BERITA itu bagai
sengatan listrik voltase tinggi. Saya membacanya hari ini, Rabu (6 Februari
2013), di (setidaknya) tiga situs berita, masing-masing Tribun Manado (http://manado.tribunnews.com/2013/02/06/kejari-kotamobagu-tetapkan-tiga-tersangka-pembangunan-mesjid-rbm);
Kontra Online (http://kontraonline.com/11256/kejari-resmi-tetapkan-3-tersangka-dalam-kasus-mrbm/);
dan idManado.Com (http://idmanado.com/kejari-kotamobagu-tetapkan-3-tersangka-kasus-dugaan-korupsi-mrbm/).
Dipublikasi dengan judul yang hampir mirip, Kejari Kotamobagu Tetapkan Tiga Tersangka
Pembangunan Mesjid BRM (Tribun Manado);
JM Cs Resmi Jadi Tersangka Pembangunan
Mesjid (Kontra Online); dan Kejari Kotamobagu Tetapkan 3 Tersangka Kasus
Dugaan Korupsi MRBM (idManado.Com),
isinya pun seragam: Jumat, 1 Februari 2013, Kejaksaan Negeri (Kejari)
Kotamobagu telah menetapkan tiga tersangka dugaan korupsi pembangunan Mesjid
Raya Baitul Makmur (BRBM). Mereka adalah RL dan JM yang terkait dengan
pembangunan MRBM; serta HSM untuk penjualan asset
(besi tua) MRBM.
Ya, Allah, saya membayangkan tiga tersangka ini dalam bentuk
demit mengerikan seperti yang kerap digambarkan di film-film horor. Urusan investasi
akhirat saja diselewengkan, apalagi yang hanya dunia.
Kejari Kotamobagu pantas diacungi jempol. Sejak awal,
bersikukuhnya Walikota Kota Kotamobagu (KK), Djelantik Mokodompit, membongkar
MRBM yang secara teknis relatif berusia muda, lebih dari patut dipertanyakan.
Apakah semata demi kenyamanan ibadah pemeluk Islam di KK? Karena dia ingin
membangun mercu suar yang menjadi simbol kepemimpinannya? Atausekadar proyek
berbiaya besar yang memberikan pemasukan fee,
kick back, dan sejenisnya pada
sejumlah orang yang terlibat?
Bau amis dan busuk mulai menyegat ketika pekerjaan tahap
pertama oleh PT Esta Group, yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Biaya
Daerah (APBD) KK 2011 senilai Rp 5,9 miliar, mangkrak. Kontraktor yang dipilih
Pemerintah Kota (Pemkot) ini akhirnya di-black
list. Itu saja, tak ada penjelasan memadai dan memuaskan publik, kecuali
berbagai dugaan dan spekulasi yang bersimpang-siur.
Masyarakat KK sempat terhibur karena pembanggunan MRBM
kembali dianggarkan di APBD 2012 senilai Rp 11,3 miliar. Tapi hingga batas
waktu pengerjaan proyek yang ditetapkan jatuh pada 26 Desember 2012, PT Waskita
Karya yang mengantongi kontrak, gagal menyelesaikan pekerjaan yang jadi
tanggungjawab. Status terakhir dari kontruksi MRBM, sebagaimana yang dikutip Kontra Online, adalah: Pemkot
memperpanjang waktu pengerjaan 50 hari ke depan, terhitung dari batas akhir
penyelesaian yang disepakati.
***
Ada dua cara pandang memaknai penetapan tersangka dugaan
korupsi MRBM oleh Kejari Kotamobagu: Keseriusan penegakan hukum; atau –tak
dapat dielakkan—pelajaran pahit terhadap elit politik dan pejabat publik di KK.
Bila menggunakan cara pandang pertama, masyarakat KK patut
memberi apresiasi tinggi pada Kejari Kotamobagu yang bergerak cepat setelah
melakukan penyelidikan sekitar tiga minggu. Walau, mengingat proyek ini sudah
bermasalah sejak 2011, semestinya langkah itu dilakukan sejak setahun lampau,
sebagai tindakan preventif mencengah lebih banyak uang negara (milik orang
banyak) diselewengkan.
Di sisi lain, tindak-lanjut Kejari Kotamobagu juga
menunjukkan keberanian penegakan hukum extra
ordinary. Sebab siapa pun tersangka dugaan korupsi ini (baru disebutkan
dengan inisial, RL, JM, dan HSM), isunya langsung menohok Walikota KK: Baik
sebagai inisiator paling menggebu, maupun pejabat politik dan pemerintahan
tertinggi yang secara langsung bertanggungjawab penuh terhadap segala aspek
pengelolaan kota –terutama alokasi dan penggunaan dana APBD.
Penyebutan tersangka dugaan korupsi MRBM dengan inisial dan
kaitannya dengan Walikota KK, menjadi cara pandang kedua yang sifatnya lebih
pada dinamika sosial dan politik kota ini, terlebih Pemilihan Walikota-Wakil
Walikota (Pilwako) sudah di depan mata.
Konfirmasi adanya dugaan korupsi pembangunan MRBM memberi pengaruh sangat buruk
persepsi warga terhadap Walikota, yang sudah dipastikan kembali berkompetisi di
Pilwako 2013. Persepsi itu kian lengkap karena salah satu tersangka yang
disebutkan adalah JM.
Singkat-menyingkat nama dan menjadikan sebagai icon sosok elit politik menjadi fenomena
di negeri ini sejak era pemilihan langsung (Presiden, Gubernur, Bupati, dan
Walikota) dimulai. Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, misalnya, menjadi
SBY-JK. Dalam perjalanan waktu, hanya dengan menyebut SBY atau JK, main set
orang Indonesia segera merujuk ke dua tokoh ini. Sama halnya dengan
menyebut SHS di Sulut, yang hampir pasti adalah Gubernur SH Sarundajang.
Demikian pula dengan JM di KK, yang identik dengan Walikota Djelantik
Mokodompit.
Identifikasi berdasar icon
itu kini menjebak Walikota yang populer (atau dipopulerkan) sebagai JM. Inisial
ini tidak hanya digunakan secara tidak resmi, sebab diberbagai publikasi
(terutama yang ber-tone positif) di
media massa pun kita akan menemukan Djelantik Mokodompit dialiaskan dengan JM.
Saya sendiri, sejak lama konsisten menggunakan DjM sebagai singkatan nama
Walikota.
Tak terhindarkan, pengumuman kejari Kotamobagu sangat
menggerus modal sosial dan politik Walikota KK. Lepas dari apakah JM yang
dimaksud identik dengan JM sebagai inisial populer Djelantik Mokodompit (sebab
bisa saja ‘’J’’ adalah Justin, Jusran, atau entah siapa; dan ‘’M’’ adalah salah
satu marga Mongondow yang bukan Mokodompit), pamornya di tengah konstituan
Pilwako KK telah terjun bebas.
Bagi Partai Golkar (PG) KK yang sudah memastikan Djelantik
Mokodompit sebagai calon Walikota 2013-2018, fakta ini harus diantisipasi
serius. Sungguh tragis bila JM yang dimaksud Kejari Kotamobagu adalah JM yang
ada di persepsi warga KK. Bisa-bisa di tengah kampanye Pilwako, PG terpaksa gigit
jari dan dengkul karena calonnya sedang meringkuk di balik bui.
Sebaliknya, para pesaing Djelantik Mokodompit di Pilwako KK,
seperti Tatong Bara atau Ahmad Ishak –wartawan yang tukang main gitar, yang
mempopulerkan slogan ‘’… Matt Jabrik tetap Calon Walikota KK 2013-2018—pasti
riang bukan kepalang. Kerja politik yang akan dilakukan bakal tak membutuhan
energi cadangan.
Karena itu, demi fairness
dan kepastian terhadap masyarakat KK, menurut saya Kejari mesti membuka nama
lengkap para bajingan pemakan uang dan besi tua MRBM. Niat Kejari mengungkap
dugaan korupsi pembangunan MRBM adalah demi penegakan hukum; bukan menciptakan
gejolak sosial dan politik di KK.
***
Sementara itu, sembari menunggu transparansi Kejari, warga
KK tidak usah heran bila isu sepenting dugaan korupsi BRBM hanya akan disambut
sekadar sebagai kabar positif. Tidak akan ada pembakaran ban, keranda, atau
foto terduga korupsi; seperti yang dilakukan saat menggelar demo Provinsi
Bolaang Mongondow Raya (BMR) di bundaran Paris Superstore, Selasa (29 Januari
2013) lalu.