Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, February 19, 2013

Fitnah dan Gugatan Modal Perasaan


DI LIWAS Permai Manado ada sebuah rumah di Blok A yang bertahun-tahun lalu menjadi tempat persinggahan para aktivis asal Mongondow. Dulu ukuran rumah milik orangtua saya ini jauh dari lapang. Kalau lebih dari enam kepala yang berkumpul, ditambah saya dan adik-adik, malam pasti dilewatkan dengan tidur menggeletak bersempit-sempit di dua kamar dan ruang tamu yang berukuran seadanya.

Selain saya, Deni Mokodompit pernah menjadi ‘’tetua’’ di rumah yang diberi nama ‘’Blengko’’ itu. Keberadaan Deni, dengan macam-macam kesibukan dan tanggungjawab karena jabatannya (termasuk Ketua Umum Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow –KPMBIM) ditandai dengan Vespa tua (yang dinamai ‘’Badudud’’ --lagi-lagi-- oleh adik-adik) dan banyaknya map serta kertas berserakan.

Kecerewetan dan detail Deni pada soal administrasi di satu sisi sangat menguntungkan organisasi di mana dia bergabung atau menjadi pengurus. Di sisi lain, membuat saya suka naik darah, sebab terasa menyita banyak waktu. Perfeksionis itu baik, tapi kalau keterlaluan, lama-lama dapat diterjemahkan sebagai gejala gangguan jiwa.

Sekali pun demikian, Deni tak peduli. Didebat panjang-lebar, dikritik hingga dia bersiap-siap melayangkan maigeri (sejak zaman kuliah Deni sudah menyandang ‘’dan’’ untuk ketrampilan karate), tak mempan di batok keras kepalanya.

Tapi saya harus mengangkat dua jempol terhadap kegigihannya dalam tata-menata administrasi. Dengan demikian, setiap kali ada masalah di internal organisasi, perdebatan diselesaikan dengan mudah: Cukup melirik Deni yang selalu siap dengan tumpukan map dan seluruh bukti tergelar di depan siapa pun yang bersilang-selisih. Yang benar segera terkonfirmasi, demikian pula dengan yang salah.

***

Mengenal Deni Mokodompit nyaris khatam luar-dalam membuat saya terbahak membaca berita Radar Totabuan, Selasa, 19 Februari 2013, Muliadi Laporkan Deni (ke) Polisi, yang di-forward seorang kawang. Ringkasnya, berita ini menuliskan keberatan Muliadi Mokodompit terhadap pernyataan Deni Mokodompit (keduanya sama-sama Mokodompit), yang dianggap sebagai fitnah.

Pernyataan yang mana? Seingat saya, Deni Mokodompit secara terbuka menuding Muliadi Mokodompit –dan kawan-kawan—melakukan penipuan berkaitan dengan manuver terakhir mereka dalam isu pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR). Pernyataan itu, salah satunya dikutip oleh situs Kontra Online, Rabu, 13 Februari 2013 (http://kontraonline.com/11313/wakil-bendahara-p3bmr-sebut-muliadi-cs-penipu/).

Saya mendukung tindakan Muliadi Mokodompit melaporkan keberatannya ke aparat hukum. Biar hukum yang membuktikan apakah Deni Mokodompit memaklumatkan fitnah, atau Muliadi Mokompit (dan ‘’Cs’’) yang memang tukang tipu dan tukang tilep.

Yang saya herankan, mengapa Muliadi Mokodompit tidak turut melaporkan saya ke polisi? Bukankah sejak Jumat (8 Februari 2013) saya sudah mengejek-ngejek dia karena pernyataan bodohnya di Radar Totabuan, Kamis, 7 Februari 2013 (http://www.radartotabuan.com/read/pbmr-hak-inisiatif-dpr-2983). Saya memang tidak secara eksplisit menuliskan Muliadi Mokodompit melakukan penipuan, tetapi substansi tulisan saya di blog ini (Awas! Ada Psikopat Pemekaran), kurang lebih sama dengan apa yang disampaikan Deni Mokodompit di Kontra Online.

Saya yakin Muliadi Mokodompit lupa berpikir saat memutuskan (katanya) melaporkan dugaan fitnah Deni Mokodompit ke polisi. Modalnya cuma perasaan (Senin malam, 18 Februari 2013, perkara ‘’merasa’’ ini sempat jadi diskusi lucu di salah satu BlackBerry Messenger --BBM-- Group yang beranggota aktivis di Mongondow). Bermodal perasaan, menghadapi Deni yang gila detil dan bukti (mudah-mudahan dia tak berubah banyak setelah lebih 10 tahun periode Blengko), sama dengan membenturkan kepala ke batu padas.

Dengan niat baik, saya menyarankan Muliadi Mokodompit bersiap-siap mengunyah jemari, siku, dan dengkulnya sendiri. Deni yang saya kenal pasti membuka mulut dengan memegang bukti-bukti kuat. Sebagai Wakil Bendahara Panitia Pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya (P3BMR) dia tentu tak alpa pula berkonsultasi dengan Ketua dan jajaran panitia yang lain. Ketaatan Deni dalam ketata-laksanaan organisasi memang menjemukan (dan kerap mengundang amarah), tapi sekaligus membawa maslahat di saat-saat genting.

Alih-alih menyeret Deni ke balik bui Polresta Kotamobagu, Muliadi Mokodompit justru mempercepat manimpang dan ba angka dari Kota Kotamobagu (KK) untuk dirinya sendiri. Tanpa melebih-lebihkan, Deni yang saya kenal sejak lama sudah lupa kata ‘’mundur’’ dalam perbendaharaan bahasanya. Apalagi kalau dia di posisi yang benar dari segala aspek.

***

Kilahan yang menjadi dasar keberatan Muliadi Mokodompit terhadap Deni Mokodompit, setidaknya yang diungkap di Radar Totabuan, menurut hemat saya juga sangat lemah. Saya tidak akan mempersoalkan dana-dana yang harusnya disetor terlebih dahulu ke Bendahara P3BMR, yang diduga digunakan oleh Muliadi Mokodompit (dan kawan-kawan). Tapi, berkaitan dengan klaimnya mendaftarkan pemekaran Provinsi BMR ke DPR RI, harus disebut apa kalau bukan tindak penipuan?

Membawa-bawa nama Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kahmi) harus dimaknai sebagai apa? Hanya perlu penjelasan yang memadai, saya yakin Kahmi Sulawesi Utara (Sulut) dan Kahmi Pusat akan bereaksi.

Titik paling lemah di antara semua kilahannya adalah berkaitan dengan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) –kecuali Muliadi Mokodompit punya difinisi lain. Setiap SPJ tentu didahului dengan Surat Perintah (SP). Apakah sewaktu melakukan perjalanan ke Jakarta (‘’katanya’’ ke DPR RI) dengan menggunakan dana yang harusnya disetorkan ke P3BMR, Muliadi Mokodompit (dan kawan-kawan) mengantongi SP?

Kalau perjalanan dan penggunaan dana P3BMR itu dilakukan dengan SP, mengapa jajaran Presidium P3BMR tidak mengetahui –bahkan menolak— apa yang mereka lakukan? Tipu-menipu dengan kepintaran menyembunyikan sebagian fakta, mengolah logika, dan bermain kalimat, cuma mempan terhadap anak Taman Kanak-Kanak (TK). Muliadi Mokodompit tidak tahu diri dan tidak tahu malu bila berasumsi sejumlah orang yang konsern dengan pembentukan Provinsi BMR, tidak akan mengejar bukti setiap omongan yang dia ucapkan.

Saya kian yakin bahwa sejumlah oknum memang memanfaatkan isu Provinsi BMR demi keuntungan pribadi. Patut diduga, juga dengan niat men-sabotase prosesnya. Oknum seperti ini hanya pantas diperlakukan dengan cara khas Mongondow: Butuk-kon in intau tolipu’.***