MARI rehat
sejenaknya dari seriusnya politik di Mongondow, terutama sangkarut pemilihan
Walikota-Wakil Walikota (Pilwako) Kota Kotamobagu (KK) dan pemilihan
Bupati-Wakil Bupati (Pilbup) Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Politik dan
politikus, sebagaimana profesi lain dan pelakunya, selalu punya sisi manusiawi:
Yang menyedihkan, memuakkan, atau bahkan mengundang gelak.
Kisah yang akan dibeber ini, misalnya, yang pertama kali
saya dengar beberapa waktu lalu, bagi sebagian orang menunjukkan betapa naif
sekaligus kocaknya politikus di Mongondow. Untuk saya pribadi, sebaliknya
mengundang keprihatinan karena menunjukkan kualitas politikus kita memang masih
‘’pas atau kurang sedikit dari bandrol’’.
Tersebutlah dalam sebuah perjalanan kunjungan kerja (Kunker)
beberapa anggota DPR dari salah satu kabupaten di Mongondow tiba di Bandara Sam
Ratulangi. Rombongan anggota dewan yang terhormat ini segera melakukan check in. Setelah boarding pass di tangan, salah seorang di antara mereka segera
merogoh kantong, mengambil telepon selular, dan rupanya menelepon istri
tercinta.
Telepon terhubung dan membahanalah suara tokoh DPR kita,
yang terdengar jelas hampir ke seantero ruangan: ‘’Ma, Papa sudah di bandara
dan baru selesai check up.’’ Check up? Anggota DPR kita ini langsung
ke bandara setelah sebelumnya mampir ke rumah sakit (RS) atau klinik
memeriksakan kesehatannya? Atau sebelum melakukan check in dia melapor terlebih dahulu ke Klinik Bandara?
Cerita itu saya anggap lelucon belaka, yang dituturkan dari
mulut ke mulut sebagai bumbu penyedap politik. Orang Mongondow yang saya kenal
memang suka memelesetkan hal-hal serius di situasi-situasi formal sekali pun.
Tapi kalau peristiwa itu benar terjadi, kita maafkan saja. Beda antara check in dan check up kan cuma pada ‘’in’’ dan ‘’up’’-nya. Lagipula lebih baik
anggota DPR kita itu kebanyakan check up
ketimbang check in, yang
ujung-ujungnya bisa digugat istri dan diancam pecat oleh partai karena kepergok
digerebek polisi.
***
Orang Mongondow mesti bangga dengan anggota-anggota DPR dari
dan di wilayahnya. Di belahan Indonesia mana ada anggota DPR provinsi yang
menyelesaikan gelar sarjana (hukum pula) di saat sudah menduduki kursi yang
terhormat, namun kebingungan ketika ditanyai apa itu ‘’Tupoksi’’ (tugas pokok
dan fungsi)? Hanya anggota DPR asal Mongondow yang bisa begitu dan tetap lulus
ujian sarjana. Luar biasa bukan?
Alhamdulillah,
setelah sekian lama, tampaknya yang bersangkutan sudah belajar tentang Tupoksi.
Hari ini (Kamis, 28 Februari 2013), saya membaca di salah satu situs berita,
dia dengan percaya diri menyebutkan kata ini.
Bagaimana pula kita tidak harus kagum bila ada sejumlah
anggota DPR menyatakan petisi dibubuhi cap jempol darah? Terlebih alasannya
demi memperjuangkan harkat-hidup rakyat, mati sekali pun tak jadi soal. Seram sekaligus
heroik. Ya, kalau pun beberapa pekan kemudian mereka diam-diam menarik
jempolnya, petisi dianggap khilaf dan baku
sedu saja, namanya juga ‘’anggota
dewan yang terhormat’’.
Daftar lucu-lucu anggota DPR kita kian panjang karena
ancaman interpelasi seperti yang disuarakan terhadap Bupati Bolaang Mongondow
(Bolmong) Induk; yang terkini ke Bupati Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Yang
satu diam-diam hilang ditelan ombak; yang satu lagi masih terus dinyatakan
sebagai ancaman. Kapan interpelasi itu dilakukan, hanya DPR yang tahu.
Berbeda dengan kelucuan-kelucuan yang kental bau politik
yang biasanya jadi konsumsi sesaat publik dan media, urusan narkota dan
obat-obat terlarang lebih awet sebagai obyek ketakjuban. Ihwal Narkoba, DPR
Bolaang Mongondow Timur (Boltim) dan anggota DPR Sulut asal Bolmong Raya masih
menjadi ‘’juara’’.
Kesenangan menghidu sabu-sabu
yang sebelumnya membuat salah satu anggota DPR Boltim dicokot polisi dan mental
dari jabatan; tidak membuat kapok koleganya. Yang terbaru, salah seorang
anggota legislatif kabupaten yang dipimpin Sehan Lanjar-Medi Lensun ini,
digerebek polisi karena kegemaran ‘’terbang tinggi’’ dengan Narkoba.
Sebagai peristiwa, yang dialami anggota DPR Boltim yang juga
dikenal sebagai tokoh terpandan dan bersahaja itu, bagi kebanyakan orang mudah
jadi santapan gosip dan olok-olok. Bagi saya pribadi, justru momen kesedihan:
Kenapa dia tidak mencari kesenangan yang lain, misalnya memelihara bebek,
kambing, atau lele dumbo?
Saya berempati sekaligus simpati tatkala anggota DPR Sulut
asal Bolmong terseret isu pengeroyokan di salah satu tempat karaoke di Manado.
Di tengah tertawaan banyak orang, karena tindakannya dianggap banci (main
keroyok di mana pun bukanlah kelakuan seorang gentlemen), saya alpa tertawa. Sama halnya ketika anggota DPR yang
sama (yang juga anak seorang Kepala Daerah di Mongondow) ditangkap karena
kepemilikan dan konsumsi Narkoba. Menyusul vonis yang disambut kegembiraan
banyak orang, saya masih tetap tak melihat sisi lucunya.
Tapi begitu partai yang bersangkutan, yang sebelumnya gagah
perkasa memaklumatkan sikap anti Narkoba dan mengancam setiap kader yang
tersangkut langsung ditebas, tak kunjung terang juntrungannya, saya melihat
sebagai lelucon yang pantas ditertawai. Politikus memang suka tidak konsisten
–untuk tidak mengatakan gemar berdusta-- dan tebang pilih.
Satu ketika saya terlibat percakapan seru dengan beberapa
politikus (di antara anggota DPR) sembari mengawasi keponakan bermain. Saya
tahu, sesekali si Bengal ini menghentikan keasikkan dan memperhatikan apa yang
dengan berbusa-busa di dikatakan anggota majelis diskusi. Lalu, keriuhan kami
dijeda permintaan ke kamar kecil oleh keponakan, yang membuat saya terpaksa melompat
menggandeng dia agar hajat yang mendesak bisa dimenej.
Walau terburu-buru, si Bengal itu masih sempat bertanya, ‘’Uncle, sapa-sapa itu? Dorang pe karja apa?’’
Untuk menghentikan rentetan pertanyaan berikut, tips terbaik menghadapi
anak kecil adalah langsung pada sasaran. ‘’Dorang
itu politikus. Anggota DPR.’’
Saya melihat senyum jail di matanya sebelum memberi komentar
terakhir, ‘’O, papandusta samua kang…..’’
Sikap ‘’partai undur-undur’’ itu memang lucu.
Terlebih ketika anggota DPR itu (lagi-lagi orang yang sama) dilanda badai porno
aksi yang menyebar bagai api membakar ilalang lewat telepon selular dan media
sosial.
Hingga saat ini saya memegang teguh sikap, bahwa: Tindakan
paling tidak etis dalam politik adalah menyerang lawan dengan senjata yang
berkaitan dengan perilaku pribadinya, lebih khusus yang seharusnya hanya
disimpan rapat di ruang tertutup.
Itu sebabnya, saya langsung bereaksi ketika disodori fakta
yang lebih seram berkaitan dengan Narkoba dan porno aksi dari anggota DPR Sulut
lain asal Bolmong; yang lebih horor dari rekannya yangkini telah jadi konsumsi orang banyak. Apalagi
bukti-bukti yang disodorkan amat lucu, karena bakal mengguncang jagad politik
Mongondow yang kini masyuk isu pemilihan Walikota-Wakil Walikota (Pilwako) KK
dan pemilihan Bupati-Wakil Bupati (Pilbup) Bolmut.
Pembaca, Anda tentu akan menebak-nebak dan menduga-duga. Sekadar
sebagai lucu-lucuan, biarkan itu menjadi tebakan-tebakkan dan duga-duga saja.***