Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, February 7, 2013

Subhanallah, Korupsi Mesjid: JM Siapa?


BERITA itu bagai sengatan listrik voltase tinggi. Saya membacanya hari ini, Rabu (6 Februari 2013), di (setidaknya) tiga situs berita, masing-masing Tribun Manado (http://manado.tribunnews.com/2013/02/06/kejari-kotamobagu-tetapkan-tiga-tersangka-pembangunan-mesjid-rbm); Kontra Online (http://kontraonline.com/11256/kejari-resmi-tetapkan-3-tersangka-dalam-kasus-mrbm/); dan idManado.Com (http://idmanado.com/kejari-kotamobagu-tetapkan-3-tersangka-kasus-dugaan-korupsi-mrbm/).

Dipublikasi dengan judul yang hampir mirip, Kejari Kotamobagu Tetapkan Tiga Tersangka Pembangunan Mesjid BRM (Tribun Manado); JM Cs Resmi Jadi Tersangka Pembangunan Mesjid (Kontra Online); dan Kejari Kotamobagu Tetapkan 3 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi MRBM (idManado.Com), isinya pun seragam: Jumat, 1 Februari 2013, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotamobagu telah menetapkan tiga tersangka dugaan korupsi pembangunan Mesjid Raya Baitul Makmur (BRBM). Mereka adalah RL dan JM yang terkait dengan pembangunan MRBM; serta HSM untuk penjualan asset (besi tua) MRBM.

Ya, Allah, saya membayangkan tiga tersangka ini dalam bentuk demit mengerikan seperti yang kerap digambarkan di film-film horor. Urusan investasi akhirat saja diselewengkan, apalagi yang hanya dunia.

Kejari Kotamobagu pantas diacungi jempol. Sejak awal, bersikukuhnya Walikota Kota Kotamobagu (KK), Djelantik Mokodompit, membongkar MRBM yang secara teknis relatif berusia muda, lebih dari patut dipertanyakan. Apakah semata demi kenyamanan ibadah pemeluk Islam di KK? Karena dia ingin membangun mercu suar yang menjadi simbol kepemimpinannya? Atausekadar proyek berbiaya besar yang memberikan pemasukan fee, kick back, dan sejenisnya pada sejumlah orang yang terlibat?

Bau amis dan busuk mulai menyegat ketika pekerjaan tahap pertama oleh PT Esta Group, yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Biaya Daerah (APBD) KK 2011 senilai Rp 5,9 miliar, mangkrak. Kontraktor yang dipilih Pemerintah Kota (Pemkot) ini akhirnya di-black list. Itu saja, tak ada penjelasan memadai dan memuaskan publik, kecuali berbagai dugaan dan spekulasi yang bersimpang-siur.

Masyarakat KK sempat terhibur karena pembanggunan MRBM kembali dianggarkan di APBD 2012 senilai Rp 11,3 miliar. Tapi hingga batas waktu pengerjaan proyek yang ditetapkan jatuh pada 26 Desember 2012, PT Waskita Karya yang mengantongi kontrak, gagal menyelesaikan pekerjaan yang jadi tanggungjawab. Status terakhir dari kontruksi MRBM, sebagaimana yang dikutip Kontra Online, adalah: Pemkot memperpanjang waktu pengerjaan 50 hari ke depan, terhitung dari batas akhir penyelesaian yang disepakati.

***

Ada dua cara pandang memaknai penetapan tersangka dugaan korupsi MRBM oleh Kejari Kotamobagu: Keseriusan penegakan hukum; atau –tak dapat dielakkan—pelajaran pahit terhadap elit politik dan pejabat publik di KK.

Bila menggunakan cara pandang pertama, masyarakat KK patut memberi apresiasi tinggi pada Kejari Kotamobagu yang bergerak cepat setelah melakukan penyelidikan sekitar tiga minggu. Walau, mengingat proyek ini sudah bermasalah sejak 2011, semestinya langkah itu dilakukan sejak setahun lampau, sebagai tindakan preventif mencengah lebih banyak uang negara (milik orang banyak) diselewengkan.

Di sisi lain, tindak-lanjut Kejari Kotamobagu juga menunjukkan keberanian penegakan hukum extra ordinary. Sebab siapa pun tersangka dugaan korupsi ini (baru disebutkan dengan inisial, RL, JM, dan HSM), isunya langsung menohok Walikota KK: Baik sebagai inisiator paling menggebu, maupun pejabat politik dan pemerintahan tertinggi yang secara langsung bertanggungjawab penuh terhadap segala aspek pengelolaan kota –terutama alokasi dan penggunaan dana APBD.

Penyebutan tersangka dugaan korupsi MRBM dengan inisial dan kaitannya dengan Walikota KK, menjadi cara pandang kedua yang sifatnya lebih pada dinamika sosial dan politik kota ini, terlebih Pemilihan Walikota-Wakil Walikota  (Pilwako) sudah di depan mata. Konfirmasi adanya dugaan korupsi pembangunan MRBM memberi pengaruh sangat buruk persepsi warga terhadap Walikota, yang sudah dipastikan kembali berkompetisi di Pilwako 2013. Persepsi itu kian lengkap karena salah satu tersangka yang disebutkan adalah JM.

Singkat-menyingkat nama dan menjadikan sebagai icon sosok elit politik menjadi fenomena di negeri ini sejak era pemilihan langsung (Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota) dimulai. Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, misalnya, menjadi SBY-JK. Dalam perjalanan waktu, hanya dengan menyebut SBY atau JK, main set  orang Indonesia segera merujuk ke dua tokoh ini. Sama halnya dengan menyebut SHS di Sulut, yang hampir pasti adalah Gubernur SH Sarundajang. Demikian pula dengan JM di KK, yang identik dengan Walikota Djelantik Mokodompit.

Identifikasi berdasar icon itu kini menjebak Walikota yang populer (atau dipopulerkan) sebagai JM. Inisial ini tidak hanya digunakan secara tidak resmi, sebab diberbagai publikasi (terutama yang ber-tone positif) di media massa pun kita akan menemukan Djelantik Mokodompit dialiaskan dengan JM. Saya sendiri, sejak lama konsisten menggunakan DjM sebagai singkatan nama Walikota.

Tak terhindarkan, pengumuman kejari Kotamobagu sangat menggerus modal sosial dan politik Walikota KK. Lepas dari apakah JM yang dimaksud identik dengan JM sebagai inisial populer Djelantik Mokodompit (sebab bisa saja ‘’J’’ adalah Justin, Jusran, atau entah siapa; dan ‘’M’’ adalah salah satu marga Mongondow yang bukan Mokodompit), pamornya di tengah konstituan Pilwako KK telah terjun bebas.

Bagi Partai Golkar (PG) KK yang sudah memastikan Djelantik Mokodompit sebagai calon Walikota 2013-2018, fakta ini harus diantisipasi serius. Sungguh tragis bila JM yang dimaksud Kejari Kotamobagu adalah JM yang ada di persepsi warga KK. Bisa-bisa di tengah kampanye Pilwako, PG terpaksa gigit jari dan dengkul karena calonnya sedang meringkuk di balik bui.

Sebaliknya, para pesaing Djelantik Mokodompit di Pilwako KK, seperti Tatong Bara atau Ahmad Ishak –wartawan yang tukang main gitar, yang mempopulerkan slogan ‘’… Matt Jabrik tetap Calon Walikota KK 2013-2018—pasti riang bukan kepalang. Kerja politik yang akan dilakukan bakal tak membutuhan energi cadangan.

Karena itu, demi fairness dan kepastian terhadap masyarakat KK, menurut saya Kejari mesti membuka nama lengkap para bajingan pemakan uang dan besi tua MRBM. Niat Kejari mengungkap dugaan korupsi pembangunan MRBM adalah demi penegakan hukum; bukan menciptakan gejolak sosial dan politik di KK.

***

Sementara itu, sembari menunggu transparansi Kejari, warga KK tidak usah heran bila isu sepenting dugaan korupsi BRBM hanya akan disambut sekadar sebagai kabar positif. Tidak akan ada pembakaran ban, keranda, atau foto terduga korupsi; seperti yang dilakukan saat menggelar demo Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR) di bundaran Paris Superstore, Selasa (29 Januari 2013) lalu.

Bukan rahasia lagi, aktivis kita memang kian gemar aksi yang ‘’aman-aman’’ saja. Dan yang terpenting, demonstrasi di KK (apalagi yang langsung) mengarah ke Walikota KK, pasti kering sumber dana.***