Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, May 24, 2012

Motif Culas dan Batas Api (3)

APA kepentingan umum yang berkaitan dengan motif pertama? Karena ada pihak yang menyimpang amarah terhadap saya (dari yang langsung terkena kritik hingga keluarga terjauhnya) lalu mencaci Katamsi Ginano adalah kepentingan publik, jauh dari alasan yang dapat diterima akal sehat. Lebih banyak lagi orang yang memendam amarah mendengar, melihat, dan mengetahui betapa banyaknya politikus dan birokrat Bolmong yang kelakuannya sangat merugikan orang banyak.

Motif kedua lebih masuk akal. Hanya saja Fahri Damopolii perlu berkaca di ujung pensil. Hingga 15-20 tahun ke depan, sekali pun dia berhenti menjadi pegawai negeri sipil (PNS), kembali lagi ke sekolah hingga meraih gelar S3 sembari siang-malam mengasah ilmu tulis-menulis, lawan sepadannya hanya murid dari murid dari murid saya. Itu pun yang lulusnya cukup sampai kelas reporter. Lagipula tidak pantas belut cemburu, sirik atau dengki pada naga.

Akan halnya motif mengolok-olok, saya sudah mengingatkan yang bersangkutan, bahwa saya bisa membuat dia mengunyah dengkul dan sikut, setelah itu memamah giginya sendiri. Saya akan membuktikan peringatan ini.

Motif ketiga hingga kelima lebih gawat lagi. Sekali pun artikel Fahri Damopolii seolah adalah pembelaan, faktanya dia justru terang-terangan menghina Bupati Salihi Mokodongan dan Istri sebagai ‘’bodoh dan super tolol’’ (kata-kata yang tidak pernah saya gunakan di serial tulisan yang dijadikan rujukan). Bupati Salihi Mokodongan dan keluarga semestinya serius mempertimbangkan menggugat penulis artikel yang dengan gamblang menghina tanpa dasar itu.

Di sisi lain, dengan menggunakan tulisan-tulisan saya, tak dapat dielakkan bahwa ada motif jahat artikel itu menjadi barang dagangan ke Bupati Bolmong. Kalau Fahri Damopolii berani menuduh kritik saya punya muatan pribadi; maka sebaiknya dia mesti bersigegas mengecek lagi kerabat dekatnya yang mana yang sudah tersingkir dari ‘’lingkar dalam’’ birokrasi Bolmong. Hati-hati, meludah ke arah angin hasilnya cuma keramas dengan jigong sendiri.

Gagal menggunakan sebagai barang dagangan, artikel tersebut bertujuan memprovokasi agar saya terus menyerang Bupati Bolmong. Syukur-syukur terjadi chaos politik. Lalu siapa yang amat dirugikan bila posisi Bupati Salihi Mokodongan goyah? Demikian pula, pihak mana yang bakal menangguk untung?

Pendukung utama Bupati Bolmong adalah Partai Amanat Nasional (PAN) –yang juga berhasil mengantar Djelantik Mokodompit ke kursi Walikota KK. Di belakang Bupati Salihi Mokodongan yang juga Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PAN Bolmong ada Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PAN Sulut, Tatong Bara, yang tak lain Wawali KK dan pesaing Djelantik Mokodompit di pemilihan walikota (Pilwako) KK 2013 mendatang. Di balik PAN Sulut dan dua tokoh itu ada anggota DPR RI, Yasti Mokoagow, yang secara terbuka berseteru sengit dengan Walikota KK.

Simpulnya terletak pada Walikota KK, Djelantik Mokodompit, yang tak lain adalah Ketua DPD I Partai Golkar (PG), di mana Fahri Damopolii menjajakan lidah dan liurnya. Guncangan terhadap Bupati Salihi Mokodongan (apalagi sampai membuat limbung) dengan segera menciptakan gelombang hantaman terhadap Tatong Bara dan akhirnya Yasti Mokoagow. Instabilitas tokoh-tokoh ini dan PAN sebagai partai asal mereka, pasti sangat memudahkan konsolidasi Djelantik Mokodompit dan partainya menghadapi Pilwako 2013.

Bila skenario itu terwujud, bayangkan betapa hebatnya nilai tawar seorang pemula seperti Fahri Damopolii. Terlebih secara bersamaan dia juga bisa membuat syur ego Walikota KK sebab hanya dengan satu tepukan dua --yang dia pikir tak beda dengan-- lalat seketika kelenger: saya yang sudah punya cap berseberangan dengan Walikota KK serta Yasti Mokoagow, Tatong Bara dan PAN.

***

Di bagian manakah dari lima motif yang patut dipersangkakan itu yang dapat dibantah? Mengapa pula saya tak segan menyatakan bahwa penulis Metamorfosis Katamsi ke Wujud ‘’Makin Lucu’’ (1 dan 2) bermental rusak.

Penggunaan nama alias di tulisan tersebut mempertegas sang penulis sejak mula memang bermaksud mengail di air keruh. Dikaitkan dengan statusnya sebagai PNS di KK, mana yang lebih penting, mencaci seseorang yang mengkritik kinerja Bupati Bolmong; atau mengerjakan tugasnya sebagai birokrat dan –kalau cukup punya nyali—juga kinerja Walikota KK dan jajarannya?

Niat jahat dan culas itu terekspresi ketika secara gamblang akhirnya saya mengatakan, saya tahu persis dia (Fahri Damopolii)-lah yang menulis artikel cacian itu, responsnya sangat difensif.  Mula-mula tetap ba terek dengan menyatakan, ‘’Bilang kua’ biasa baku terek.’’  Lalu akhirnya ancaman fisik, ‘’Kalu baku muka kita so tumbu.’’

Maling yang tertangkap biasanya mengelak-ngelak dengan segala daya, bila perlu balik mengancam tanpa terlebih dahulu memikirkan konsekwensi kata-kata yang terlontar.

Di titik itu saya menghitung ada tiga batas api yang dilanggar oleh Fahri Damopolii: Satu, menulis caci-maki ke saya pribadi tanpa alasan yang jelas dan kokoh. Dua, mengait-ngaitkan sikap kritis dan pribadi saya dengan kepentingan jabatan birokrasi untuk kerabat dekat (yang juga tidak dapat dia buktikan dari mana dasar tuduhannya). Dan ketiga, mengancam melakukan kekerasan fisik.

Batas api pertama dan kedua saya maafkan saja. Tapi tidak yang ketiga. Supaya adil, saya sekali lagi mengingatkan, pernyataan yang sudah dikeluarkan itu telah paku di batok kepala. Di mana saja kita bertemu, bersiaplah. Saya toh harus membela diri dari ancaman Anda.

Peringatan yang lain: Mulai hari ini Anda sukses menciptakan musuh di mana-mana. Bukan hanya mereka yang mendukung Bupati Salihi Mokodongan, Wawali Tatong Bara , atau anggota DPR RI Yasti Mokoagow; melainkan pendukung Djelantik Mokodompit sendiri yang menyadari bahwa tindakan Anda adalah gangguan serius terhadap kepentingan mereka (saya tidak yakin apa yang dilakukan Fahri Damopolii ada di grand strategy mereka); serta orang Mongondow umumnya yang kian pengap dengan kelakuan nista dari sejumlah orang yang culas dan politicking.

Repotnya, Fahri, Anda PNS, kan? Sekuat-kuatnya satu rezim pemerintahan usia maksimalnya hanya 10 tahun. Sekali pun Djelantik Mokodompit terpilih untuk masa jabatan kedua di Pilwako 2013 mendatang, tidak masalah buat saya. Saya punya stok kesabaran revolusioner dengan ingatan seekor gajah yang disakiti.***