Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, February 24, 2013

PAN KK dan Politik yang Tak Mendidik


PARTAI Amanat Nasional (PAN) mengusung Tatong Bara-Jainudin Damopolii (TB-JD) di Pemilihan Walikota-Wakil Walikota (Pilwako) Kota Kotamobagu (KK) yang puncaknya berlangsung 24 Juni 2013 mendatang. Kepastian dipasangkannya TB dengan JD dinyatakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAN KK, Begie Gobel, setidaknya yang saya baca di Radar Totabuan, Sabtu (23 Februari 2013), baik edisi cetak maupun eletroniknya (http://www.radartotabuan.com/read/pan-sandingkan-tatong-jainudin-5807).

Selamat berjuang untuk PAN, TB-JD, dan seluruh pendukung serta simpatisan. Penetapan pasangan ini sekaligus adalah kepastian pertama bakal calon Walikota-Wawali KK 2013-2018, di antara seluruh kandidat yang sudah menjual nama di kemeriahan Pilwako. Karena telah ditetapkan, pasangan ini berpeluang bergerak lebih awal dibanding yang lain.

Di saat-saat tertentu, penguasaan waktu dalam politik sangat signifikan dan krusial menciptakan keunggulan. Semoga tokoh-tokoh dan para pemikir strategi dan taktik politik di belakang PAN serta TB-JD mampu memanfaatkan ‘’keunggulan sementara’’ ini untuk mendorong penerimaan dan keterpilihan pasangan ini di hadapan konstituen.

***

Satu langkah di depan partai politik (Parpol) dengan kandidat lain, sayangnya tidak serta-merta mencerminkan kecerdasan strategi dan taktik politik PAN. Saya justru memaknai penetapan pasangan TB-JD, sebelum PDI Perjuangan mengumumkan hasil fit and proper test (FPT) dan psikotes --yang juga diikuti TB-- sebagai bagian dari proses memilih koalisi (antara Partai Golar –PG— atau PAN), adalah ‘’kecelakaan strategi kedua’’ PAN dalam tiga pekan terakhir.

Bahkan melihat langkah-langkah PAN di Pilwako KK yang tampak bagai tindakan politikus amatir dan anak bawang, membuat saya bertanya-tanya: Benarkah partai ini punya strategi di Pilwako KK? Siapkah mereka menjadi pemenang? Apalagi, walau Walikota-Wawali saat ini terpilih karena dukungan PAN, pemenang sebenarnya adalah partai pesaing, terlebih ketika Djelantik Mokodompit (DjM) terpilih memimpin PG KK.

Untuk mengingatkan pembaca, ikut-sertanya TB di FPT dan psikotes yang dilaksanakan PDI Perjuangan (calon partai koalisi yang diharapkan mengusung bakal calon Wawali), tidak pernah diketahui rasionalitas dan logikanya hingga hari ini. PAN yang memiliki fraksi utuh di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) KK dan jauh-jauh hari sudah memastikan TB sebagai satu-satunya calon Walikota yang dimajukan, membiarkan konstituen dan publik bertanya-tanya dan berspekulasi.

Padahal politik adalah bagaimana Parpol merumuskan, mengolah, mengimplementasikan strategi dan taktik, lalu mengkomunikasikan pada publik.

Di tengah publik yang susah payah mencari jawaban sendiri, mencernah, dan menafsir keikutsertaan TB di FPT dan psikotes yang dilaksanakan PDI Perjuangan, pengumuman ditetapkannya TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali PAN KK, kian melengkapi tanda-tanya itu. Apakah ini isyarat bahwa PAN tidak akan berkoalisi dengan PDI Perjuangan? Yang terburuk, sebagai sebuah spekulasi: TB gagal melewati FPT dan psikotes yang dia ikuti.

Parpol yang cerdas, apik, dan komunikatif pun masih sering ditafsir sesukanya oleh publik, apalagi yang tidak. Pemberitaan Beritamanado.Com, Minggu (24 Februari 2013), Mega Restui Koalisi Kuning-Merah Di Pilwako (http://beritamanado.com/politik-pemerintahan/koalisi-kuning-merah-kotamobagu/164881/) bukanlah sesuatu yang positif, yang mengiringi penetapan pasangan TB-JD.

Pemberitaan itu, yang mengutip anggota Tim Penjaring bakal calon Walikota-Wawali dari PDI Perjuangan, Riswanto Dali, mengungkapkan partainya sulit berkoalisi karena PAN ‘’memaksakan kehendak’’. ‘’PAN tadinya mengatakan, bahwa balon Wawali diserahkan sepenuhnya ke PDIP. Namun, kenyataannya mereka mendorong pasangan calon berdasar keinginan sendiri. Itu seolah PDIP hanyalah sebagai partai pendukung, bukan pengusung.’’

Demokrasi Indonesia –dalam pengertian hakiki-- yang masih belia (ditandai dengan jatuhnya Soeharto pada 1998), dengan cepat mengajarkan pada rakyat di negeri ini, justru Parpol dan politikus-politikusnya tak siap berpolitik secara sehat. Ketidak-siapan itu, utamanya terekspresi dari inkonsistensi antara apa yang harusnya dilakukan, apa yang dikatakan, dan apa yang sesungguhnya dilakukan.

Pekan-pekan terakhir ini warga KK beruntung melihat sepak terjang PAN dan tokoh-tokohnya sebagai bukti telanjang inkonsistensi itu.

***

Di luar strategi dan taktik besar pencalonan Walikota-Wawali KK, PAN sebagai partai yang mendapat kepercayaan warga, juga berulang-kali secara terang-terangan meremehkan konstituennya. Dengan memohon maaf sebesar-besarnya pada Ketua DPD PAN KK, Begie Gobel, saya menyesal harus menuliskan, bahkan berbohong pun PAN tak mampu melakukan dengan cerdas dan bermartabat.

Dipilihnya JD mendampingi TB, menurut Begie (sebagaimana dikutip Radar Totabuan), sudah melalui mekanisme semestinya, termasuk survei yang dilakukan internal partai. Sejak lama saya berulang-kali mendengar PAN melakukan survei untuk bakal calon Walikota-Wawali yang akan diusung di Pilwako KK. Tapi cerita tentang survei ini sama kaburnya dengan sosok mangkubi’.

Kapan survei itu dilakukan, oleh lembaga kredibel siapa, dengan berapa populasi, menggunakan metode apa, siapa saja yang dijadikan kandidat, dan bagaimana hasil sebenarnya, hanya PAN dan Tuhan Yang Maha Esa yang tahu. KK adalah sebuah wilayah kecil. Sekali lagi (ini sudah saya tulis berulang kali), saking kecilnya hingga untuk lomba gerak jalan 17 Agustus, sebelum peserta ngos-ngosan kelelahan, seluruh kota sudah selesai dikelilingi.

Jangankan survei politik terkait Pilwako (topik yang sudah jadi kunyahan warga KK sejak dua tahun terakhir), sekadar polling iseng apakah warga KK lebih suka tinutuan dengan bawang goreng atau tidak, pasti sudah jadi perbincangan di seantero kota. Ketidak-tahuan dan tidak komunikatifnya PAN dalam soal survei yang diklaim itu menimbulkan syak, jangan-jangan pengurus dan politikus partai ini cuma menghitung suara tokek dan batang lidi, lalu ‘’hap!’’ nama calon keluar dari tongkat sihir Madam Mikmak.

Memilih TB, JD, ulat bulu, atau palo-palo cendol sebagai bakal calon Walikota-Wawali adalah sepenuhnya prerogatif PAN. Namun mengkritisi prosesnya, apalagi kalau sudah bertendensi dusta dan memanipulasi akal sehat publik, adalah hak setiap warga negara, lebih khusus lagi masyarakat KK. Praktek politik yang tidak mendidik bukan hanya najis, tetapi bertentangan dengan seluruh substandi fundamental demokrasi dan keberadaban kita.

Saya pribadi, dengan pengetahuan politik terbatas (juga terhadap para politikus di KK khususnya), hanya berkomentar pendek ketika diminta pendapat terhadap penetapan TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali dari PAN: ‘’PAN gagal belajar dari pengalaman. Pasangan DjM-TB hanya kompak di tiga bulan pertama setelah resmi sebagai Walikota-Wawali KK 2009-2013. Menurut hemat saya, pasangan TB-JD lebih baik. Kalau terpilih, mereka baru akan saling menggigit dan menerkam setelah enam bulan resmi menduduki kursi Walikota-Wawali KK 2013-2018.’’***