Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Thursday, May 26, 2011

CPNS Cigulu-Cigulu

DI RESTORAN Hotel Quality Manado, pagi itu saya dan beberapa orang menemani Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sehan Lanjar, menikmati sarapannya. Bupati hanya ditemani Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) –saat itu---, Rizky Lamaluta, sedang kami berombongan lengkap dengan anak bungsu saya yang berulang kali berbisik, ‘’Papa, butul ini Bupati Boltim?’’

Sambil menyeruput kopi dan menggunyah buah segar, Eyang –saya selalu senang menyebutkan nama kecil Bupati Boltim sebab terasa akrab dan tak ‘’mengancam’’—menjelaskan hal-ihwal tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) Boltim 2010 yang hasilnya dia tolak. Mempersingkat kisah, simpulannya adalah: tes tersebut harus diulang karena sejumlah hal yang tak tepat, tak proporsional, dan jauh dari visi kemaslahatan otonomi daerah.

Eyang memaparkan salah satu konsernnya berkaitan dengan formasi lulusan SMA, yang selayaknya diprioritasnya untuk CPNS yang berasal dari Boltim (dalam pengertian sangat lokal). Kita semua yang mengenal Boltim sebelum dimekarkan, segera memahami apa yang dia sampaikan. Apalagi Eyang juga mengungkapkan di jangka panjang CPNS formasi SMA itu bakal di-upgrade lewat pendidikan lanjutan di Perguruan Tinggi (PT) –Insya Allah—dengan beasiswa Pemerintah Kabupaten (Pemkab).

Menurut pendapat saya, ide dan sikap Eyang itu perlu didukung, minimal dengan doa dan sokongan moral. Membuka kompetisi seluas-luasnya dan menyandingkan lulusan SMA di Boltim dengan (misalnya) Manado atau Kotamobagu yang relatif bersekolah didukung fasilitas memadai, dari sudut mana pun tidaklah adil. Tapi menutup peluang lulusan SMA dari luar Boltim turut ambil bagian juga sikap yang tidak fair.

Repotnya, solusi terhadap problem seperti itu tidaklah mudah. Tes CPNS sejauh yang saya tahu sangat generik dan pukul rata. Mau formasi SMA, S1, atau S2, soal yang diujikan sama. Ibarat kompetisi balap, mulai dari yang kelas 90 CC hingga 500 CC, dipersilahkan berlaga bersama sebebas-bebasnya.

Hal yang sama justru menjadi perhatian utama Eyang, yang sudah bertekad meminta pada Gubernur Sulut, SH Sarundajang, dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), EE Mangindaan, agar dilakukan tes ulang penerimaan CPNS 2010 di  Boltim. Materi tes ulang itu, dalam rencananya, disesuaikan dengan formasi yang bakal direkrut dan dilakukan bekerjasama dengan PT kredibel di Sulut.

Artinya, formasi S1 untuk pertanian misalnya, akan dites dengan materi yang berkaitan dengan pengetahuan sang calon terhadap seluk-beluk pertanian (lebih baik lagi kalau soal-soalnya menyentuh kekhasan pertanian di Boltim, semisal cabe, tomat, poke-poke, dan sebagainya). Demikian pula dengan formasi yang lain.

Di benak saya, model tes seperti itu minimal dapat menjaring calon PNS yang berpengetahuan cukup terhadap bidang ilmu yang dia tekuninya di bangku sekolah. Kalau ingin yang lebih ideal, adopsi tata cara penerimaan karyawan di perusahaan-perusahaan dan institusi mapan, yang tak hanya melewati tes tertulis standar, tapi juga psikologi, kompetensinya, dan interview di mana user secara langsung dapat menilai kapasitas, kapabilitas dan personality si calon.

Pokoknya saya terpukau dengan ide tes ulang CPNS Boltim 2010 dan model yang panjang-lebar Eyang jelaskan. Tidak memerlukan waktu buat saya untuk dengan sembrono mengatakan mendukung 100 persen gagasannya (hingga kini saya tetap pada keyakinan bahwa dukungan itu juga 100 persen benar).

Tes Ulang: Alamak!

Mengingat Eyang tergolong sosok keras kepala, saya yakin tes ulang CPNS 2010 itu bakal dia perjuangkan habis-habisan hingga membuat puyeng Gubernur Sulut dan MenPAN-RB. Setelah berbulan-bulan, berita yang dipublikasi Harian Manado Post, Jumat (20 Mei 2011), Alung: Lapor ke MenPAN-RB, Semua Formasi Tes Ulang, saya sambut sebagai pembuktian kegigihan Eyang.

Berita yang mengutip Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Boltim, MR Alung, SE, memaparkan persiapan teknis pelaksanaan tes ulang CPNS 2010. Mengukuhkan bahwa persiapan yang dilakukan adalah keputusan singkron dari atas ke bawah (MenPAN-RB, Gubernur Sulut, hingga Bupati Boltim), dituliskan pula bahwa Kepala BKDD akan melaporkan langsung pada MenPAN-RB.

Namun, alangkah terkejutnya ketika Kamis pagi (26 Mei 2011), di hari di mana tes ulang CPNS Boltim 2011 dilaksanakan, saya membuka situs Harian Komentar (http://www.hariankomentar.com/) dan membaca Pemprop Tak Tahu Ujian Ulang CPNS Boltim Hari Ini. Mengutip Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulut, Drs Roy Tumiwa, MPd dan Asisten III Setdaprov Sulut, Asiano Gamy Kawatu, SE MSi, dalam tubuh berita dikonfirmasi pelaksanaan tes ulang itu lepas dari koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov). Bahkan Kepala BKD menegaskan, ‘’Terus terang kami tidak mengetahui soal ada rencana ujian ulang CPNS di Boltim. Tidak ada surat pemberitahuan dan koordinasi dari Pemkab Boltim.’’

Dokumen terkait yang dikantongi Pemprov, menurut Kepala BKD, hanyalah surat MenPAN-RB yang menyebutkan tak ditemukan kesalahan dan pelanggaran dalam proses penerimaan CPNS Boltim 2010. Di luar itu, belum ada surat yang lain, apalagi agenda ujian ulang.

Waduh, kalau Pemprov tidak tahu karena MenPAN-RB belum (atau tidak) mengizinkan dilakukan tes ulang CPNS Boltim 2010, pelaksanaannya oleh Pemkab Boltim tergolong illegal. Dan tidakkan illegal berkonsekwensi bakal tidak diakuinya tes dan hasilnya. Bakal panjang perkara ikutan yang potensial terjadi: Eyang dan jajarannya bisa digugat peserta tes ulang karena melakukan tindak pidana (minimal penipuan) dan perdata; digugat peserta tes terdahulu yang sudah dinyatakan lulus –apalagi kalau dalam tes ulang mereka tersingkir; atau bahkan diperiksa polisi, jaksa, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dengan sengaja merugikan keuangan negara. Dapat pula digugat ke Pegadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena melakukan kekeliruan administratif atau mengambil kebijakan yang melampaui wewenangnya.

Sembari mengumpulkan lebih banyak informasi, saya berharap Eyang dan jajarannya sudah mengantongi surat MenPAN-RB yang isinya mempersilahkan dilakukan tes ulang CPNS Boltim 2010. Sedang ketidak-tahuan Pemprov, terutama BKD dan Asisten III, semata masalah teknis keterlambatan tibanya tembusan surat dimaksud. Hal biasa yang kerap terjadi dan dapat dimaklumi mengingatnya lelet-nya birokrasi di Indonesia adalah pengalaman yang jamak kita temui sehari-hari.

Yang ditakutkan adalah memang belum ada dan tak pernah ada ‘’restu’’ tes ulang dari MenPAN-RB. Kalau dugaan ini benar, Eyang sengaja meletakkan dirinya di tengah pusaran badai besar. Menerima PNS tidak semudah belanja poke-poke di Pasar Kotabunan, yang hanya membayar, menerima barang, dan urusan selesai. Demikian pula, Boltim masih menjadi bagian dari Indonesia, yang seotonom-otonomnya (sebagaimana semangat otonomi daerah), tetap terikat secara struktural dengan Pemerintah Pusat.

Di titik ini saya hanya bisa mendukung dengan empati (karena tak ada lagi yang bisa dilakukan): ‘’Kuatkan dan tabahkan hatimu, Eyang!’’***