Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, February 19, 2013

Provinsi BMR: Mekanisme Internal Katanya….


INI kisah tentang oknum –salah satu arti dari kata ini adalah ‘’orang atau anasir dengan konteks negatif’’.

Tersebutlah satu organisasi kekeluargaan warga Mongondow di Jakarta. Dua tahun lampau organisasi ini –seperti tahun-tahun sebelum dan sesudahnya--- melaksanakan event silaturahim. Panitia dibentuk, tempat dan acara ditetapkan, dana pun mulai digalang. Sebagai wahana menjalin keterikatan sebagai warga Mongondow, penggalangan dana dilakukan hingga ke kampung asal, dalam bentuk proposal.

Gayung bersambut. Ada Kepala Daerah yang menerima proposal, menyetujui menyumbangkan sejumlah dana sesuai peruntukan dan kewenangannya. Proses dilaksanakan dan pejabat yang mengurusi proses pencairan dana itu kebetulan sepupu sangat dekat dengan Bendahara Panitia (hubungan kekerabatan di Mongondow bukanlah sesuatu yang aneh dan asing. Boleh dibilang, hampir semua orang Mongondow langsung atau tidak terikat pada jalinan rumit perkerabatan).

Tidak mengherankan, di hari dana tersedia, setelah uang berpindah tangan dan kwitansi ditanda-tangani, pejabat tersebut menelepon Bendahara Panitia, menginformasikan: ‘’Dana sumbangan sudah diterima salah seorang panitia.’’ Besaran dana juga dirinci, ‘’sekian’’ untuk event silaturahim dan ‘’sebegitu’’ kontribusi pada acara yang lain.

Namun, hingga lewat puncak pelaksanaan acara, jangankan menyerahkan pada Bendahara Panitia, menginformasikan dana yang diterima pada panitia saja, tak dilakukan sang oknum yang menanda-tangani kwitansi. Demi tanggungjawab dan ketata-laksanaan, Bendahara Panitia lalu berinisiatif menanyakan pada oknum kita ini. Jawabannya sungguh mengejutkan: ‘’Dana apa? Tidak ada sumbangan dari Kepala Daerah itu.’’

Nyaris saja kepala si oknum disambet kelom (selop dari kayu yang biasa digunakan kaum perempuan). Bendahara Panitia benar-benar naik pitam, sebab sudah tertangkap tangan pun oknum tukang tilep ini masih berani berkilah. Terlalu….

***

Tatkala membaca pernyataan Bendahara Panitia Pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya (P3BMR), Nayodo Kurniawan, di Kontra Online bahwa belum ada pendaftaran calon Provinsi BMR ke DPR RI, saya teringat lagi pada penyelewengan dana event silaturahim dua tahun lampau itu. Pernyataan Nayodo, Rabu (13 Februari 2013), yang ditajuki Panitia Tegaskan Belum Daftarkan PBMR ke DPR RI (http://kontraonline.com/11317/panitia-tegaskan-belum-daftarkan-pbmr-ke-dpr-ri/) adalah bantahan terhadap klaim Muliadi Mokodompit, MSi yang diunggah Radar Totabuan, Kamis (7 Februari 2013), PBMR Hak Inisiatif DPR  (http://www.radartotabuan.com/read/pbmr-hak-inisiatif-dpr-2983).

Untuk menyegarkan ingatan pembaca, di pemberitaan Radar Totabuan Muliadi Mokodompit yang dikutip sebagai Kordinator Tim 1 Pengkaji Provinsi BMR menyatakan: Karena DPR Provinsi (Deprov) Sulut enggan merespons, maka Tim Kajian  akan membawa draf usulan pembentukan PBMR ke pusat, yakni menggunakan hak inisiatif DPR RI, dengan jaringan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI). Dia juga menegaskan, “Intinya, target PBMR dan masyarakat BMR adalah Mei 2013 PBMR terwujud.’’

Mempertegas koreksinya, Nayodo juga mengemukakan, pihak-pihak yang mengaku sudah mendaftarkan proses pembentukan Provinsi BMR di DPR RI itu tidak jelas dasarnya. P3BMR yang sudah dibentuk secara resmi tidak pernah menyetujui atau mengetahui gerakan Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan.

Pernyataan lebih galak justru datang dari Wakil Bendahara P3BMR, Deni Mokodompit, di hari dan situs yang sama, Wakil bendahara P3BMR Sebut Muliadi Cs Penipu (http://kontraonline.com/11313/wakil-bendahara-p3bmr-sebut-muliadi-cs-penipu/). Ringkasnya, Deni yang senada dengan Nayodo, bahkan meminta aparat hukum mengusut Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan, terutama dikaitkan dengan dana-dana yang dikumpulkan dari berbagai pihak atas nama kepentingan pemekaran provinsi, namun tidak pernah disetorkan ke Bendahara maupun Wakil Bendahara P3BMR.

Ujung-pangkal pemekaran Provinsi BMR di satu sisi, menurut saya sudah seterang langit Mongondow di saat cuaca cerah. Penjelasan panjang lebar Sekretaris Provinsi Sulawesi Utara (Sekprov  Sulut), Rahmat Mokodongan, yang diunggah Radar Totabuan, Senin (18 Februari 2013), Pekan Ini Draft PBMR Tuntas (http://www.radartotabuan.com/read/pekan-ini-draft-pbmr-tuntas-4952), sama sekali tak menyisakan ruang debat. Kecuali oleh mereka yang memang mencari-cari perkara.

****

Di bagian akhir pemberitaan itu pula, ada kilahan dari Muliadi Mokodompit, yang sebelumnya mendapat ‘’serangan’’ bertubi-tubi dari segala arah (termasuk di blog ini). Saya kutipkan: “Nanti bendahara yang akan jelaskan semuanya, termasuk dana dari tukang bentor yang sebenarnya dari pribadi MSL. Saya siap mengklarifikasi masalah ini. Saya sangat menyayangkan mengapa hal ini justru diungkapkan ke media dan tidak dicarikan alternatif untuk membahasnya secara internal.’’

Menakjubkan betul kerasnya ‘’kulit’’ Muliadi Mokompit. Bahkan sudah tertangkap basah dia masih berani berkelit, terlebih dengan berlindungan pada ‘’alternatif membahas secara internal’’. Menurut saya, oknum ini jenis manusia yang kelicikannya amat sangat berbahaya dan merusak.

Kemana ‘’pembahasan internal’’ itu ketika dia terlibat dalam demonstrasi membakar ban, keranda, dan foto Gubernur Sulut? Di mana pula ‘’mekanisme internal’’ tatkala ada dana-dana yang disumbangkan atas nama pemekaran Provinsi BMR yang jatuh ke tangannya –termasuk atas nama pribadi orang per orang? Tak kurang penting: Diletakkan di mana mekanisme dan pembahasan internal P3BMR saat dia mengumumkan klaim telah mendaftarkan pemekaran Provinsi BMR ke DPR RI?

Saya penasaran ingin melihat reaksi beberapa tokoh P3BMR yang memang dikenal bersumbu kesabaran pendek, di rapat internal yang menghadirkan dan meminta pertanggungjawaban Muliadi Mokodompit (sebagai oknum yang bertindak dan mengatas-namakan Koordinator Tim 1 Pengkaji Provinsi BMR) dan kawan-kawan. Faktanya, mekanisme internal P3BMR yang kini dijadikan alat bela diri sudah dia injak-injak dan dikencingi. Ini saja, bagi orang-orang yang punya kewarasan dan paham etika dasar organisasi, sudah cukup membuat tekanan darah naik beberapa strip.

Demi menghindari ‘’kerusakan’’ lebih besar, saya menyarankan Muliadi Mokodompit manimpang jo kong ba angka dari Kota Kotamobagu (KK). Kredibilitas Anda sudah tak ada nilainya sama sekali, termasuk sebagai pengajar (sepengetahuan saya ini pekerjaan yang sekarang diembannya di KK) di Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK). Dengan begitu, setidaknya Anda berkontribusi tak lebih jauh mencemari generasi mahasiswa KK di UDK dengan perilaku busuk ala oknum.

Kalau tidak juga, saya berharap P3BMR bersedia menginformasikan kapan rapat yang mengundang dan meminta pertanggungjawaban Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan (yang masuk dalam kepanitian) dilaksanakan. Saya ingin menyumbang kelom, supaya jelas benda apa yang harus didaratkan dijidatnya. Tidak perlu fulungku, apalagi benda-benda tajam dan tumpul yang penggunaannya berkonsekwensi pidana.***