Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, February 11, 2013

Abdullah Mokoginta: Cermin Tua yang Tak Retak


BASA-BASI –sekali lagi-- bukanlah salah satu kebisaan saya. Ketidak-bisaan yang kerap merugikan karena mudah mengundang ketidak-sukaan. Tapi saya bisa memahami. Menyampaikan sesuatu terang-terangan, terutama kritik, di negeri yang terbiasa dengan ‘’seolah-olah’’ santun, akan dianggap sebagai perilaku ‘’kalakuang''.

Mendengar Abdullah Mokoginta dan Nayodo Kurniawan dipilih sebagai Ketua dan Sekretaris Presidium Panitia Pemekaran Provinsi Bolaang Mongondow Raya (P3BMR), tanpa basa-basi pula saya bersetuju. Duet ini cocok dan pas. Abdullah Mokoginta adalah birokrat kredibel, mantan Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Wagub Sulut) 1986-1991, yang sangat dihormati –termasuk oleh mantan anak bimbingnya, Gubernur (saat ini), SH Sarundajang; sedang Nayodo Kurniawan, yang masih menduduki kursi Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Kotamobgau (KPU KK), sudah membuktikan diri sebagai anak muda yang pantas diacungi jempol.

Mereka juga mendapat dukungan dari lima Kepala Daerah (walau ada yang setengah hati) dan DPR Kabupaten/Kota di BMR, serta tim yang sangat bagus, yang datang dari berbagai latar pendidikan, profesi, aktivitas, dan pengalaman. Pendek kata, saya percaya proses pemekaran Provinsi BMR bakal beda dibanding daerah otonomi baru (DOB) lain. Pembentukan provinsi BMR akan dijalani dengan ketata-laksanaan ketat, elegan, dan penuh harga diri.

***

Tak ada angin, apalagi hujan, tiba-tiba meletup demonstrasi yang digerakkan sejumlah orang, yang diklaim sebagai ‘’tekanan’’ karena pemekaran Provinsi BMR tak jua diproses oleh Gubernur dan DPR Sulut. Aksi yang diwarnai pembakaran ban, keranda, dan foto Gubernur SH Sarundajang ini, terang-terangan pula melibatkan beberapa anggota P3BMR.

Lebih mencegangkan, aksi itu dengan besar kepala digunakan oleh satu-dua orang sebagai pembenar tindakan pribadi yang (saya tahu persis) juga semata demi kepentingan yang bersangkutan. Mentalitas tukang tipu dan garong memang sukar diubah. Kalau pun ada yang mengherankan saya, betapa beraninya oknum-oknum itu mempraktekkan modusnya untuk isu sebesar pemekaran provinsi; di komunitas yang saling terkait dan tahu-sama-tahu satu dengan yang lain seperti Mongondow.

Publikasi Harian Manado Post, Sabtu, 9 Februari 2013 (http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=119975), Draft PBMR Difinalisasi, yang juga di unggah Cybersulutnews.Com (http://www.cybersulutnews.com/index.php?mid=bolmongnews&document_srl=68620) dengan tajuk Presidium Siap Bantu Pemprov Lengkapi Berkas PBMR, membuktikan memang ada oknum-oknum di sekitar kita di Mongondow yang mengail di air keruh. Dari fakta-fakta yang satu per satu terungkap, saya bahkan tak sungkan menyatakan, satu-dua oknum yang gigih mempersuasi dan menggerakkan sekelompok anak muda (yang seharusnya dibimbing agar berpikir terbuka dan logis), menyimpan niat jahat mensabotase proses pembentukan Provinsi BMR.

Apa yang ditulis Manado Post, yang mengutip Ketua dan Bendahara P3BMR, Abdullah Mokoginta dan Abdul Kadir Mangkat, cukup menggambarkan bahwa problem (sudah pula berkali-kali saya tulis di blog ini) pemekaran Provinsi BMR, ada di internal Mongondow. Gubernur dan DPR Sulut belum bisa menindak-lanjuti karena masih banyak syarat dasar (yang sifatnya administratif) yang belum lengkap.

Senada dengan Ketua dan Bendahara P3BMR, Koordinator Divisi Sosialisasi dan Penggalangan Masa, Chandra Modeong, serta Sekretaris, Nayodo Kurniawan, yang dikutip Cybersulutnews.com, mencontohkan masalah administrasi apa saja yang masih harus dilengkapi. Lebih jauh lagi Nayodo menegaskan bahwa P3BMR masih tetap mempercayai Pemprov Sulut dalam penyelesaian administrasi pembentukan provinsi hingga ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang selanjutnya diusulkan ke DPR RI.

P3BMR ditunjuk dan disepakati oleh seluruh warga Mongondow di wilayah BMR untuk membawa aspirasi terbentuknya provinsi. Kalau bukan mereka yang didengar, lalu siapa? Tentu karena ini bukan organisasi para nabi, tetap memerlukan sumbang-saran, dorongan, bahkan bantuan dari semua pihak dan elemen di dalam dan di luar Mongondow.

Dengan berpandu pada akal sehat, saya mendukung setiap upaya kontribusi terhadap pembentukan Provinsi BMR, termasuk dari luar P3BMR. Tapi tidak dapatkah itu dilakukan, misalnya, dengan membentuk Sekretariat Bersama, Komite Rakyat, bahkan ‘’organisasi cigulu-cigulu’’? Organisasi yang menghimpun para sukarelawan dengan tujuan turut menyokong lewat kerja nyata: Membantu mengumpulkan data, mengolah, mengumpulkan dana seperti yang dilakukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bolmong (luar biasa, mereka adalah penyumbang pertama), bila perlu menjadi jembatan antara P3BMR dengan aparat dan warga Mongondow di pelosok? Kian banyak kepala dan tenaga yang urung-rembuk, cita-cita ini makin cepat terwujud.

***

Tulisan ini dijuduli nama mantan Wagub, Abdullah Mokoginta, bukan tanpa maksud. Generasi Mongondow belakangan mungkin hanya mengenal sosok yang akrab disapa Om Dula’ oleh lingkungan dekatnya sebagai bekas pejabat tinggi. Apa boleh buat, tuna sejarah dan tuna rekam jejak memang jadi masalah tersendiri buat generasi yang lebih akrab dengan facebook, pesan pendek (SMS), dan BlackBerry Message (BBM).

Padahal, khususnya di kalangan birokrat Sulut, Om Dula’ tidak hanya mantan pejabat yang dikenal kelurusan sikapnya; tetapi juga jago tetek-bengek administrasi. SH Sarundajang yang karir birokrasinya meroket hingga Inspektur Jenderal (Irjen) Departemen Dalam Negeri (Depdagri), secara terbuka mengungkapkan Om Dula’ adalah orang pertama yang mengajari dia cara membuat surat dinas yang benar.

Pengakuan terbuka Sarundajang itu diungkapkan saat perayaan hari ulang tahun (HUT) Om Dula’ yang ke-75, Mei 2010 lalu, yang juga saya temukakan di arsip pemberitaan Manado Post (http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=64050).

Warga Mongondow tak salah memilih Om Dula’ memimpin P3BMR. Usianya mungkin sudah menjelang 80 tahun, tapi saya berkeyakinan itu tak berpengaruh banyak terhadap pengetahuan dan pengalamannya berkenaan dengan administrasi pemerintahan (apa urusannya usia untuk pikiran yang tertata? Presiden Amerika ke-40, Ronald Reagan, terpilih di saat sudah berusia 69 tahun). Dia tahu persis bagaimana membawa tim P3BMR menyiapkan semua per-syaratan (yang secara administratit harus dipenuhi) pembentuk Provinsi BMR sesuai panduan PP 78/2007.

Bagi saya, pengetahuan, pengalaman, komitmen, dan kesediaan Om Dula’ didaulat menjadi Ketua P3BMR semestinya membuat kita –generasi yang jauh lebih muda—menjadikan dia cermin. Di wajahnya yang kerap lurus-lurus membungkus apa yang ada di pikiran dan hati, kita memetik pelajaran: Segala sesuatu ada tata caranya, yang mesti dilakukan sebaik-baik dan sebenar-benarnya, sekali pun itu memerlukan waktu. Pikiran pendek, emosi, dan grasa-grusu, lebih banyak mendatangkan mudarat ketimbang manfaat.***