INI kisah tentang
oknum –salah satu arti dari kata ini adalah ‘’orang atau anasir dengan konteks
negatif’’.
Tersebutlah satu organisasi kekeluargaan warga Mongondow di
Jakarta. Dua tahun lampau organisasi ini –seperti tahun-tahun sebelum dan
sesudahnya--- melaksanakan event
silaturahim. Panitia dibentuk, tempat dan acara ditetapkan, dana pun mulai
digalang. Sebagai wahana menjalin keterikatan sebagai warga Mongondow,
penggalangan dana dilakukan hingga ke kampung asal, dalam bentuk proposal.
Gayung bersambut. Ada Kepala Daerah yang menerima proposal,
menyetujui menyumbangkan sejumlah dana sesuai peruntukan dan kewenangannya.
Proses dilaksanakan dan pejabat yang mengurusi proses pencairan dana itu
kebetulan sepupu sangat dekat dengan Bendahara Panitia (hubungan kekerabatan di
Mongondow bukanlah sesuatu yang aneh dan asing. Boleh dibilang, hampir semua
orang Mongondow langsung atau tidak terikat pada jalinan rumit perkerabatan).
Tidak mengherankan, di hari dana tersedia, setelah uang
berpindah tangan dan kwitansi ditanda-tangani, pejabat tersebut menelepon
Bendahara Panitia, menginformasikan: ‘’Dana sumbangan sudah diterima salah
seorang panitia.’’ Besaran dana juga dirinci, ‘’sekian’’ untuk event silaturahim dan ‘’sebegitu’’
kontribusi pada acara yang lain.
Namun, hingga lewat puncak pelaksanaan acara, jangankan
menyerahkan pada Bendahara Panitia, menginformasikan dana yang diterima pada
panitia saja, tak dilakukan sang oknum yang menanda-tangani kwitansi. Demi
tanggungjawab dan ketata-laksanaan, Bendahara Panitia lalu berinisiatif
menanyakan pada oknum kita ini. Jawabannya sungguh mengejutkan: ‘’Dana apa?
Tidak ada sumbangan dari Kepala Daerah itu.’’
Nyaris saja kepala si oknum disambet kelom (selop dari kayu
yang biasa digunakan kaum perempuan). Bendahara Panitia benar-benar naik pitam,
sebab sudah tertangkap tangan pun oknum tukang tilep ini masih berani berkilah.
Terlalu….
***
Tatkala membaca pernyataan Bendahara Panitia Pembentukan
Provinsi Bolaang Mongondow Raya (P3BMR), Nayodo Kurniawan, di Kontra Online bahwa belum ada
pendaftaran calon Provinsi BMR ke DPR RI, saya teringat lagi pada penyelewengan
dana event silaturahim dua tahun
lampau itu. Pernyataan Nayodo, Rabu (13 Februari 2013), yang ditajuki Panitia Tegaskan Belum Daftarkan PBMR ke DPR
RI (http://kontraonline.com/11317/panitia-tegaskan-belum-daftarkan-pbmr-ke-dpr-ri/)
adalah bantahan terhadap klaim Muliadi Mokodompit, MSi yang diunggah Radar Totabuan, Kamis (7 Februari 2013),
PBMR Hak Inisiatif DPR (http://www.radartotabuan.com/read/pbmr-hak-inisiatif-dpr-2983).
Untuk
menyegarkan ingatan pembaca, di pemberitaan Radar
Totabuan Muliadi Mokodompit yang dikutip sebagai Kordinator Tim 1 Pengkaji
Provinsi BMR menyatakan: Karena DPR Provinsi (Deprov) Sulut enggan merespons, maka Tim
Kajian akan
membawa draf usulan pembentukan PBMR ke pusat, yakni menggunakan hak inisiatif
DPR RI, dengan jaringan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia
(KAHMI). Dia juga menegaskan, “Intinya, target PBMR dan masyarakat BMR adalah
Mei 2013 PBMR terwujud.’’
Mempertegas
koreksinya, Nayodo juga mengemukakan, pihak-pihak yang mengaku sudah
mendaftarkan proses pembentukan Provinsi BMR di DPR RI itu tidak jelas
dasarnya. P3BMR yang sudah dibentuk secara resmi tidak pernah menyetujui atau
mengetahui gerakan Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan.
Pernyataan lebih galak justru datang dari Wakil Bendahara
P3BMR, Deni Mokodompit, di hari dan situs yang sama, Wakil bendahara P3BMR Sebut Muliadi Cs Penipu (http://kontraonline.com/11313/wakil-bendahara-p3bmr-sebut-muliadi-cs-penipu/).
Ringkasnya, Deni yang senada dengan Nayodo, bahkan meminta aparat hukum
mengusut Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan, terutama dikaitkan dengan
dana-dana yang dikumpulkan dari berbagai pihak atas nama kepentingan pemekaran
provinsi, namun tidak pernah disetorkan ke Bendahara maupun Wakil Bendahara
P3BMR.
Ujung-pangkal pemekaran Provinsi BMR di satu sisi, menurut
saya sudah seterang langit Mongondow di saat cuaca cerah. Penjelasan panjang
lebar Sekretaris Provinsi Sulawesi Utara (Sekprov Sulut), Rahmat Mokodongan, yang diunggah Radar Totabuan, Senin (18 Februari
2013), Pekan Ini Draft PBMR Tuntas (http://www.radartotabuan.com/read/pekan-ini-draft-pbmr-tuntas-4952),
sama sekali tak menyisakan ruang debat. Kecuali oleh mereka yang memang
mencari-cari perkara.
****
Di bagian akhir pemberitaan itu pula, ada kilahan dari
Muliadi Mokodompit, yang sebelumnya mendapat ‘’serangan’’ bertubi-tubi dari
segala arah (termasuk di blog ini).
Saya kutipkan: “Nanti
bendahara yang akan jelaskan semuanya, termasuk dana dari tukang bentor yang
sebenarnya dari pribadi MSL. Saya siap mengklarifikasi masalah ini. Saya sangat
menyayangkan mengapa hal ini justru diungkapkan ke media dan tidak dicarikan
alternatif untuk membahasnya secara internal.’’
Menakjubkan betul kerasnya ‘’kulit’’ Muliadi Mokompit.
Bahkan sudah tertangkap basah dia masih berani berkelit, terlebih dengan
berlindungan pada ‘’alternatif membahas secara internal’’. Menurut saya, oknum
ini jenis manusia yang kelicikannya amat sangat berbahaya dan merusak.
Kemana ‘’pembahasan internal’’ itu ketika dia terlibat dalam
demonstrasi membakar ban, keranda, dan foto Gubernur Sulut? Di mana pula
‘’mekanisme internal’’ tatkala ada dana-dana yang disumbangkan atas nama pemekaran
Provinsi BMR yang jatuh ke tangannya –termasuk atas nama pribadi orang per
orang? Tak kurang penting: Diletakkan di mana mekanisme dan pembahasan internal
P3BMR saat dia mengumumkan klaim telah mendaftarkan pemekaran Provinsi BMR ke
DPR RI?
Saya penasaran ingin melihat reaksi beberapa tokoh P3BMR
yang memang dikenal bersumbu kesabaran pendek, di rapat internal yang
menghadirkan dan meminta pertanggungjawaban Muliadi Mokodompit (sebagai oknum
yang bertindak dan mengatas-namakan Koordinator Tim 1 Pengkaji Provinsi BMR)
dan kawan-kawan. Faktanya, mekanisme internal P3BMR yang kini dijadikan alat
bela diri sudah dia injak-injak dan dikencingi. Ini saja, bagi orang-orang yang
punya kewarasan dan paham etika dasar organisasi, sudah cukup membuat tekanan
darah naik beberapa strip.
Demi menghindari ‘’kerusakan’’ lebih besar, saya menyarankan
Muliadi Mokodompit manimpang jo kong ba
angka dari Kota Kotamobagu (KK). Kredibilitas Anda sudah tak ada nilainya
sama sekali, termasuk sebagai pengajar (sepengetahuan saya ini pekerjaan yang
sekarang diembannya di KK) di Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK). Dengan
begitu, setidaknya Anda berkontribusi tak lebih jauh mencemari generasi
mahasiswa KK di UDK dengan perilaku busuk ala oknum.
Kalau tidak juga, saya berharap P3BMR bersedia menginformasikan
kapan rapat yang mengundang dan meminta pertanggungjawaban Muliadi Mokodompit
dan kawan-kawan (yang masuk dalam kepanitian) dilaksanakan. Saya ingin
menyumbang kelom, supaya jelas benda apa yang harus didaratkan dijidatnya.
Tidak perlu fulungku, apalagi
benda-benda tajam dan tumpul yang penggunaannya berkonsekwensi pidana.***