Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Tuesday, May 29, 2012

Nyali Hemaprodit ‘’Daong Lemong’’

DAGELAN yang dipicu tulisan atas nama A. R. Thomas, Metamorfosis Katamsi ke Wujud ‘’Makin Lucu!’’ (1 dan 2) yang dipublikasi Harian Radar Totabuan, Senin (14 Mei 2012) dan Selasa (15 Mei 2012), ternyata tak surut. Fahri Damopolii yang saya tangkap tangan sebagai penulis sesungguhnya artikel tersebut, tak kurang kilahan.

Terantuk Bongkahan Congkak! oleh Fahri Damopolii yang disiarkan di harian yang sama, Senin (28 Mei 2012), tetap setia dengan kekacauan subtansi. Sekadar mencakar-cakar ke segala arah, menghina-hina dan melecehkan saya pribadi (benar-benar pribadi), tetapi dengan dasar yang selembut pasir hisap. Kian banyak yang dia tulis, makin dalamlah yang bersangkutan terperosok.

Peribahasa Indonesia selalu mengutip keledai sebagai binatang bodoh dan suka terantuk kedua kali di lobang yang sama. Sayang hanya sampai di situ, karena belum ada pengandaian untuk makluk hidup yang bukan hanya terantuk tetapi menceburkan diri berkali-kali ke satu ceruk yang sama.

Apa yang ditulis Fahri Damopolii sementara saya ‘’aminkan’’ dulu dan akan direspons khusus di tulisan lain. Kali ini saya akan menegaskan (setegas tulisan-tulisan sebelumnya) bahwa kualitasnya, baik sebagai pribadi maupun pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kota Kotamobagu (Pemkot KK), memang cuma setara daong lemong (kreatif betul orang yang memulai olok-olok ini).

Kalau sebelumnya saya membuktikan dia pengecut, recehan, tidak tahu diri (betapa banyak waktu luangnya sebagai PNS KK hingga leluasa mengurusi hingga rumah tangga daerah lain), dan culas. Kini terpaksa harus menambah lagi dengan sebutan hemaprodit dengan kecenderungan lebih ke arah bukan laki-laki tulen.

***

Di penerimaan calon PNS KK 2008, Fahri Damopolii tercatat sebagai salah seorang yang lulus tes. Setahun kemudian, di bawah kepemimpinan Walikota Djelantik Mokodompit-Wakil Walikota (Wawali) Tatong Bara, dilakukan lagi tes yang sama, yang berujung kisruh karena dugaan kongkalingkong dan manipulasi.

Tiga tahun kemudian skandal CPNS itu menyeret sejumlah birokrat elit KK ke meja hijau. Secara mengejutkan, di depan persidangan hidung Walikota dan Wawali ditujuk sebagai dua orang di balik ‘’hompimpa’’ yang mendudukkan  mereka di kursi pesakitan. Dengan kata lain, seharusnya pasangan pimpinan pemerintahan KK itu turut diseret ke depan hukum.

Khusus Walikota KK, kita semua belum lupa bagaimana mulut besarnya menjamin tak ada skandal dalam penerimaan CPNS 2009. Semua akan beres dan kalau tidak, jabatannya yang dipertaruhkan. Skandal terbukti ada, tapi Walikota pura-pura lupa pada omongannya dan terus bertahta dengan nyaman.

Kemana Fahri Damopolii dengan energi luar biasa kritisnya, yang berani memaki-maki dan menyerang saya pribadi? Apa sikap dan kritiknya terhadap isu manipulasi tes CPNS dan kebohongan Walikota itu?

Di tengah guliran masalah CPNS, isu relokasi Pasar Serasi (yang bakal diganti dengan pusat belanja modern) meruyak dengan aktor utama –sekali lagi—Walikota KK. Tanpa sepengetahuan DPR KK, tanpa Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), tiba-dia dia memaklumatkan adanya kesepakatan dengan pihak swasta. Di lain pihak, pedagang yang akan direlokasi ke tempat baru, Pasar Genggulang dan Pasar Poyowa Besar, disodori fasilitas dengan kondisi merana.

Anggaran pembangunan Pasar Genggulang dan Pasar Poyowa Besar tanpa segan saya tuduh sudah jadi bulan-bulanan korupsi.

Relokasi Pasar Serasi yang sangat dipaksakan oleh Walikota KK beranak-pinak perkara lain, dari gugatan mereka yang mengaku ahli waris sebagian lahannya hingga perseturuan Djelantik Mokodompit pribadi dan anggota DPR RI asal Sulut, Yasti Mokoagow. Kisruh dua orang ini bahkan menyeret-nyeret sekelompok orang atas nama Lembaga Adat, yang bersidang dan memutuskan dijatuhkannya sanksi terhadap Yasti Mokoagow. Hari ini sanksi itu tak ketahuan lagi sudah berlabuh di laut mana.

Di mana Fahri Damopolii berada dan apa suaranya merespons isu Pasar Serasi dan turunannya? Mana yang lebih penting, mengejek-ngejek saya agar dia tampak sungguh dungu atau mengurusi kepentingan orang banyak dengan mengontrol sepak-terjang pemimpin seperti Djelantik Mokodompit?

Pasar Serasi masih bergolak, Walikota KK yang entah mendapat wangsit dari langit mana, memprogramkan pembongkaran Mesjid (Jami’) Baithul Makmur. Janjinya akan diganti dengan yang lebih baik, bukan sekadar masjid, tetapi pusat peradaban Islam di KK. Mengingat perilaku Djelantik Mokodompit selama ini, saya tidak heran kalau rayapan siput lebih cepat dari pembangunan masjid pengganti Baithul Makmur dan fasilitas pendukungnya.

Eh, apa yang diperbuat Fahri Damopolii melihat apa yang dilakukan Pemkot dan Walikota KK terhadap Mesjid Baithul Makmur? Ada dia membuka mulutnya sedikit saja atau menuliskan dua-tiga patah kata di media?

Sekarang tibalah kita di Hari Ulang Tahun (HUT) KK ke-5 yang dirayakan Rabu, 23 Mei 2012, dimana Walikota merekahkan senyum bangga disujudi ribuan siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta suguhan kampanye narsis kain rentang ‘’Lanjutkan’’. Keterlaluan, koreografer dan panitia yang mengatur sujud massal dan orang-orang yang disujudi harus disebut ‘’biadab’’. Sedangkan kampanye kain rentang mendukung Walikota di Pemilihan Walikota (Pilwako) yang baru dilaksanakan 2013 mendatang, adalah fakta betapa mengerikannya rajalela penyakit ‘’tidak tahu diri’’ di KK.

Si hebat Fahri Damopolii pasti diam saja melihat pertunjukan tak beradab itu, kan? Selain karena ilmu nalar, logika dan kepekaannya belum memadai, dia juga tak cukup punya nyali.

***

Mencaci-maki, menghina, dan melecehkan saya pribadi atas nama keseimbangan perasaan (sebagai balasan kemarahan banyak orang karena kritik saya), bagi orang seperti Fahri Damopolii tampaknya dimaknai sebagai tindakan heroik. Keheranan saya adalah, siapa saja yang memberi kuasa padanya? Tidak ada, sebab sebagai PNS dengan ambisi mengangkasa, dia suka rela ditulari penyakit tidak tahu diri kronis yang umum diidap tokoh-tokoh publik di KK.

Bukankah lebih gagah, sebagai PNS dan penduduk KK, dia menggunakan daya yang dikira sebagai kehebatan untuk mengoreksi, mengkritik, dan bila perlu mencaci politikus dan birokrat yang tak becus melaksanakan tanggungjawabnya.

Namun, dengan penuh simpati, berkaitan dengan isu-isu yang dipapar di atas, saya berkeyakinan Fahri Damopolii tidak beda dengan anjing yang terkaing-kaing dengan ekor terlipat di antara dua kaki belakang. Atau, yang lebih manis, dia sebaiknya menggenakan penjepit rambut merah marun, tas tangan kecil dan sepatu high heels berwarna sama, serta dipadu atasan putih dan rok hitam. Sebagai penyempurna, saya akan mengirimkan bedak dan lipstick yang cocok (juga pelatih olah lidah) agar dia tampil prima di hadapan Walikota KK.

Ke alamat manakah saya harus mengirimkan alat-alat mempercantik diri itu?***