Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, May 4, 2012

Surat untuk Bupati Bolmong: Dibaca atau Tidak, Tidak Masalah

YANG Terhormat Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong), Salihi Mokodongan, di Motabang, Lolak (atau di mana pun saat mengetahui adanya surat ini).

Bila kondisi kesehatan sedang baik, tekanan darah stabil, gula darah normal dan berkenan, bacalah surat ini. Bila ada di antara aspek-aspek itu yang tidak semestinya, lupakan saja. Mungkin di lain hari saya akan menulis lagi.

Pak Bupati, yang selalu dan tetap saya hormati –terutama sebagai pribadi--, apa yang dituliskan di sini sangat tidak nyaman dan pasti membangkitkan ketidak-senangan dan amarah Anda. Saya bukan tidak peduli; tapi apa boleh buat, sudah waktunya ada yang menyampaikan segala yang pahit dengan sejelas-jelas dan segamblang-gamblangnya.

Lame Duck

Begini, Pak Bupati, ketika orang-orang bersikukuh ingin mencalonkan Anda di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bolmong lalu; saya satu-satunya yang menentang Anda diusung sebagai calon Bupati. Pertimbangannya, jabatan politik untuk Salihi Mokodongan yang secara ekonomi dan usia telah mapan, lebih sebagai prestise ketimbang mencapai visi tertentu yang besar dan agung. Terlebih Anda tidak punya pengalaman memadai di bidang politik dan pemerintahan.

Saya setuju bila Anda dicalonkan sebagai Wakil Bupati (Wabup), berpasangan dengan seseorang yang minimal bila tak paham seluk-beluk dan detil pemerintahan, maka punya pengetahuan dan kefasihan berpolitik.

Tapi dalam satu pertemuan di Hotel Sahid Jakarta, berbekal hasil survei popularitas dan elektibitas para bakal calon Bupati dan Wabup Bolmong, saya benar-benar kalah suara. Pertimbangan-pertimbangan yang saya sampaikan majal, didebat dan mati-matian dimentahkan, bahkan oleh Ismail Dahab (salah seorang adik yang sejak awal bekerja menyiapkan Anda ke Pilkada Bolmong).

Hasil proses demokrasi sering tidak memuaskan, tapi harus dijunjung. Itu yang saya lakukan: turut mengawal (Anda tentu akan marah bila saya mengklaim pernah melakukan sesuatu yang berarti –kita semua tahu kerja politik hanya urusan mulut dan bicara. Untuk satu hal ini, buat saya bukan pekerjaan tapi kesenangan).

Karena hanya mengawal, setelah Anda dan Yani Tuuk terpilih dan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan dari para pesaing; saya menyadari sudah waktunya menarik diri. Apalagi di saat itu Anda dan istri (yang telah resmi menjadi Ibu Bupati), dengan cepat berubah hingga saya nyaris tidak mengenal lagi Papa Da’a yang baru beberapa waktu sebelumnya saya kenal sebagai sosok bersahaja.

Anda shock begitu tahu betapa luar biasanya jadi Bupati. Orang-orang berdatangan, bukan hanya ingin menyelamati, tetapi hadir dengan puji-pujian dan sanjungan. Anda terbuai, Pak Bupati, hingga beberapa orang yang sebelumnya mencaci di depan dan di belakang Anda, tiba-tiba menjadi orang dekat dengan kekuasaan luar biasa. Seorang Linda Lahamesang, misalnya, mendadak menjadi pengatur ini-itu atas (mohon maaf) jaminan Ibu Bupati.

Tahukah Anda, Pak Bupati, banyak hal yang dilakukan orang-orang itu yang bukan hanya keliru, tapi mempermalukan Anda sebagai Bupati. Yang terakhir, yang tiba di telingga saya yang jauh dari Mongondow ini, adalah Anda menggunakan lambang-lambang di tempat yang salah ‘’konon’’ karena advise dari orang-orang yang Anda ‘’pelihara’’ dan dengarkan itu.

Miris saya mendengar dan mengetahui sebagai Bupati, Anda diperlakukan tidak lebih dari boneka oleh seseorang yang bahkan bagi banyak orang sama sekali tidak diperhitungkan. Musababnya (dan ini harus saya sampaikan dengan permohonan maaf pula), Istri Anda terlampau banyak menerabas dan ikut campur terhadap urusan yang semestinya tidak ada di tangannya.

Kekuasaan super Linda Lahamesang, yang hanya staf Sespri Bupati –atas nama siapakah dia berhak men-skors atau menempeleng Satuan Polisi Pamong Praja atau menyematkan pin Garuda di kerah baju suaminya yang tenaga honorer di rumah dinas Bupati?--, sepengatahuan saya tidak lepas dari restu Ibu Bupati. Tidak banyak di antara kita yang siap menghadapi mulut manis berlidah panjang dengan kata-kata bagai mutiara. Sebab itu saya menuliskan ini untuk mengingatkan Anda, Pak Bupati, dan kita semua.

Mencintai, menghormati, mendengarkan, dan mematuhi istri adalah puncak ekspresi seorang suami. Tapi mencampur-adukkan wilayah yang menjadi urusan publik (yang bila salah bahkan dapat menyeret Anda ke bui) dan relasi domestik, menunjukkan sebagai pemimpin Anda sama sekali tidak berdaya. Just like a lame duck.

Jadi, Pak Bupati, tolong ingatkan dan kontrol sepak-terjang Ibu Bupati (yang tidak akan saya rinci satu per satu), lalu ambil tindakan tegas (singkirkan benalu dan cacing pita di sekitar Anda). Gantilah dengan orang-orang yang lebih bermartabat dan mampu menjaga Anda, sekali pun mereka mungkin tidak suka menyanjung-nyanjung dan memuji. Dengan melakukan itu, lebih 50 persen masalah kepemimpinan dan citra sebagai Bupati telah Anda selesaikan.

Memilih Nakhoda

Bagaimana dengan birokasi dan pemerintahan Bolmong setelah rolling eselon II beberapa waktu lalu? Pak Bupati, saya tidak akan mengungkit-ungkit sesuatu yang sudah diputuskan; apalagi mempersalahkan. Apa hak saya?

Untuk masalah ini, saya ingin mengingatkan satu ketika di tengah proses pencalonan Pilkada Bolmong, kita pernah membicarakan bagaimana dengan sederhana birokrasi dan pemerintahan serta sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya lainnya dimaksimalkan. Ketika itu saya mengandaikan seperti Anda memanej armada kapal ikan (yang memang Anda pahami hingga ke detil-detil terkecilnya).

Setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tak beda dengan satu unit kapal penangkap ikan yang memerlukan nakhoda, kepala kamar mesin, juru mudi, juru mesin, juru tangkap, dan koki. Gantikan kata nakhoda dengan Kepala SKPD dan seterusnya, seketika Anda akan menemukan bahwa manajemen itu perkara yang sesungguhnya dikuasai dan praktekkan bertahun-tahun.

Bila Anda memerlukan seorang nakhoda, Anda tahu dia memang mampu memimpin kapal penangkap dan (yang terpenting): memegang teguh kepercayaan dan loyal. Apakah pertimbangan-pertimbangan seperti itu sudah digunakan saat Pak Bupati memilih para pembantu, eselon II yang baru saja diangkat?

Yang saya lihat sebagian besar keliru. Ada yang sesungguhnya cuma pantas jadi juru mudi, Anda dudukkan sebagai nakhoda. Ada yang semestinya jadi koki, Anda tunjuk sebagai juru mesin. Di atas kapal dengan kekacauan kompetensi, apakah pantas berharap seluruh awak bakal kembali dengan selamat dengan membawa hasil tangkapan maksimal?

Yang Terhormat Bupati Bolmong, Salihi Mokodongan, tidak pernah ada kata terlambat. Selalu ada cara untuk memperbaiki kekeliruan dan kerusakan yang terlanjur terjadi. Saran saya: Temukan dan dapatkan itu dari orang-orang yang nothing to lose. Anda tahu di mana menemukan mereka. Mereka masih ada, hanya cukup lama Anda telah melupakan dan meninggalkan mereka.

Akan halnya saya, setelah Anda membaca surat ini, pasti ada kemarahan dan kebencian tak terperih. Sebab itu, dengan takzim saya sampaikan: Saya tidak peduli. Yang jelas saya menulis ini dengan perasaan sayang dan hormat; serta dengan harapan Anda menjadi salah seorang Bupati Bolmong yang dicatat dalam sejarah. Bukan sekadar orang mujur yang kebetulan terpilih sebagai Bupati dan berakhir tidak lebih dan kurang sebagai mantan di catatan kaki sejarah Bolmong.

Semoga Tuhan selalu menyertai Anda, juga keluarga Anda, Pak Bupati.***