Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Friday, May 25, 2012

HUT Bolmut: Tercakar Macan Jadi-Jadian

DI 1994 aktor papan atas Hollywood, Jack Nicholson, berakting apik sebagai Will Randall di Wolf. Film yang berkisah tentang serigala jadi-jadian ini adalah salah satu tontonan mengasikkan. Saya tetap tak bosan bahkan setelah berulang kali film ini ditayangkan di Home Box Office (HBO) atau Cinemax.

Enam tahun setelah Wolf, Benicio del Toro memainkan karakter yang sama, serigala jadi-jadian, di film besutan sutradara Joe Johnston, The Wolfman. Dibanding Wolf, sebagai pemicu adrenalin The Wolfman lebih surealis, gelap dan menggigit. Cocok dijadikan teman di malam Jumat yang sepi dengan rinaian rintik-rintik memaku-maku atap rumah.

Makluk jadi-jadian sudah lama menjadi jualan industri tontonan dunia. Di masa jaya film Indonesia, negeri ini ditaburi aneka makluk jenis ini. Ada babi ngepet, ada manusia ular, hingga gondoruwo yang tidak jelas apakah masuk golongan hewan atau manusia mutan.

Di era yang sama, 1980-an hingga awal 1990-an, para penyuka novel pernah dipukau Manusia Harimau karangan SB Chandra. Berkisah tentang Erwin yang berasal dari Mandailing, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pembaca diharu-biru petualangan anak muda yang menerima warisan hingga ditakdirkan memiliki kemampuan berubah jadi manusia harimau.

Pendeknya, kita tak asing lagi dengan makluk jadi-jadian, baik yang serius maupun gadungan. Tersebab itu mulanya saya melewatkan berita di situs khusus Mongondow, http://kontraonline.com/, Kamis (24 Mei 2012), Masyarakat Bolmut Merasa Dibohongi, HUT Bolmut Hadirkan Trio Macan Gadungan.

Sedianya, tulis situs yang baru di-launching beberapa hari lalu itu, Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), dimeriahkan pentas musik yang menghadirkan Trio Macan (trio dangdut yang sedang naik daun). Nyatanya yang diboyong even organizer (EO) yang ditunjuk bukan Trio Macan (yang benar-benar macan), melainkan tiga artis dengan label New Trio Macan.

Tidak jelas benar dari mana New Trio Macan ini berasal dan apakah mereka benar-benar grup dangdut  profesional atau sulapan mendadak hasil kreativitas EO yang kepepet. Dari lalu lintas gosip yang beredar di BlackBerry Messenger (BBM) yang saya terima, konon salah satu artis macan-macanan ini diketahui bermukim di kampung yang terkenal dengan nasi kuning-nya di Manado.

Terlalu banyak yang jadi-jadian dan gadungan di negeri ini (polisi gadungan, jaksa gadungan, hakim gadungan, dokter gadungan, hingga kuntilanak gadungan), hingga sekadar artis yang dimacan-macankan seolah Trio Macan betulan pasti dampaknya tak signifikan. Anggap saja bagian dari lelucon masyarakat modern yang seringkali menganggap tipuan sebagai bagian dari hiburan.

Yang pasti warga Bolmut yang antusias meramaikan pesta rakyat urung bergoyang bersama Iwak Peyek  dengan pelantun aslinya. Alih-alih membawa kemeriahan, New Trio Macan justru memicu protes dan keberatan.

***

Tersebutlah Boston Production Management sebagai EO di balik kehadiran New Trio Macan itu. Sebagaimana dikutip Kontraonline, menanggapi keberatan warga Bolmut, lewat seseorang bernama Tono, pihak EO berkilah masalahnya hanya mis-komunikasi. Yang dihadirkan memang bukan Trio Macan, melainkan New Trio Macan.

Saya terperanjat membaca pernyataan tersebut, seolah Trio Macan beneran atau sekadar macan-macanan, bukanlah pokok masalah. Yang terpenting ada tiga orang artis yang membalut diri dengan kostum belang-belang, bergoyang, jungkir balik melantunkan aneka lagu. Penonton tidak usah banyak tanya, terlebih protes. Mari bersuka ria.

Siapa sesungguhnya sosok di balik Boston Production Management? Jawaban yang saya dapat tak kurang mencengangkan –juga membuat terbahak. Salah seorang sepupu menginformasikan, EO ini berkaitan dengan Tono Kanopi. Penjelasan lanjutannya: Dia adalah pengusaha yang bergerak dibidang jasa penyewaan peralatan pesta, termasuk tenda (canopy), sound system dan pendukungnya.

Lebih lengkap lagi, Tono Kanopi ini (katanya) tak lain Hartono Mokodompit, ST, yang masih tercatat sebagai staf Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Bolaang Mongondow (Bolmong). Sebagai pegawai negeri sipil (PNS), karir Tono sebenarnya cukup moncer. Dia pernah menjabat sebagai kepala Seksi (Kasi) di Dinas Pekerjaan Umum (PU), kemudian Kasi di Badan Penanggulangan Bencana, lalu tiba-tiba mogok dan diparkir sebagai staf.

Semoga info itu benar. Kalau tidak, saya menyarankan Tono Kanopi segera buka suara agar pergunjingan yang mengait-ngaitkan namanya dapat dijernihkan.

Apa pasal hingga karir Tono yang tampaknya bakal terus menanjak itu mendadak mangkrak. Kata cerita, satu ketika di masa kampanye Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sulut 2010, dia mendapat tugas menyiapkan panggung yang akan digunakan pasangan calon Gubernur-Wagub, Vreeke Runtu-Marlina Moha-Siahaan di Ibolian.

Di hari pelaksanaan kampanye, di saat kandidat dan para pendukungnya bersesakan membakar semangat massa, tanpa didahului petanda, panggung hasil karya Tono dan timnya mendadak roboh. Untunglah tak ada korban jiwa, tetapi seketika karirnya rontok. Maklum, saat itu Marlina Moha-Siahaan (yang semestinya jadi bintang panggung) masih menduduki kursi Bupati Bolmong.

Sempat terbersit di benak, tenda raksasa yang belum lama ini roboh beberapa jam sebelum pesta pernikahan puteri Bupati Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Herson Mayulu), mudah-mudahan bukanlah juga hasil karya Tono.

Dicopot dari jabatan jiwa entrepreneurship-nya justru berkibar. Bahkan saking populernya dia di sektor jasa yang digeluti hingga tersematlah nama alias ‘’Tono Kanopi’’.


***

Tapi akankah Tono tetap berkibar setelah peristiwa New Trio Macan? Ada sejumlah aspek yang semestinya dia waspadai, utamanya kepercayaan konsumen terhadap jasa yang ditawarkan.

Peristiwa malam pesta rakyat di Bolmut itu dapat dikategorikan pelanggaran pidana dan perdata, sebab saya yakin Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolmut –juga Tono— mengantongi kontrak pelaksanaan event-nya, termasuk artis dan kelompok mana saja yang bakal ditampilkan. Aspek pidananya adalah penipuan, sedangkan perdata kerugian finansial yang ditanggung Pemkab karena produk yang tersaji tidak sebagaimana yang dijanjikan.

Selain Pemkab, sebagai konsumen, saya kira warga masyarakat yang keberatan punya hak mengajukan gugatan sebagaimana yang dijamin Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen.

Di luar urusan legal, hubungan bisnis Boston Production Management dengan Pemkab Bolmut tamat sudah. Kita bisa membayangkan bagaimana geramnya Bupati Hamdan Datunsolang dan jajarannya begitu menyadari yang dipertontonkan  ternyata bukan Trio Macam, tapi sekadar macan jadi-jadian.

Mungkin di HUT Bolmut tahun depan, bila pesta rakyat tetap digelar, lebih baik tak perlu dengan menyuguhkan artis kelas berat yang imbuhannya seseram ‘’macan’’. Untuk Tono sendiri, pelajaran bisnis yang bisa dipetik, lebih mudah menjanjikan memboyong Spiderman atau Iron Man karena sekujur tubuh mereka ditutupi uniform, ketimbang mengarang-ngarang New Trio Macan dan akhirnya diaum dan dicakar orang banyak.***