Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Saturday, May 21, 2011

Anak-Pinak Keliru Humas Pemkab Boltim

Hubungan Masyarakat (Humas) Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Pemkab Boltim), lewat stafnya, Ahmad Alheid, mengoreksi artikel yang saya unggah di blog ini pada Selasa, 10 Mei 2001 (Sakit di Pemkab, Sehat di Swasta). Koreksi yang ditajuki Kesalahan ‘’Diagnosis’’ Terhadap Bupati Boltim (sudah dipublikasi di blog ini, Sabtu, 21 Mei 2011), saya tanggapi lagi lewat tulisan ini.

BIROKRASI di mana pun berada selalu tipikal: mudah diduga. Koreksi yang dilakukan Humas Pemkab Boltim lewat stafnya, Ahmad Alheid, terhadap artikel yang dipublikasi di blog ini, sudah saya duga sejak awal. Bahwa, terkait isu kerjasama Pemkab Boltim-RS Monompia, Humas atau para pembantu Bupati Boltim bakal mengatakan media salah kutip dan tulis. Dan merujuk pada yang keliru, pasti hasilnya adalah dua kali kekeliruan.

Pembaca, lewat tulisan ini saya ingin menunjukkan koreksi Humas Pemkab Boltim itu justru membuka aib mereka sendiri. Saya mau menuding hidung Kabag Humas dan Ahmad Alheid sebagai dua orang yang tidak memahami tugas dan fungsinya; serta tidak kompoten dalam melaksanakan pekerjaan dan tanggungjawab mereka.

Pertama, apakah saudara Ahmad Alheid (yang saya kenal sejak bertahun-tahun silam –rumah ayahnya di Tombolikat dulu adalah salah satu tempat menginap favorit saya) menulis koreksi atas nama Humas Pemkab Boltim dan seiizin Kabag Humas? Kalau tidak, maka dia melakukan tindakan yang diluar kewenangannya.

Sebaliknya, bila atas nama Humas dan seizing Kabag, lalu apa pekerjaan atasannya? Kabag Humas adalah saluran pertama komunikasi keluar dan kedalam Pemkab Boltim. Kalau Kabag Humas tak percaya diri, kurang mampu merumuskan koreksi, silahkan minggir dan serahkan kursinya ke Ahmad Alheid. Untuk apa Bupati Sehan Lanjar mempromosikan seorang birokrat yang ternyata kalah pengetahuan dan ketrampilan dibanding stafnya?

Lain soal kalau Kabag Humas menganggap kritik saya cukup hanya dijawab oleh level staf. Yang artinya, secara tidak langsung dia mengirim pesan: ‘’Katamsi Ginano cukup ditanggapi di levelnya Ahmad Alheid, tidak perlu Kabag Humas.’’ Kalau dugaan ini benar, saya kira dia terlambat dua langkah di belakang, sebab Jumat (20 Mei 2011) Harian Media Sulut sudah menulis koreksi langsung dari Bupati Sehan Lanjar terhadap kritik yang saya lontarkan.

Tanpa maksud apa-apa, saya bisa melanjutkan (tentu ini asumsi yang saya petik begitu saja dari pohon nangka di depan rumah), bahwa setelah ada pernyataan Bupati Boltim, Kabag Humas juga boleh jadi menganggap Bupatinya hanya sekelas Ahmad Alheid.

Kedua, dari diagnosis saya, jajaran Humas Pemkab Boltim –terutama Ahmad Alheid dan Kabag-nya—perlu diberi pelatihan intensif ilmu komunikasi. Kritik yang saya tulis memang didasarkan pada publikasi di Harian Posko Manado, yang ternyata keliru dan jauh dari fakta sesungguhnya. Wartawan yang keliru, tentu harus diluruskan disertai pemahfuman dan maaf.

Tapi di manakah pelurusan yang dilakukan Humas Pemkab Boltim terhadap pemberitaan keliru Harian Posko Manado itu? Sepengetahuan saya –mudah-mudahan ini tidak keliru—belum ada koreksi yang dilayangkan dan dimuat Harian Posko Manado. Kalau koreksi resmi dari Humas Pemkab dilakukan, kemudian Harian Posko Manado juga mempublikasikan, maka saya wajib pula mengoreksi artikel yang diunggah di blog ini.

Jangan-jangan Kabag Humas Pemkab Boltim dan jajaran tidak melakukan tugasnya membaca semua media yang (minimal) terbit di Sulut setiap hari; melakukan telaah dan analisis, lalu mengoreksi pemberitaan-pemberitaan yang keliru. Saya patut menduga mereka lebih suka membaca pesan pendek, facebook, dan sejenisnya, yang kini kian jadi kebiasaan di Mongondow kontemporer.

Ketiga, memahami kelemahan media –yang kerap tergesa-gesa dengan alasan deadline atau keliru sebab kurang menguasai background satu isu-- Humas yang memahami fungsi dan tanggungjawabnya, seharusnya mengambil tindakan preventif. Apa bentuknya? Humas memberikan paparan awal terhadap event atau potensi pernyataan awal yang akan disampaikan Bupati dan jajaran birokrat papan atas, terutama bisa isunya potensial sebagai materi publikasi di media. Setelah event atau pernyataan Bupati atau jajarannya selesai, Humas wajib pula memastikan akurasi materi yang berada di tangan wartawan tidak meleset atau diplesetkan.

Bila dua aspek minimal dari pekerjaan Humas itu diabaikan (atau terabaikan) dalam pemberitaan keliru yang dipublikasi Harian Posko Manado, yang lalu saya jadikan dasar menulis kritik, tentu simpulannya sederhana: Bupati Boltim semestinya mengevaluasi Kabas Humas dengan serius. Mungkin dia tak cocok berada di garda depan sebagai penyambung lidah Bupati, melainkan jabatan lain yang lebih tepat, semisal staf di bagian gudang atau sejenisnya.

Keempat, Humas Pemkab (dalam konteks ini Ahmad Alheid) keliru menyarankan agar dalam menulis kritik saya sebaiknya mengecek dengan saksama fakta-fakta isunya agar tak keliru ‘’diagnosis’’. Faktanya Harian Posko Manado menjadikan berita kerjasama Pemkab Boltim-RS Monompia sebagai headline halaman Boltim.  Faktanya pula, setidaknya di dua harian lain yang terbit di Sulut di hari yang sama, yang kebetulan saya baca, seingat saya tak ada berita sejenis. Tambah lagi beberapa hari setelahnya tidak ada koreksi terhadap kekeliruan Harian Posko Manado yang dilakukan Humas Pemkab.

Bahwa Harian Posko Manado telah melakukan kekeliruan (boleh jadi fatal), silahkan mempermasalahkan hingga ke Dewan Pers. Media dan wartawan bukan institusi dan sekumpulan malaikat, demikian pula saya. Tapi agar proporsional, mohon Humas Pemkab Boltim terlebih dahulu mengecek standard operation and procedure (SOP) mereka, UU Pers, serta fungsi dan tanggungjawab Humas, supaya tak jatuh dua kali di lobang yang sama.

Akan halnya isu utama, kerjasama antara Pemkab Boltim-RS Monompia, yang ternyata baru sebatas penjajakan –apalagi pelayanan kesehatan yang direncanakan Pemkab juga melibatkan RS lain di Sulut--, saya dukung dengan serius. Seperti yang pernah saya tulis, Bupati Sehan Lanjar-Wakil Bupati (Wabup) Medi Lensun memang harus membuktikan mereka mampu mewujudkan visi menjadikan Boltim salah satu kabupaten terdepan di Sulut. Sepengetahuan saya, dari percakapan-percakapan dengan Eyang dan Medi (nikmat betul menyapa Bupati-Wabup dengan nama kecil tanpa kehilangan respek), salah satu prioritas mereka adalah layanan kesehatan prima untuk semua orang di Boltim. Tak peduli si pasien kurang mampu atau justru Bupati dan Wabup sendiri.

Nah, dengan artikel ini, terang sudah bahwa belum ada memorandum of understanding (MoU) atau yang lebih tinggi dari itu antara Pemkab Boltim-RS Monompia. Kalau ada yang masih mengganjal, menurut saya, adalah Humas Pemkab Bolmong yang –kalau tidak diganti-- memerlukan pelatihan intensif.

Sebagai sumbangsih terhadap Boltim, dengan rendah hati saya bersedia membantu sebatas pengetahuan dan ketrampilan yang saya miliki.***