat pendidikan rata-rata para Honda ini? Di dinas dan badan apa mereka disebar? Dan apa yang mereka kerjakan?

Sebagai kabupaten berusia belia, Boltim harus memanfaatkan APBD-nya dengan hati-hati, salah satunya lewat birokrasi yang ramping, yang diwujudkan dalam bentuk efektivitas dan efisiensi jumlah dinas, badan, serta sumber daya manusia (SDM) yang mendukung operasionalnya.

Sungguh sia-sia bila seorang lulusan perguruan tinggi (PT) yang mengantongi S1, misalnya, berstatus honorer; dan karenanya hanya boleh memikul tanggungjawab yang bersifat ‘’teknis’’ dan ‘’tukang’’. Lebih buruk lagi, mengingat jumlah dinas dan badan yang masih terbatas, sementara ada 1.000 Honda yang siap dikerahkan untuk membuktikan pikiran, ketrampilan, dan keseriusan menjadi birokrat, bisa-bisa pekerjaan utama yang terjadi di hadapan mereka adalah ‘’menunggu pekerjaan’’.

Di jangka panjang, Honda ini berpotensi pula jadi beban warisan. Andai setiap tahun Pemkab Boltim boleh menerima 300-an calon PNS, hingga tahun ke berapa 1.000 Honda akhirnya resmi menyandang status PNS?

Bagaimana dengan alokasi sekitar Rp 12 miliar di APBD untuk honor para Honda? Tribunnews.Com, Jumat (8 Februari 2013), mempublikasi berita bertajuk APBD Boltim Sudah Bisa Digunakan (http://manado.tribunnews.com/2013/02/08/apbd-2013-boltim-sudah-bisa-digunakan), yang menjabarkan bahwa APBD Boltim 2013 mencatat pendapatan sebesar Rp 329.477.082.477.- dengan belanja daerah mencapai  Rp 371.243875667.- Ini artinya ada defisit tak kurang dari Rp 41.766.793.220.- Honor Honda kelihatannya masuk dalam kategori ‘’defisit’’ yang harus ditekan agar bolong di kantong Pemkab Boltim tak makin menganga.

Saya setuju dengan penghematan demi mengurangi defisit APBD. Tapi apa artinya Rp 2 miliar dibanding Rp 41,7 miliar di 2013? Terus-terang, alasan penghematan dengan memotong honor Honda dari Rp 1.000.000.- menjadi Rp 600.000.- per orang per bulan, menurut hemat saya adalah kebijakan yang tidak manusiawi.

Tanpa pemotongan pun, honor yang diterima Honda di Boltim (dan mungkin umumnya Honda di Mongondow), disandingkan dengan UMP Sulut 2012 sudah jomplang, apalagi dengan UMP 2013. Boltim masih bagian dari Sulut yang mau tak mau mesti mematuhi UMP yang di-SK-kan Gubernur. Alangkah memalukan aparat birokrasi yang bertugas melayani masyarakat, pengawal berbagai putusan dan kebijakan pemerintah, justru jadi korban pertama dari apa yang harusnya mereka tegakkan.

Di luar pertimbangan politik dan kepemerintahan, saya yakin Bupati Boltim, Sehan Lanjar, masih punya hati. Dia harus segera merumuskan jalan keluar yang adil, tanpa pilih bulu, manusiwi, serta jadi solusi jangka panjang bagi para pencari lapangan kerja di kabupatennya.

Di belahan dunia mana pun, rumus penyediaan lapangan kerja itu sederhana: Ada investasi dan keterlibatan sektor swasta, yang didukung kemudahan dan kepastian hukum. Pemkab bahkan boleh bekerjasama dengan swasta, misalnya membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kemudian mengalihkan para Honda menjadi staf dan karyawannya. Bidang garapannya, sebagai contoh, yang ada di depan mata adalah menjadi bagian dari supply chain beberapa perusahaan tambang yang kini beroperasi di Boltim.

Hanya dengan membuang pendekatan tradisional dan nir-kreativitas, Pemkab Boltim mampu mengurangi beban APBD dan sempitnya kesempatan kerja (yang kemudian membuat para pencari kerja menjadikan birokrasi sebagai satu-satunya tujuan). Di luar itu, nestapa yang kini dipikul para Honda bakal akumulatif dan menular jadi derita Pemkab dan seluruh warga.***