Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, February 12, 2013

Relokasi SMA Negeri 4 Kotamobagu: Mentang-Mentang Punya Kuasa….


WAH, ada gonjang-ganjing di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Kotamobagu?  Tajuk berita di Radar Totabuan  (http://www.radartotabuan.com/read/dpkad-jadi-fasilitator-kisruh-sma-4-3548), Senin (11 Februari 2013), DPKAD Jadi Fasilitator Kisruh SMA 4, memang membingungkan. Seolah-olah ada perkara yang menggoyang sekolah ini, lalu Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD –bukan DPKAD) turun tangan jadi penengah.

Rupanya yang menulis berita (termasuk menyematkan judul) sedang binombulou. Beritanya sendiri justru berisi kejengkelan Kepala DPPKAD, Abdullah Mokoginta, terhadap Kepala SMA Negeri 4, Dra Nursiati Pobela, dan jajarannya yang ‘’disimpulkan’’ menolak rencana Pemerintah Kota (Pemkot) menukar-guling lahan (dan sekolahnya) dengan tanah dan bangunan yang kini digunakan Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK).

Dari eksplorasi terhadap isu ini, saya menemukan, duduk-soalnya kira-kira seperti ini: Pemkot Kotamobagu berencana membangun Islamic Centre dan telah memilih lahan tepat berhadapan dengan Mesjid Raya Baitul Makmur (MRBM), yang masih ditempati UDK. Karena itu, UDK akan direlokasi ke lahan dan bangunan yang kini digunakan oleh SMA Negeri 4;  dan untuk itu SMA Negeri 4 bakal dipindah ke Bilalang.

Demi kepentingan relokasi, Pemkot lewat Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora), Drs Sa’ir Lantang, MAP, meminta SMA Negeri 4 menyerahkan sertifikat tanah dan bangunan sekolah. Kepala Sekolah dan jajarannya menolak, yang kemudian membuat Kepala DPPKAD turun tangan membantu koleganya di Dikpora.

Dasar penolakan Kepala SMA Negeri 4, dari berbagai pemberitaan yang saya temukan dan simpulkan, karena mereka tampaknya hanya boleh menerima putusan Pemkot. Tanpa didahului sosialisasi atau komunikasi memadai, apalagi rembuk mempertemukan yang masih jadi perbedaan dan mempertegas apa yang dapat disepakati.

***

Bila benar informasi yang disarikan dari berbagai publikasi itu, Kepala SMU Negeri 4 Kotamobagu harus diberi dukungan. Perlawanannya, menurut pendapat saya, bukan terhadap hirarki birokrasi atau pembangkangan pada atasan; tetapi pada kedunguan sejumlah elit birokrasi yang kini memimpin KK.

Di zaman kini, ketika demokrasi kian berurat-berakar di tengah masyarakat, tidak semua hal harus diputuskan dengan suara terbanyak. Bila orang banyak keliru, mereka pun boleh dilibas. Namun, demokrasi juga memberi peluang mencapai kesepakatan dengan damai. Semua ketidak-sepamahan dapat diselesaikan hanya dengan komunikasi, duduk bersama merembukkan ihwal-soalnya, dan akhirnya mencapai kesepakatan yang dengan sukarela dilaksanakan oleh para pihak.

Melihat titel di depan dan belakang nama Kepala DPPKAD dan Kepala Dikpora, mereka berdua setidaknya pernah mendengar kata ‘’pemangku kepentingan’’ (stakeholder). Mereka pasti pernah pula mendengar ‘’hubungan dengan pemangku kepentingan’’ (stakeholder engagement). Kalau jawabannya tidak atau samar-samar dan ngalor-ngidul, dua petinggi Pemkot KK ini memang cuma cocok ditunjuk jadi tukang sapu.

Komite Sekolah, Kepala Sekolah dan guru-guru, para siswa serta orangtua mereka, adalah pemangku kepentingan utama relokasi SMA Negeri 4. Sudahkah Dikpora –dan DPPKAD-- berkomunikasi, mensosialisasikan rencana relokasi (bahkan lebih besar lagi grand design pendidikan di KK) pada mereka? Sudah pulahkah dua institusi ini melakukan pengkajian matang yang jadi fundamen menyakinkan semua pemangku kepentingan pendidikan di KK?

Setiap hubungan dengan para pemangku kepentingan, apalagi untuk isu-isu substansial, menuntut passion, ketrampilan komunikasi, dan rentang waktu tertantu. Meyakinkan seluruh pihak yang berkepentingan terhadap relokasi SMA negeri 4, sekali pun dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian stakeholder engagement, saya yakin tidak akan selesai dalam semalam-dua malam.

Mentang-mentang dengan kekuasaan, karena pangkat atau eselon Kepala SMA Negeri 4 lebih rendah dari dua elit Pemkot itu –karenanya dia mesti tunduk tanpa reserve--, cuma dipraktekkan kelompok fauna berotak terbatas. Hanya kelompok monyet yang ditakar dari banyak dan tingginya jambul di kepala; atau merah atau tidaknya lingkaran di sekitar anus.

Dari lalu lintas informasi yang beredar di ranah publik, dua pejabat Pemkot KK yang terlibat urusan relokasi SMA Negeri 4, sungguh hanya memperlihatkan ke-mentang-mentang-an itu. Alasannya pun banci dan semata mengandalkan kekuasaan.

***

Di luar isu pembangkangan Kepala SMA Negeri 4 Kotamobagu, ada pertanyaan yang mengusik saya: Begitu mendesakkah rencana pembangunan Islamic Centre hingga Pemkot KK harus menggunakan kekuasaan paksa terhadap pihak-pihak yang belum sepakat?

Sebagai pemeluk Islam dan orang Mongondow dari KK, saya turut berkepentingan terhadap adanya pusat ibadah, pendidikan, sosial, atau kebudayaan Muslim. Tapi tidak bolehkah rencana-rencana itu terlebih dahulu dikaji, dikomunikasi, dan disosialisasikan dengan terbuka dan hati-hati?

Apalagi Pemkot KK di bawah kepemimpinan Walikota Djelantik Mokodompit dengan aneka rencana ‘’mega’’-nya sudah terbukti memicu banyak masalah. Tengok saja problem-problem akibat relokasi Pasar Serasi yang tak kunjung terselesaikan; atau pembangunan MRBM yang tersendat-sendat dan diruyak korupsi.

Belum lagi bila dipertanyakan apakah rencana pembangunan Islamic Centre itu telah masuk dalam rencana tata ruang kota? Kapan akan dibangun? Dibiayai dengan apa (menyelesaikan pembangunan MRBM saja Pemkot kini sudah  termehek-mehek)?

Terlalu banyak pengabaian di satu sisi dan kejutan rencana pembangunan di sisi lain di KK. Saya kian takut, jangan-jangan Kotamobagu memang sedang dibangun di atas rencana-rencana yang digantungkan pada suasana hati para elit yang berkuasa saat mereka terjaga di pagi hari? Yang bisa sesukanya melakukan segala sesuatu karena mumpung sedang berkuasa.***