Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, March 1, 2013

Politik Bocah ‘’Play Group’’


MENCERMATI ulah para bocah selalu jadi kenikmatan tiada tara. Bersama dua keponakan yang kini tinggal di rumah Ayah-Ibu di Jalan Amal, Gatan dan Apgan, misalnya, membuat saya melepas segala atribut orang tua atau profesional yang di keseharian disapa ‘’Bapak’’ dengan penuh segan.

Tiap kali berada di Kota Kotamobagu (KK), dua bandit kecil itu menjadikan dunia saya ditaburi bintang. Karena dipeningi aksi huru-hara mereka; pun sebab kejailan keduanya –ditambah si bungsu Ubay yang kebisaannya baru taraf ‘’hu’’ dan ‘’ha’’— tak henti menciptakan kegembiraan.

Tiga kepala kecil itu, dilengkapi seorang keponakan perempuan yang kecil-kecil sudah menunjukkan bakat Zena The Warrior Princess, Zoya, segala penat dan beban menguap. Sekali pun mesti memainkan banyak peran (kuda-kudaan, pesilat, ahli masak-memasak, tukang memandikan, pendongeng, dan sesekali uncle yang galak), saya sama sekali tak keberatan. Mereka memberikan hiburan ekslusif, sekaligus cermin jernih yang membawa banyak pencerahan.

Bocah tetaplah bocah. Apalagi Gatan dan Apgan yang masih tercatat sebagai murid Taman Kanak-Kanak (TK) dan anggota ‘’Play Group’’ (saya kesulitan merumuskan apakah Play Group memang harus diterjemahkan sebagai ‘’Kelompok Bermain’’ –bukankah TK juga demikian; dan tepatkah sematan ‘’murid’’ untuk anggotanya?).  Saya selalu terbahak-bahak melihat dan mendengar rivalitas di antara mereka berdua, yang kebetulan bersekolah (sebenarnya lebih tepat disebut bermain-main sembari sedikit belajar) di tempat yang sama.

Apgan, sekali pun lebih muda dan bertubuh kecil, tak pernah rela takluk. Apa yang dilakukan kakaknya, selalu ingin dia saingi. Termasuk dalam urusan berteman. Kalau Gatan meng-klaim punya teman lima, Apgan akan menggandakan jumlah temannya menjadi 10 (setelah itu dia kebingungan menjelaskan berapa 10 itu sesungguhnya).

Tapi, sehebat-hebatnya kedua bocah itu, mereka sama-sama tak berdaya di hadapan Zoya. Bukan karena Zoya lebih galak dan siap menerkam Apgan dalam memperebutkan mainan, tapi karena perempuan kecil ini tampaknya tahu keunggulan lebih yang dia miliki: Aki, Ba’ai, Papa, Mama, Om, Tante, dan Uncle Pemarah akan melompat begitu terlihat tanda-tanda –terutama— Apgan akan melakukan sesuatu terhadap Zoya.

***

Kamis sore (20 Februari 2013) Djelantik Mokodompit (DjM)-Rustam Simbala (RS) yang resmi diusung koalisi Partai Golkar (PG) dan PDI Perjuangan sebagai bakal calon Walikota-Wawali (Wawali) KK 2013-2018, diarak dengan konvoi oleh massa pendukungnya. Arak-arakkan ini demi menyambut Surat Keputusan (SK) penetapan mereka sebagai kandidat yang akhirnya dikantongi.

Pada seorang kerabat yang iseng menelepon, menggambarkan suasana konvoi itu, saya berkomentar, ‘’Biasa itu. Sama deng Apgan kalu abis ba kase warna gambar, kong dia kira yang dia bekeng lebe bagus dari yang Gatan ada warnai.’’

DjM kelihatan punya tabiat khas yang sukar diubah, yaitu kegemaran pada show of force hingga kita –lebih khusus warga KK—jadi sukar membedakan apakah itu tanda syukur atau ekspresi makang puji. Adipura diarak dengan konvoi, kini SK (sepotong kertas biasa yang anehnya diperlakukan bagai jimat keramat) juga dia dikonvoikan. Sebentar lagi kalau DjM ikut lomba mancing dan berhasil menangkap ikan lele, bukan tidak mungkin juga akan diarak dengan konvoi keliling kota.

Entah kenapa, kepada kerabat yang menelepon itu, saya spontan pula menyelutuk, ‘’Karna DjM-RS so kase tunjung makang puji, jang herang kalu Tatong Bara (TB)-Jainudin Damopolii (JD) –yang diusung Partai Amanat Nasionla (PAN)— mo bekeng konvoi lei. Dorang mo makang puji, orang banya’ makang asap kanalpot.’’

TB-JD dan pendukungnya memang tak mau kalah unjuk kekuatan, yang digelar megah Jumat (1 Maret 2013). Meminjam lalu-lintas gambar dan komentar di BlackBerry Messenger (picture profile dan group), ‘’Konvoinya Membirukan KK’’. Konvoi DjM-RS ''konon'' diperkirakan diperkuat lebih 3.000 orang; ''katanya'' dilipat dua oleh bala manusia dan kendaraan yang digelar TB-JD (sembari mereka melupakan ada 90.000 lebih pemilih KK yang kesal atau naik pitam karena dihadang macet dan kebisingan).

Tapi tetap saja gelar kekuatan TB-JD sungguh luar biasa! Makang puji dibalas makang puji pe kaka’. Konvoi dibalas konvoi lebih besar. Kontan dan lunas. Juga sama goblok dan kekanak-kanakkannya.

Warga KK tak perlu terkejut dan heran melihat keanehan-keanehan rivalitas di antara dua politisi itu dan para pendukung masing-masing. Bersiap saja menerima segala kemungkinan, termasuk satu ketika melihat TB menggunakan rok renda-renda dan jadi perhatian orang banyak, lalu DjM akan menyaingi dengan menyematkan renda-renda bukan hanya di pantolan tapi mungkin hingga ke dasi dan ujung lengan kemeja.

***

Tindakan politik, apapun bentuknya, semestinya dilakukan dengan kalkulasi matang. Serta, yang terpenting, harus memiliki alasan kuat agar tak menjadi sekadar penyaluran ‘’syawat makang puji’’ yang hasilnya nol, atau lebih buruk lagi mendegradasi kredibilas politik seorang politikus atau partai politik (Parpol) di mana dia bernaung.

Konvoi DjM-RS adalah contoh bagaimana unjuk kekuatan yang seharus memberi manfaat, secara politik justru jadi amunisi dan pupuk kebencian, bahkan dari khalayak yang sebelumnya mendukung atau minimal bersikap netral. Mengusung SK penetapan DjM-RS adalah provokasi, baterek, mengecilkan, atau bahkan menghina sejumlah calon pesaing RS, baik yang mendaftar lewat PG maupun yang mengikuti fit and proper test (FPT) dan psikotes PDI Perjuangan.

Saya tak mampu membayangkan perasaan mereka, khususnya Hairil Paputungan, yang sudah menjadi pengetahuan umum turut ambil bagian di keriuhan Pilwako KK karena sebelumnya resmi dilamar dan mendapat jaminan (langsung dari DjM) pasti dipilih sebagai bakal calon Wawali.

Sebaliknya, konvoi TB-JD juga sekadar parade ‘’tak ingin tampak kecil’’ yang nilai politisnya hampir nol. Bila hanya pasangan DjM-RS dan TB-JD yang ‘’dianggap’’ terkuat di Pilwako KK (baik dari dukungan partai serta sumber daya dan sumber dana), saya yakin TB-JD sudah keluar sebagai pemenang. Dua pasangan ini jauh dari ideal. Pilihan yang buruk di antara yang terburuk. Dan TB-JD, sebagaimana yang berulang kali saya tuliskan, lebih dapat diterima karena relatif lebih sedikit menciptakan musuh.

Keunggulan kecil itu tidak ditindak-lanjuti dengan strategi dan taktik yang menunjukkan kecerdasan, kematangan, kebijaksanaan, dan kerendah-hatian berpolitik. BBM status seorang wartawan yang bertugas di KK tepat menggambarkan penilaian terhadap konvoi DjM-RS dan aksi tandingan tanpa alasan TB-JD dan para pendukungnya: Udang vs katang. Lebe bae pilih ikang putih jo di Pilwako 2013.***