Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, March 1, 2013

Kalkulasi Investasi Politik Herson Mayulu


KABAR duka itu menyebar cepat pada Jumat, 17 Februari 2012, Wakil Bupati (Wabup) Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Samir Badu, meninggal dunia di usia 49 tahun di RS Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat. Pemerintah dan warga Bolsel kehilangan seorang pemimpin, pendidik, sekaligus politikus yang dikenal ‘’hemat dalam kata-kata’’.

Almarhum Samir Badu adalah sosok bersahaja yang tak banyak bicara. Setidaknya itu kesan yang saya tangkap ketika dia disandingkan dengan Herson Mayulu di pemilihan Bupati-Wakil Bupati (Pilbup) Bolsel 2010 lalu. Herson Mayulu yang malang-melintang di birokrasi kemudian beralih menjadi politikus, memang lebih ekspresif dalam tutur. Mereka adalah pasangan yang ideal, satu dan yang lain saling melengkapi.

Ketika terpilih dan dilantik sebagai Bupati-Wabup, hingga berpulang ke Rahmatullah, Almarhum Samir Badu memainkan perannya dengan baik. Saya tidak pernah mendengar ada pergesekan antara dia dan Bupati, sebagaimana yang umum terjadi di Mongondow. Sudah menjadi pengetahuan umum, kemesraan pasangan Bupati-Wabup atau Walikota-Wakil Walikota (Wawali) di Bolaang Mongondow Raya (BMR) sepertinya selalu berumur pendek.

Hanya tiga-empat bulan setelah dilantik, mereka mulai saling mengadu otot dan tarik-menarik pengaruh. Walikota Kota Kotamobagu (KK) Djelantik Mokodompit-Wawali Tatong Bara berseteru nyaris ketika janur pelantikan belum lagi kering. Perbedaan pendapat Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Lanjar-Wabup Medi Lensun bahkan sempat diwarnai ancaman mundur dari Wabup. Hubungan Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Induk Salihi Mokodongan-Yani Tuuk yang kerap meriang. Tak harmonisnya Bupati Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) Hamdan Daatunsolan-Wabup Depri Pontoh yang belakangan terbukti dengan cerainya mereka di Pilbup 2013 ini.

Bupati Herson Mayulu-Wabup (Almarhum) Samir Badu tak terjebak pada silang-selisih yang sedemikian gentingnya hingga menjadi konsumsi publik. Saya yakin ada banyak perbedaan pendapat di antara mereka, tetapi dengan menejemen hubungan yang baik, tak ada satu pun di antara ketidak-kesepakatan dan ketidak-sepahaman itu yang mencuat ke permukaan.

***

Berpulangnya Almarhum Samir Badu adalah kehilangan besar bagi Bupati Herson Mayulu. Apalagi hingga lebih setahun sejak hari duka itu, kursi Wabup Bolsel masih tetap dikosongkan.

Namun, apa pun alasannya, lebih dari sekadar tuntutan undang-undang (UU) dan turunannya, mesti ada Wabup yang mendampingi Bupati. Tak ada keraguan Herson Mayulu mampu memimpin Bolsel seorang diri, apalagi dia didukung aparat yang terus-menerus ‘’dicambuk’’ agar mencapai kinerja maksimal, termasuk dengan mempromosi orang muda seperti Tahlis Galang sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda). Tapi memiliki seorang wakil tetap penting, agar tak seluruh beban pemerintahan dan birokrasi (juga politik) terpusat di pundak Bupati.

Herson Mayulu bukan Batman, apalagi Superman. Dia tak mungkin mengerjakan seluruh kompleksitas kepentingan (kebutuhan dan keinginan) masyarakat Boltim seorang diri. Yang paling sederhana, misalnya, betapa sulit dia bertindak sebagai pembuat kebijakan, pengambil keputusan, dan di saat yang sama juga bertugas melakukan pegawasan. Kalau tak salah, yang terakhir (pengawasan) dalam prakteknya galib diserahkan sebagai wewenang Wabup.

Pekan-pekan terakhir saya mendengar proses pemilihan Wabup Bolsel sudah bergulir lagi. Kabarnya DPR  telah membahas tata tertib (Tatib) pemilihan; dan segera melanjutkan ke tahap berikut. Siapa saja kandidat yang akan diusung, menjadi wewenang Bupati (yang dipilih lewat Pilbup) untuk mengajukan calon, sedang DPR memilih (bila calonnya lebih dari satu), menetapkan, dan mengawal prosesnya hingga pelantikan dilakukan.

Semoga yang terbaik bagi Bolsel, pemerintah, dan masyarakatnya yang akan terpilih.

***

Kita tak bisa menafikan bahwa posisi Wabup sangat strategis bukan hanya dari aspek pemerintahan dan politik formal Bolsel; tetapi juga secara pribadi untuk Bupati, khususnya dikontekskan dengan kepentingan jangka panjang. Saat ini Bupati Herson Mayulu baru menjabat di periode pertama. Melihat kepemimpinannya (lepas dari kelebihan dan kekurangan yang dicapai), peluang menjabat kedua kali; atau menjadikan record pemerintahannya sebagai modal politik untuk jabatan lebih pretisius (anggota DPR RI misalnya), terbuka sangat lebar.

Dalam memilih pengganti Almarhum Samir Badu, Herson Mayulu mesti memperhitungkan sang calon bukan hanya pasangan menggenapi tahun masa jabatan yang tersisa. Menurut pendapat saya, calon yang diajukan harus diperhitungkan sebagai tandem kepentingan masa jabatan kedua (kalau Herson Mayulu memutuskan mencalonkan diri lagi). Artinya, selain calon Wabup secara profesional harus memiliki kecocokan dan saling mengisi dengan Bupati, dari pendekatan politik minimal mampu memberi kontribusi terhadap reputasi dan keterpilihan Herson Mayulu.

Kebutuhan partner profesional ditakar dengan kecerdasan, kematangan, kebijaksaan, dan kecocokan chemistry (ini bagian yang paling sulit) dengan Bupati. Kecocokan chemistry ini penting agar Bupati merasa nyaman luar-dalam, jauh dari was-was setiap saat Wabup beralih jadi Brutus dan malah jadi pesaing utamanya di Pilbup mendatang.

Akan halnya aspek yang sepenuhnya politik, Herson Mayulu harus mempertimbangkan sang calon bukan hanya bermanfaat untuk dia pribadi dan PDI Perjuangan (sebagai partai pengusung utama), tetapi lebih luas dari itu sebagai ikhtiar membangun aliansi politik besar. Aliansi ini selain mendekatkan ‘’jarak politik’’ antara Bupati dan DPR Bolsel, juga mengakomodir aspirasi mayoritas masyakat.

Kerumitan aspek-aspek yang harus dipertimbangkan oleh Herson Mayulu, dalam pandangan saya, harus dia bijaksanai dengan membuka perspektif seluas-luasnya, termasuk mempertimbangkan menggandeng calon Wabup dari eks pesaing di Pilbup 2010 lalu. Harus diakui, beberapa calon yang bertarung dengan pasangan Herson Mayulu-Almarhum Samir Badu, juga berkualitas jempolan: Baik dari komitmen membangun Bolsel, pengaruh sosial, budaya, dan politik, serta keterterimaan masyarakat.

Kalau Herson Mayulu berani menggandeng salah satu di antara mantan pesaingnya, setidaknya yang dianggap paling netral dan memberi nilai tambah maksimun di jangka panjang, dengan kesepakatan politik tegas, dia akan tidur nyenyak hingga akhir masa jabatan. Pun, bila ingin mencalonkan diri kembali atau menapak tangga berikut karir politiknya, dia tahu sudah mengantongi dukungan yang luas dan memadai.

Politik adalah investasi yang hasilnya bergantung pada seberapa cermat para pelakunya menghitung, menegosiasikan, mengkompromikan, dan memegang teguh kesepakatan. Herson Mayulu kini menggenggam kesempatan emas itu.***