Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Wednesday, February 20, 2013

Pagi ‘’Dinangoi’’, Siang ‘’Inambal’’, Sore Sagu


SEORANG kawan yang bersekolah psikologi hingga menyandang gelar doktor pernah menganjurkan pentingnya melakukan tes ingatan dan kewarasan setiap hari. Saya tahu dia cuma main-main, tetapi toh berkali-kali saya bersuka-rela mempraktekkan anjurannya.

Menurut kawan doktor psikologi itu, cara termudah melakukan tes ingatan dan kewarasan adalah setiap malam menjelang tidur mencoba mengingat kembali apa yang dilakukan dan diucapkan sejak terjaga di pagi hari. Kalau kita masih bisa merunut semua peristiwa, apa yang dikatakan, dan dilakukan, artinya ingatan masih tokcer. Lebih mengkilap lagi kalau reka ulang itu bisa mundur sehari, dua hari, bahkan seminggu atau dua minggu ke belakang.

Di saat yang sama, ingatan itu dipadankan dengan praktek-praktek sosial dan norma-norma yang berlaku umum. Bila kita masih dapat menilai apakah yang dilakukan dan dikatakan, entah itu salah atau benar; pada tempatnya atau tidak; pasti kadar kewarasan tergolong tetap prima.

Selasa malam (19 Februari 2013) saya buru-buru melakukan tes ingatan dan kewarasan itu setelah membaca Radar Totabuan, Muliadi Polisikan De-Mo: Keberatan Dituduh Provokator dan Penipu (http://www.radartotabuan.com/read/muliadi-polisikan-de-mo-5198). Saya bersikeras mengingat pernyataan-pernyataan Muliadi Mokodompit dan Deni Mokodompit berkaitan dengan pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR), apa yang mereka lakukan terakhir ini, pula apa yang saya tuliskan dan lakukan berkaitan dengan isu-isu terkini BMR.

Demi memastikan akurasi atas fakta-fakta isu yang melibatkan Muliadi Mokodompit, saya juga mengunduh kembali seluruh pemberitaan terkait. Saya mengontak pula sejumlah orang yang tahu persis sepak-terjang oknum sialan ini. Simpulannya: rekam-jejak dan sepak-terjang Muliadi Mokodompit kurang-lebih sama dengan yang dinyatakan Deni Mokodompit.

***

Muliadi Mokodompit tetap harus diperlakukan dengan adil. Maka mari kita lokalisir satu per satu isu yang kini mengemuka, menguji pernyataan dan fakta publik yang melibatkan dia, untuk menakar apakah dia penipu, pembohong, culas, licik; atau hanya korban dari opini yang dibangun secara terstruktur yang bertujuan merusak reputasinya.

Saya akan memfokuskan pada tiga alasan utamanya melaporkan Deni Mokodompit ke polisi. Pertama, tuduhan provokator atau motor demonstrasi yang diwarnai pembakaran foto Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), SH Sarundajang. Dua, menghimpun dana dari sopir bentor dan pedagang sayur. Dan ketiga, menipu rakyat Bolaang Mongondow Raya (BMR).

Keberatan pertama: Pembuktian terhadap tudingan ini sangat mudah. Polisi cukup memeriksa orang-orang yang terlibat dalam demonstrasi di Bundaran Paris Superstore pada Selasa (29 Januari 2013) lalu. Dari hasil pemeriksaan akan terkuak di mana pertemuan dan rapat persiapan demo dilakukan, siapa yang menjadi pengundang, tokoh-tokoh yang paling banyak bicara, termasuk oknum yang merancang skenario demo dan pamflet yang dibagikan.

Yang jelas Muliadi Mokodompit tidak membantah dia terlibat dalam demonstrasi itu. Seberapa besar perannya hingga layak disebut provokator atau motor, boleh diperdebatkan. Tapi dari sepak-terjang dan rekam-jejaknya, saya yakin tuduhan Demi Mokodompit memiliki dasar kuat.

Keberatan kedua: Kalau dana yang ada di tangan Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan bukan berasal dari para sopir bentor dan pedagang sayur, lalu dari mana saja? Faktanya ada dana atas nama pembentukan Provinsi BMR yang jatuh (atau dijatuhkan) ke tangannya. Dari Bupati, Walikota, bambao’, atau mangkubi, terlebih dahulu harus melalui mekanisme organisasi Panitia Pembentukan Provinsi BMR (P3BMR). Di luar mekanisme ini, penggunaan yang disumbangkan oleh siapa pun untuk kepentingan pembentukan Provinsi BMR adalah penyelewengan.

Keberatan ketiga: Siapakah yang memerintahkan Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan (saya tidak tahu siapa ‘’kawan-kawan’’ ini) atas nama Tim I Pengkaji Provinsi BMR melakukan koordinasi dan konsultasi dengan  Ketua DPR RI, Komisi II DPR RI, Dirjen PUM dan Otsus Depdagri serta Bakorsutanal soal peta dan tapal batas BMR, sebagaimana yang dia klaim? Apa urusannya orang-orang dan institusi ini dengan proses pemekaran yang masih berada di level P3BMR, Gubernur, dan DPR Sulut?

Lebih mendetil lagi, apakah sembilan anggota Tim I Pengkaji Provinsi BMR seluruhnya turut melakukan lawatan? Apakah Deni Mokodompit secara spesifik menyebutkan bahwa ‘’Cs’’ yang dimaksud dengan ‘’Muliadi Mokodompit Cs’’ adalah Tim I, atau begundal-begundal yang diseret-seret oleh Muliadi menjadi sekutu?

Keberatan ketiga yang dijadikan dasar mengadukan Deni Mokodompit ini juga conflicting dengan klaim Muliadi Mokodompit yang mengaku menyandang gelar master tentang pemekaran wilayah. Dengan berpandu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, seorang master yang tugasnya ‘’hanya mengkaji’’ tahu persis ada Gubernur dan jajarannya, serta DPR Sulut, yang harus menjadi rujukan, konsultasi, maupun koordinasi untuk tahapan proses pembentukan Provinsi BMR saat ini.

Belang Muliadi Mokodompit kian terlihat bila pernyataan terakhirnya ini perbandingkan dengan klaim ‘’Karena DPR Provinsi (Deprov) Sulut enggan merespons, maka Tim Kajian  akan membawa draf usulan pembentukan PBMR ke pusat, yakni menggunakan hak inisiatif DPR RI, dengan jaringan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI)’’ di Radar Totabuan (http://www.radartotabuan.com/read/pbmr-hak-inisiatif-dpr-2983).

Pernyataan Muliadi Mokodompit yang berubah-ubahnya ibarat pagi ‘’dinangoi’’, siang ‘’inambal’’, sore kembali jadi sagu, menunjukkan bahwa dia memang berupaya menipu seluruh rakyat BMR. Apalagi dia tidak cukup pintar agar ‘’awas’’, bahwa di zaman digital ini rekam-jejak seseorang selalu mudah ditengok kembali, diperbandingkan yang telah lalu dan yang terkini.

***

Adalah hak Muliadi Mokodompit berkeberatan dengan tudingan Deni Mokodompit, sebagaimana yang diaminkan  Kasat Reskrim Polres Bolmong, AKP Iver S Manossoh SH, bahwa, “Itu hak setiap warga negara.” Namun adalah hak (sekaligus kewajiban) bagi seluruh warga Mongondow untuk tak menerima apa yang menjadi cita-cita luhur bersama diselewengkan demi kepentingan pribadi satu atau lebih oknum.

Saya mendukung upaya hukum apa pun demi mengurai yang lurus dan bengkok yang melibatkan Muliadi Mokodompit (sekali pun dia sebenarnya tidak penting-penting amat bagi kemaslahatan Mongondow) berkaitan dengan isu pembentukan Provinsi BMR. Dan untuk terakhir kali, kalau dia menganggap upaya hukum adalah jalan terbaik, hati-hatilah: Jangan kaget bila sebentar lagi ada petisi yang berisi laporan orang banyak yang merasa menjadi korban tipu dayanya.

Urusan penyelewengan amanat pembentukan Provinsi BMR bukan semata wilayah P3BMR, melainkan seluruh warga Mongondow.***