Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Sunday, March 24, 2013

Gegar dan Geger Idola Cilik


PENTAS Idola Cilik di RCTI, Sabtu (23 Maret 2013), berakhir haru-biru buat Novia Bachmid dan para pendukungnya. Gadis cilik 11 tahun asal Nuangan, Bolaang Mongondow Timur (Boltim), ini urung ke babak berikut (Tiga Besar) karena gagal mengumpulkan dukungan maksimal pemirsa yang ditakar dari banyaknya pesan pendek (SMS) untuk dia.

Beberapa pekan terakhir puteri pasangan Noval Bachmid dan Mariam Batalipu ini menjadi fenomena di kalangan warga Mongondow. Tiap kali dia naik panggung di akhir pekan, SMS dan BlackBerry Messenger (BBM) bersiliweran mengingatkan (yang terakhir saya terima): Ketik IC NOVI, kirim ke 6288.

Terus-terang saya hanya sekali menonton Idola Cilik di mana Novi turut berkompetisi. Itupun, mengingat minat tontonan saya jauh berbeda, hanya kurang setengah jam. Selebihnya, karena Novi sedang dipersepsikan sebagai pengusung gengsi Mongondow, berpartisipasi mengirimkan SMS hingga dua jempol pegal  bukanlah beban. Apa susahnya copy and paste lalu menekan send.

Mongondow memang sedang butuh icon dan idola. Siapapun dan di bidang apapun, agar daerah ini dan warganya bisa berhadapan dengan masyarakat daerah lain dengan kepala tetap tegak. Harus diakui, di tengah lalu-lintas informasi yang mengabarkan tokoh dan prestasi yang diraih masyarakat di daerah lain, orang Mongondow kerap jengah.

Orang Mongondow sedang krisis gengsi. Di media setiap hari kita membaca, menonton, dan mendengar perilaku tokoh-tokoh (atau yang ditokohkan) dari daerah ini. Hampir semuanya memprihatinkan dan membuat malu. Ada tokoh muda bergelar doktor dan master yang ternyata menjadikan upaya melahirkan Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR) sebagai bisnis demi keuntungan pribadi. Elit politik dan birokrat teras berbondong-bondong jadi tersangka atau bahkan sudah dikerangkeng karena korupsi. Pun macam-macam ulah para Kepala Daerah di wilayah ini yang terang-terangan mengundang cibir.

Mendukung Novi di tengah kelindang seperti itu adalah keniscayaan. Walau, sekalipun Novi keluar sebagai Idola Cilik 2013, dia mungkin hanya jadi kabar baik sesaat, setelah itu tenggelam dihanyutkan ideola-idola lain yang berhasil menjadi salah satu bintang (di antara jutaan) kreasi layar televisi. Pahlawan dan pecundang datang dan pergi setiap detik. Beberapa karena bakat, talenta, kecerdasan, dan konsistensi, berhasil bertahan terus bercahaya hingga beberapa tahun. Namun kebanyakan tak beda dengan meteor atau bintang jatuh. Cemerlang sesaat, setelah itu siapa yang ingat?

Coba tanyakan pada para penggila pentas idola yang menjamur di layar teve Indonesia sejak Indonesian Idol dipopulerkan, misalnya siapa yang masih ingat pemenang Idola Cilik 2012? Saya yakin, terlebih di Mongondow, hampir semua kepala bakal menunjukkan paras berpikir keras lalu perlahan-lahan mengeleng penuh ketidak-yakinan.

Tapi kita memang lapar idola. Itu sebabnya saya memahfumi bahkan Bupati Bolmong, Sehan Lanjar, pun turut menggerakkan diri mendukung Novi. Bupati yang disapa akrab dengan Eyang ini, berulang kali sengaja meluangkan waktu menunjukkan sokongannya dengan hadir di Studio RCTI, duduk di barisan terdepan di saat Novi mentas.

Bahwa di luar perannya sebagai pejabat publik di Boltim (di mana daerah asal Novi, Nuangan, adalah bagian dari wilayah kekuasaannya), Eyang juga berkerabat dengan Novi, bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Di banyak peristiwa Eyang telah membuktikan bila terkait dengan kepentingan umum, dia tak segan-segan mengambil bagian penting.

Saya ingin menunjukkan dua bukti yang masih segar di ingatan warga Mongondow dan Sulut. Pertama, di isu pembentukan Provinsi BMR, Eyang menjadi salah satu Kepala Daerah yang paling gigih dan paling aktif (lepas dari apakah motifnya politik dan popularitas atau benar-benar karena kepentingan umum) menggerakkan prosesnya. Kedua, tatkala banjir menenggelamkan sebagian wilayah Manado, tengah Februari 2013, Eyang menjadi satu-satunya Kepala Daerah di Sulut yang turut menyingsingkan lengan, termasuk dengan mengirimkan Mobile Medical Center (MMC) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkba) Boltim, lengkap dengan dokter dan paramedisnya.

Kenyataan berkata lain. Novi tersingkir dari babak lima besar Idola Cilik 2013. Para pendukung, terutama yang aktif menggalang pengiriman SMS, juga Eyang, tentu kecewa dan menyayangkan. Menurut hemat saya, fakta ini sekaligus menjadi bukti lemahnya solidaritas orang Mongondow umumnya. Sekadar mengirimkan SMS demi gengsi bersama saja kita abai, apalagi urusan lain yang jauh dari pikuk media?

Saya tidak heran menit-menit setelah Novi mental dari Idola Cilik, bersiliweran SMS dan BBM yang ‘’mencaci’’ Kepala Daerah lain di Mongondow sebagai orang-orang yang tak peduli. Setahu saya, di luar Eyang, memang tak ada satu pun elit kita yang menunjukkan konsernnya, sekali pun sekadar himbauan agar warga yang berkesempatan bersedia turut menyokong Novi.

***

Ekses tersingkirnya Novi tidak berhenti hingga SMS dan BBM. Di hari yang sama, menjelang tengah malam, saya menerima kiriman foto Ayu Basalamah (sepengetahuan saya dia adalah pengelola Ayu Salon) yang kuyu dan ‘’kelihatan’’ merana seperti habis ditempeleng di tahanan Polsek Urban Kotabunan. Ayu (dia bukan perempuan walau namanya berbau feminis), dicokot polisi karena mengirimkan BBM berisi cacian terhadap Eyang, yang disebut pembohong dan ‘’buah yaki’’.

Bila ditelisik lebih jauh, cacian itu (menurut BBM Ayu yang kemudian di-capture dan menyebar bak api melalap ilalang kering) disemburkan karena Eyang tidak memenuhi janji menyebar pulsa supaya warga Boltim dapat beramai-ramai mendukung Novi. Kalau benar Eyang pernah berjanji dan tidak menepati, terlebih dalam kedudukannya sebagai pejabat publik, dia memang harus dicaci-maki. Ayu bukan hanya tak pantas dibogem dan ditahan aparat kepolisian, melainkan dia juga harus diberi dua jempol.

Dan kalau pun cacian Ayu hanya fitnah semata, kebijakan dan kerendah-hatian Eyang menanggapi justru membuat dia layak didaulat jadi Bupati Idola 2013. Yang mesti dilakukan amat sepele: Datangi Polsek Urban Kotabunan, temui Ayu dan nasehati hingga dia menangis termehek-mehek menyesali perbuatan, jamin agar dikeluarkan dari tahanan, dan umumkan pada orang banyak pemaafan telah diberi.

Terhadap pelaku penghadangan dan pengerusakan mobil Bupati pada Jumat, 17 Agustus 2012 silam, Eyang berbesar hati memberikan maaf, apalagi hanya untuk Ayu yang mungkin hanya butuh sedikit perhatian dan sentuhan. Siapa yang tahu setelah itu Ayu bakal menjadi penata rambut dan kumis buat Eyang?

Media yang lapar sensasi dan yang konservatif sama-sama akan memamah peristiwa itu sebagai santapan lezat.***