Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Wednesday, May 25, 2011

Walikota Mutu Onde-Onde Pulo

TULISAN Pemimpin Kacang, Pemimpin Langsat yang diunggah Minggu (22 Mei 2010) mengundang sejumlah reaksi. Ada yang berkomentar lewat pesan pendek, Blackbery Messenger (BBM), dan ada pula yang menelepon langsung.

Dari semua komentar yang saya terima, setidaknya isu yang di kedepankan berkaitan dengan Pemilihan Walikota-Wakil Walikota (Wawali) Kota Kotamobagu (KK) 2013 mendatang, adalah: Pertama, siapa yang kira-kira terbaik di antara nama-nama yang disebutkan dalam tulisan itu? Kedua, kalau calon Walikotanya sudah jelas, bagaimana dengan calon Wawali? Ketiga, adakah sosok alternatif di luar nama-nama yang ditulis itu? Dan keempat, kualitas seperti apa yang sesungguhnya dibutuhkan dari calon Walikota-Wawali demi kepentingan KK di masa datang?

Lucunya, Senin malam (23 Mei 2013), lewat BBM saya berkomunikasi panjang dengan adik saya yang –sudah saya sebutkan di tulisan sebelumnya—bermukim di Eropa. Saya menceritakan reaksi sejumlah warga KK terhadap tulisan Pemimpin Kacang, Pemimpin Langsat. Hanya dalam hitungan kurang dari dua menit, dia menulis, ‘’Itu kan soal prosesnya. Kalau kualitasnya, pakai saja takaran mutu onde-onde.’’

Perlu beberapa jenak berpikir sebelum saya terbahak-bahak terhadap kriteria yang dia sampaikan itu. Memangnya blog ini tentang kuliner? Mula-mula kacang dan langsat, lalu onde-onde. Bisa-bisa berikutnya saya menulis tentang sinambedak, inolut, inambal, dinangoi dan aneka makanan khas Mongondow yang kini kian terpinggirkan.

Sekadar memikirkan jenis-jenis makanan itu saja air liur langsung memercik. Di mana pun berada di luar Mongondow dan mendengar yondog binang-ngo’an serta dabu-dabu misalnya, saya bersedia membayar melebihi kewajaran untuk menikmatinya.

Dibanding daerah lain di Sulut, khasanah kuliner Mongondow sesungguhnya lebih kaya dan variatif. Daftarkan saja seluruh jenis makanan yang kini populer sebagai ‘’masakan Manado’’ lalu ditambah dengan yang benar-benar hanya dikenal di Mongondow semisal ilulut. Sepengetahuan saya teknik memasak daging ala ilulut (tanpa garam tetapi hasilnya tidak tawar) adalah pencapaian pengetahuan masak-memasak yang bukan kebetulan belaka.

Itu sebabnya barangkali ilulut juga tergolong jenis makanan langka yang hanya kita temui di saat-saat khusus, semisal lebaran. Eksotisme ilulut ini membuat saya menjadi tamu pertama di kediamanan Jemmy Lantong yang saya kenal (dan berkawan puluhan) di setiap Idul Fitri.

Material dan Pengolahan

Kita tinggalkan dulu ilulut dan kerabat-kerabatnya dan kembali ke perkara onde-onde. Sepintas tak ada yang istimewa dari jenis kue yang umum dikenal di Mongondow ini, kecuali jadi panganan ideal teman minum kopi di sore hari –apalagi kalau hujan rintik-rintik dan angin membawa udara dingin sepoi-sepoi.

Padahal tidak sedemikian sederhana. Sebelum tersaji, onde-onde berkualitas top dibuat lewat proses yang melibatkan pengetahuan dan pemilihan bahan baku serta keterampilan dalam mengolah bahan yang tersedia.

Mula-mula pembuat onde-onde harus memilih jenis beras yang akan digunakan sebagai bahan dasar. Agar onde-onde yang dihasilkan bermutu prima, digunakan beras ketan (pulo) nomor satu: warnanya putih dengan butiran yang diupayakan hampir 100 persen utuh. Semakin sedikit butiran beras pulo yang patah atau pecah, kian sedap onde-onde yang diproduksi.

Beras pulo pilihan itu kemudian ditumbuk menjadi tepung, sembari juga dilakukan seleksi terhadap bahan dasar lain: gula aren (gula merah) dan kelapa. Gula merah terbaik di Mongondow bukanlah berdasar asalnya (Passi, Modayag, atau Kopandakan), melainkan yang memenuhi kriteria: berwarna tembaga terang, kering, bersih dari logong, lebah, apalagi lalat.

Saat digerus gula merah yang memenuhi kriteria itu bakal halus seragam dan mencair sempurna di dalam onde-onde saat panganan ini dicemplungkan ke dalam air mendidih. 

Akan halnya kelapa yang diparut sebagai pembalur, yang terbaik adalah jenis kelapa dadi dengan kematangan tertentu. Sulit menggambarkan ‘’kematangan tertentu’’ ini, kecuali bahwa dia antara kelapa tua dan yang lewat usia kategori kelapa muda. Kesalahan memilih kelapa membuat hasil parutan kacau balau: terlalu halus atau sebaliknya kasar dan bergelondong.

Tiba saat mengolah seluruh bahan tersebut, jangan lupa daun pondan sebagai pewarna rasa dan pewangi alami. Semakin pas takaran potongan daun pondan yang digunakan, onde-onde panas yang disajikan semakin mengundang selera.

Pengolah onde-onde berpengalaman dan terampil tak perlu menunggu seluruh rangkaian pengerjaannya selesai untuk tahu apakah yang diproduksi bermutu tinggi atau tidak. ‘’Ta onda in ilumantang, tua in no lutu’ don. Dongka bi’ bango’-an bo ukat mako kon pindan.’’ Perpaduan antara beras pulo terbaik, gula merah pilihan, dan kelapa hasil seleksi ahli, adalah onde-onde lembut-kenyal berisi gula cair dengan balutan kelapa merata di seluruh permukaannya.

Kesalahan memilih bahan baku, misalnya yang digunakan beras pulo kelas dua, gula merah jenis asal-asalan, atau kelapa yang kematangannya keliru, menghasilkan onde-onde yang alih-alih membangkitkan selera, justru mengundang kesal. Warnanya tidak putih sedikit keabu-abuan tetapi abu-abu buram, isinya gula merah yang sebagian belum mencair, dengan parutan kelapa yang hanya menempel setempat-setempat.

Bayangkan bila Walikota-Wawali KK periode berikut adalah calon yang dipilih orang banyak dengan cermat seperti beras pulo kualitas ekspor; teruji pengetahuan dan kelakuannya bagai gula merah tanpa cemaran aneka fauna; serta dikemas tim sekelas bango’ dadi yang diseleksi saksama. Saya membayangkan pemimpin seperti itu bukan hanya imaji saya pribadi, melainkan harapan seluruh warga KK.

Masih ada keleluasaan waktu buat masyarakat KK untuk menyeleksi calon Walikota-Wawali yang akan berlaga di Pilwako 2013 mendatang. Sebaiknya kita mencari yang secara personal berkualitas pemimpin, punya kematangan dan pengetahuan mumpuni, serta paling terpenting tidak dikelilingi ‘’benalu’’ yang hanya mengeruk keuntungan diri sendiri dan kelompoknya.***