Enam tahun setelah Wolf,
Benicio del Toro memainkan karakter yang sama, serigala jadi-jadian, di film
besutan sutradara Joe Johnston, The
Wolfman. Dibanding Wolf, sebagai
pemicu adrenalin The Wolfman lebih
surealis, gelap dan menggigit. Cocok dijadikan teman di malam Jumat yang sepi
dengan rinaian rintik-rintik memaku-maku atap rumah.
Makluk jadi-jadian sudah lama menjadi jualan industri
tontonan dunia. Di masa jaya film Indonesia, negeri ini ditaburi aneka makluk
jenis ini. Ada babi ngepet, ada manusia ular, hingga gondoruwo yang tidak jelas
apakah masuk golongan hewan atau manusia mutan.
Di era yang sama, 1980-an hingga awal 1990-an, para penyuka
novel pernah dipukau Manusia Harimau
karangan SB Chandra. Berkisah tentang Erwin yang berasal dari Mandailing,
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pembaca diharu-biru petualangan anak muda
yang menerima warisan hingga ditakdirkan memiliki kemampuan berubah jadi
manusia harimau.
Pendeknya, kita tak asing lagi dengan makluk jadi-jadian,
baik yang serius maupun gadungan. Tersebab itu mulanya saya melewatkan berita di situs khusus Mongondow, http://kontraonline.com/, Kamis (24 Mei
2012), Masyarakat Bolmut Merasa
Dibohongi, HUT Bolmut Hadirkan Trio Macan Gadungan.
Sedianya, tulis situs yang baru di-launching beberapa hari lalu itu, Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), dimeriahkan pentas musik yang menghadirkan
Trio Macan (trio dangdut yang sedang naik daun). Nyatanya yang diboyong even organizer (EO) yang ditunjuk bukan
Trio Macan (yang benar-benar macan), melainkan tiga artis dengan label New Trio
Macan.
Tidak jelas benar dari mana New Trio Macan ini berasal dan
apakah mereka benar-benar grup dangdut
profesional atau sulapan mendadak hasil kreativitas EO yang kepepet.
Dari lalu lintas gosip yang beredar di BlackBerry
Messenger (BBM) yang saya terima, konon salah satu artis macan-macanan ini
diketahui bermukim di kampung yang terkenal dengan nasi kuning-nya di Manado.
Terlalu banyak yang jadi-jadian dan gadungan di negeri ini
(polisi gadungan, jaksa gadungan, hakim gadungan, dokter gadungan, hingga
kuntilanak gadungan), hingga sekadar artis yang dimacan-macankan seolah Trio
Macan betulan pasti dampaknya tak signifikan. Anggap saja bagian dari lelucon
masyarakat modern yang seringkali menganggap tipuan sebagai bagian dari
hiburan.
Yang pasti warga Bolmut yang antusias meramaikan pesta
rakyat urung bergoyang bersama Iwak Peyek dengan pelantun aslinya. Alih-alih membawa
kemeriahan, New Trio Macan justru memicu protes dan keberatan.
***
Tersebutlah Boston Production Management sebagai EO di balik
kehadiran New Trio Macan itu. Sebagaimana dikutip Kontraonline, menanggapi keberatan warga Bolmut, lewat seseorang
bernama Tono, pihak EO berkilah masalahnya hanya mis-komunikasi. Yang
dihadirkan memang bukan Trio Macan, melainkan New Trio Macan.
Saya terperanjat membaca pernyataan tersebut, seolah Trio
Macan beneran atau sekadar
macan-macanan, bukanlah pokok masalah. Yang terpenting ada tiga orang artis
yang membalut diri dengan kostum belang-belang, bergoyang, jungkir balik
melantunkan aneka lagu. Penonton tidak usah banyak tanya, terlebih protes. Mari
bersuka ria.
Siapa sesungguhnya sosok di balik Boston Production
Management? Jawaban yang saya dapat tak kurang mencengangkan –juga membuat terbahak.
Salah seorang sepupu menginformasikan, EO ini berkaitan dengan Tono Kanopi.
Penjelasan lanjutannya: Dia adalah pengusaha yang bergerak dibidang jasa
penyewaan peralatan pesta, termasuk tenda (canopy),
sound system dan pendukungnya.
Lebih lengkap lagi, Tono Kanopi ini (katanya) tak lain
Hartono Mokodompit, ST, yang masih tercatat sebagai staf Bagian Umum
Sekretariat Daerah (Setda) Bolaang Mongondow (Bolmong). Sebagai pegawai negeri
sipil (PNS), karir Tono sebenarnya cukup moncer. Dia pernah menjabat sebagai
kepala Seksi (Kasi) di Dinas Pekerjaan Umum (PU), kemudian Kasi di Badan
Penanggulangan Bencana, lalu tiba-tiba mogok dan diparkir sebagai staf.
Semoga info itu benar. Kalau tidak, saya menyarankan Tono
Kanopi segera buka suara agar pergunjingan yang mengait-ngaitkan namanya dapat
dijernihkan.
Apa pasal hingga karir Tono yang tampaknya bakal terus
menanjak itu mendadak mangkrak. Kata cerita, satu ketika di masa kampanye
Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sulut 2010, dia mendapat tugas menyiapkan
panggung yang akan digunakan pasangan calon Gubernur-Wagub, Vreeke
Runtu-Marlina Moha-Siahaan di Ibolian.
Di hari pelaksanaan kampanye, di saat kandidat dan para
pendukungnya bersesakan membakar semangat massa, tanpa didahului petanda,
panggung hasil karya Tono dan timnya mendadak roboh. Untunglah tak ada korban
jiwa, tetapi seketika karirnya rontok. Maklum, saat itu Marlina Moha-Siahaan
(yang semestinya jadi bintang panggung) masih menduduki kursi Bupati Bolmong.
Sempat terbersit di benak, tenda raksasa yang belum lama ini
roboh beberapa jam sebelum pesta pernikahan puteri Bupati Bolaang Mongondow
Selatan (Bolsel), Herson Mayulu), mudah-mudahan bukanlah juga hasil karya Tono.
Dicopot dari jabatan jiwa entrepreneurship-nya justru berkibar. Bahkan saking populernya dia
di sektor jasa yang digeluti hingga tersematlah nama alias ‘’Tono Kanopi’’.
***
Tapi akankah Tono tetap berkibar setelah peristiwa New Trio
Macan? Ada sejumlah aspek yang semestinya dia waspadai, utamanya kepercayaan konsumen
terhadap jasa yang ditawarkan.
Peristiwa malam pesta rakyat di Bolmut itu dapat
dikategorikan pelanggaran pidana dan perdata, sebab saya yakin Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Bolmut –juga Tono— mengantongi kontrak pelaksanaan event-nya, termasuk artis dan kelompok
mana saja yang bakal ditampilkan. Aspek pidananya adalah penipuan, sedangkan
perdata kerugian finansial yang ditanggung Pemkab karena produk yang tersaji
tidak sebagaimana yang dijanjikan.
Selain Pemkab, sebagai konsumen, saya kira warga masyarakat
yang keberatan punya hak mengajukan gugatan sebagaimana yang dijamin
Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen.
Di luar urusan legal, hubungan bisnis Boston Production
Management dengan Pemkab Bolmut tamat sudah. Kita bisa membayangkan bagaimana
geramnya Bupati Hamdan Datunsolang dan jajarannya begitu menyadari yang
dipertontonkan ternyata bukan Trio
Macam, tapi sekadar macan jadi-jadian.
Mungkin di HUT Bolmut tahun depan, bila pesta rakyat tetap
digelar, lebih baik tak perlu dengan menyuguhkan artis kelas berat yang
imbuhannya seseram ‘’macan’’. Untuk Tono sendiri, pelajaran bisnis yang bisa
dipetik, lebih mudah menjanjikan memboyong Spiderman atau Iron Man karena sekujur
tubuh mereka ditutupi uniform,
ketimbang mengarang-ngarang New Trio Macan dan akhirnya diaum dan dicakar orang
banyak.***