Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, February 25, 2013

Duga-Duga Politik, Politik Duga-Duga


KESIBUKAN rutin, Senin pagi (25 Februari 2013), dimeriahkan aneka pesan dan gambar yang masuk ke telepon genggam saya. Keriuhan itu berlanjut hingga malam. Pemicunya tak lain tulisan PAN KK dan Politik yang Tak Mendidik yang diunggah di blog ini pada Minggu, 24 Februari 2013.

Pesan-pesan dan gambar itu dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, menyampaikan keterkejutan karena beberapa waktu terakhir saya mengkritik calon Walikota Kota Kotamobagu (KK), khususnya Tatong Bara (TB) yang menjadi kandidat Partai Amanat Nasional (PAN). ‘’Kami justru menduga Abang berada di balik keputusan PAN mencalonkan TB dan JD,’’ tulis salah seorang pengirim pesan. O, rupanya ada duga-duga yang salah tempat.

Kedua, baik terkait kepastian PAN memasangkan TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali KK 2013-2018; maupun kompetisi yang belum berakhir di antara bakal calon Wawali lewat PDI Perjuangan (yang ‘’katanya’’ hampir pasti berkoalisi dengan PG), saya diduga bermain di belakang untuk menjegal nama-nama tertentu. Isu ini kian liar karena dibumbui screen capture BlackBerry Profile dari seseorang di KK yang menuliskan: ‘’Brani tak punya apa-apa tapi rakyat cinta, Katamsi tidak buat apa-apa banyak mulut.’’

Waduh, duga-duga apalagi itu?Memangnya siapa saya di jagad politik Mongondow hingga begitu berpengaruhnya? Saya bukan elit politik, bukan pula aktivis,  atau tokoh masyarakat terkemuka yang pantas jadi rujukan. Saya hanya seseorang yang menuliskan pendapat, yang beberapa di antaranya terbukti benar, sebagian mungkin keliru, dan banyak lagi yang sekadar repetan dan omelan.

Kalau kemudian ada partai politik (Parpol), politikus, atau tokoh publik yang tindakannya ‘’kebetulan’’ sejalan dengan apa yang saya tulis, percayalah (seperti yang umum dicantumkan di sinetron-sinetron): Kejadian, tempat, dan nama-nama yang terlibat hanya kesamaan belaka.

Varian dari duga-duga yang berdatangan membombardir adalah, saya mengkritik PAN karena sudah bergesekan dengan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sulut yang juga bakal calon Walikota KK; serta koleganya, anggota DPR RI asal Sulut, Yasti Mokoagow. ‘’Katanya’’ apa yang saya tuliskan tak lebih dari ekspresi kekesalan terhadap dua tokoh ini. Tokoh lain yang diduga tak saya sukai adalah Benny Ramdhani, anggota DPR Sulut yang juga ambil bagian di perhelatan Pilwako KK dengan mengajukan diri sebagai bakal calon Wawali.

Apa boleh buat, saya harus mengklarifikasi dugaan-dugaan itu. Tidak lewat pesan pendek (SMS) atau BlackBerry Messenger (BBM) ke orang per orang yang sudah berbesar hati dan rela menyampaikan info, pendapat, komentar, dan kritiknya. Alangkah capeknya harus membalas setiap pesan yang masuk, apatah lagi isunya hampir seragam.

Lewat tulisan ini saya menegaskan: Hubungan saya dengan TB, Yasti Mokoagow, atau Benny Ramdhani baik-baik saja. Memang beberapa waktu terakhir tak ada kontak langsung (sekadar SMS, BBM atau telepon) dengan mereka. Namun, sepengetahuan saya tidak ada pergesekan apapun dengan ketiganya. Lain soal kalau mereka ‘’merasa’’ punya persoalan dengan saya.

Kritik saya terhadap praktek politik PAN di Pilwako KK, pencalonan TB dan bakal calon Wawali, JD, yang jadi kandidat pasangannya (lalu dengan sesukanya dikait-kaitkan pula dengan Yasti Mokoagow), adalah sikap fair dan kontrol yang seharusnya lazim dilakukan warga negara terhadap institusi politik dan aktor-aktornya. Sesuatu yang mesti diikhtiarkan, lepas dari apakah secara pribadi kita –orang per orang— punya hubungan dengan institusi politik dimaksud; atau dekat dengan elit-elit yang menggendalikan institusi itu.

Sama halnya dengan ketika saya menuliskan: ‘’Saya tidak memperhitungkan Benny Ramdhani (yang tak kurang gigih menjajakan diri dan sudah mendaftar ke PDI Perjuangan), karena akan ada penolakan keras dari elit-elit PAN Sulut dan Pusat’’ (Dilema DjM dan TB: Siapa Wawali KK 2013-2018?, Minggu, 10 Februari 2013). Apakah ada kebencian atau ketidak-sukaan yang saya nyatakan? Saya menuliskan apa yang diyakini akan terjadi, berdasar sejumlah informasi yang terverifikasi.

Sebagai politikus yang sudah malang-melintang cukup lama, semestinya Benny Ramdhani dan para pendukungnya berterima kasih; karena telah jauh-jauh hari diingatkan di mana titik lemah posisinya. Kedewasaan dan kemantangan berpolitik seseorang diuji bukan saat sedang masyuk dengan kekuasaan, melainkan ketika dia sedang berjuang merebut kekuasaan.

Lagipula, apa untungnya saya menjegal Benny Ramdhani? Tidak melakukan apa-apa pun, beberapa informasi (yang kesahihannya saya ragukan) mengatakan diam-diam di belakang saya sejumlah pendukungnya telah terlibat melakukan serangan pribadi, terutama di media-media sosial. Benar atau tidak informasi itu, bagi saya hanya gangguan kecil yang tak penting, tetapi berpotensi meretakkan orang-orang yang menyokong Benny Ramdhani dan yang terang-terangan atau diam-diam bersepakat dengan pendapat atau sikap saya.

Tentu Benny Ramdhani yang saya kenal tidak akan bertindak gegabah. Demikian pula saya.

****

Sejak mula politik Pilwako KK 2013 memang diwarnai terlalu banyak duga-duga irasional. Publik dipaksa menduga-duga bahwa hanya DjM dan TB-lah kandidat terkuat di Pilwako KK. Bahwa hanya PG dan PAN-lah Parpol yang akan men-drive pesta politik lima tahunan memilih Walikota-Wawali ini.

Duga-duga itu diperkuat sejumlah klaim bahwa bakal calon Walikota-Wawali akan ditentukan melalui mekanisme ketat yang ditetapkan Parpol pengusung; termasuk lewat survei sebagai indikator yang paling masuk akal mengukur keterkenalan, keterterimaan, dan keterpilihan para calon. Faktanya, warga KK hanya menduga-duga ‘’mahluk mekanisme partai’’ yang dimaksud; demikian pula dengan kapan, di mana, oleh siapa, siapa saja calon yang disurvei, dan berapa sample yang diambil, hingga PG atau PAN memutuskan DJM dan TB sebagai bakal calon Walikota yang diusung. Duga-duga yang sama mengiringi manuver ikut-sertanya DjM dan TB di fit and proper test (FPT) dan psikotes PDI Perjuangan.

Puncak duga-duga itu adalah ketika PAN menetapkan pasangan TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali 2013-2018. Sebagai ikutannya, publik pun menduga PG pasti berkoalisi dengan PDI Perjuangan dan akan mengusung salah satu kemungkinan: DjM-Rustam Simbala, DjM-Benny Ramdhani, atau DjM-Hairil Paputungan.

Sebagai dugaan, tiga alternatif itu absah saja. Tapi dengan dasar apa? Hasil FPT dan psikotes semata (cerdas dan matang secara emosional tidak cukup sebagai modal bila keterkenalan, keterterimaan, dan keterpilihannya rendah di mata konstituen)?

Dinamika politik KK kian kompleks karena konstituen juga terus menduga-duga apa yang dilakukan Parpol lain, baik yang punya kursi minoritas di DPR KK maupun yang non seat. Ada dugaan sudah terbentuk koalisi yang bakal mengusung Mohamad Salim Lanjar (MSL) atau koalisi non seat yang ‘’konon’’ akan mengajukan calon aternatif AR Mokoginta-Robby Siagian.

Hingga batas pendaftaran bakal calon Walikota-Wawali 2013-2018, saya yakin politik duga-duga masih terus dipratekkan oleh Parpol dan elit-elitnya di KK. Lalu, tinggallah para konstituen sibuk menduga-duga dan menebak, bahkan mungkin menjadikan kelindang politik itu sumur inspirasi tebakan jitu nomor toto gelap (Togel).***