KESIBUKAN rutin,
Senin pagi (25 Februari 2013), dimeriahkan aneka pesan dan gambar yang masuk ke
telepon genggam saya. Keriuhan itu berlanjut hingga malam. Pemicunya tak lain
tulisan PAN KK dan Politik yang Tak Mendidik
yang diunggah di blog ini pada Minggu, 24 Februari 2013.
Pesan-pesan dan gambar itu dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, menyampaikan keterkejutan
karena beberapa waktu terakhir saya mengkritik calon Walikota Kota Kotamobagu (KK),
khususnya Tatong Bara (TB) yang menjadi kandidat Partai Amanat Nasional (PAN).
‘’Kami justru menduga Abang berada di balik keputusan PAN mencalonkan TB dan
JD,’’ tulis salah seorang pengirim pesan. O, rupanya ada duga-duga yang salah tempat.
Kedua, baik
terkait kepastian PAN memasangkan TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali KK
2013-2018; maupun kompetisi yang belum berakhir di antara bakal calon Wawali
lewat PDI Perjuangan (yang ‘’katanya’’ hampir pasti berkoalisi dengan PG), saya
diduga bermain di belakang untuk menjegal nama-nama tertentu. Isu ini kian liar
karena dibumbui screen capture BlackBerry Profile dari seseorang di KK
yang menuliskan: ‘’Brani tak punya apa-apa tapi rakyat cinta, Katamsi tidak
buat apa-apa banyak mulut.’’
Waduh, duga-duga apalagi itu?Memangnya siapa saya di jagad
politik Mongondow hingga begitu berpengaruhnya? Saya bukan elit politik, bukan
pula aktivis, atau tokoh masyarakat
terkemuka yang pantas jadi rujukan. Saya hanya seseorang yang menuliskan
pendapat, yang beberapa di antaranya terbukti benar, sebagian mungkin keliru,
dan banyak lagi yang sekadar repetan
dan omelan.
Kalau kemudian ada partai politik (Parpol), politikus, atau
tokoh publik yang tindakannya ‘’kebetulan’’ sejalan dengan apa yang saya tulis,
percayalah (seperti yang umum dicantumkan di sinetron-sinetron): Kejadian,
tempat, dan nama-nama yang terlibat hanya kesamaan belaka.
Varian dari duga-duga yang berdatangan membombardir adalah,
saya mengkritik PAN karena sudah bergesekan dengan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah
(DPW) PAN Sulut yang juga bakal calon Walikota KK; serta koleganya, anggota DPR
RI asal Sulut, Yasti Mokoagow. ‘’Katanya’’ apa yang saya tuliskan tak lebih
dari ekspresi kekesalan terhadap dua tokoh ini. Tokoh lain yang diduga tak saya
sukai adalah Benny Ramdhani, anggota DPR Sulut yang juga ambil bagian di
perhelatan Pilwako KK dengan mengajukan diri sebagai bakal calon Wawali.
Apa boleh buat, saya harus mengklarifikasi dugaan-dugaan
itu. Tidak lewat pesan pendek (SMS) atau BlackBerry
Messenger (BBM) ke orang per orang yang sudah berbesar hati dan rela
menyampaikan info, pendapat, komentar, dan kritiknya. Alangkah capeknya harus
membalas setiap pesan yang masuk, apatah lagi isunya hampir seragam.
Lewat tulisan ini saya menegaskan: Hubungan saya dengan TB,
Yasti Mokoagow, atau Benny Ramdhani baik-baik saja. Memang beberapa waktu
terakhir tak ada kontak langsung (sekadar SMS, BBM atau telepon) dengan mereka.
Namun, sepengetahuan saya tidak ada pergesekan apapun dengan ketiganya. Lain
soal kalau mereka ‘’merasa’’ punya persoalan dengan saya.
Kritik saya terhadap praktek politik PAN di Pilwako KK,
pencalonan TB dan bakal calon Wawali, JD, yang jadi kandidat pasangannya (lalu dengan
sesukanya dikait-kaitkan pula dengan Yasti Mokoagow), adalah sikap fair dan kontrol yang seharusnya lazim
dilakukan warga negara terhadap institusi politik dan aktor-aktornya. Sesuatu
yang mesti diikhtiarkan, lepas dari apakah secara pribadi kita –orang per
orang— punya hubungan dengan institusi politik dimaksud; atau dekat dengan
elit-elit yang menggendalikan institusi itu.
Sama halnya dengan ketika saya menuliskan: ‘’Saya tidak memperhitungkan
Benny Ramdhani (yang tak kurang gigih menjajakan diri dan sudah mendaftar ke
PDI Perjuangan), karena akan ada penolakan keras dari elit-elit PAN Sulut dan
Pusat’’ (Dilema DjM dan TB: Siapa Wawali KK 2013-2018?, Minggu, 10 Februari 2013). Apakah ada
kebencian atau ketidak-sukaan yang saya nyatakan? Saya menuliskan apa yang
diyakini akan terjadi, berdasar sejumlah informasi yang terverifikasi.
Sebagai politikus yang sudah malang-melintang cukup
lama, semestinya Benny Ramdhani dan para pendukungnya berterima kasih; karena
telah jauh-jauh hari diingatkan di mana titik lemah posisinya. Kedewasaan dan
kemantangan berpolitik seseorang diuji bukan saat sedang masyuk dengan
kekuasaan, melainkan ketika dia sedang berjuang merebut kekuasaan.
Lagipula, apa untungnya saya menjegal Benny
Ramdhani? Tidak melakukan apa-apa pun, beberapa informasi (yang kesahihannya saya ragukan) mengatakan diam-diam di belakang saya sejumlah
pendukungnya telah terlibat melakukan serangan pribadi, terutama di media-media
sosial. Benar atau tidak informasi itu, bagi saya hanya gangguan kecil yang tak penting, tetapi berpotensi meretakkan
orang-orang yang menyokong Benny Ramdhani dan yang terang-terangan atau
diam-diam bersepakat dengan pendapat atau sikap saya.
Tentu Benny Ramdhani yang saya kenal tidak akan
bertindak gegabah. Demikian pula saya.
****
Sejak mula politik Pilwako KK 2013 memang diwarnai terlalu
banyak duga-duga irasional. Publik dipaksa menduga-duga bahwa hanya DjM dan
TB-lah kandidat terkuat di Pilwako KK. Bahwa hanya PG dan PAN-lah Parpol yang
akan men-drive pesta politik lima
tahunan memilih Walikota-Wawali ini.
Duga-duga itu diperkuat sejumlah klaim bahwa bakal calon
Walikota-Wawali akan ditentukan melalui mekanisme ketat yang ditetapkan Parpol
pengusung; termasuk lewat survei sebagai indikator yang paling masuk akal
mengukur keterkenalan, keterterimaan, dan keterpilihan para calon. Faktanya,
warga KK hanya menduga-duga ‘’mahluk mekanisme partai’’ yang dimaksud; demikian
pula dengan kapan, di mana, oleh siapa, siapa saja calon yang disurvei, dan
berapa sample yang diambil, hingga PG
atau PAN memutuskan DJM dan TB sebagai bakal calon Walikota yang diusung. Duga-duga
yang sama mengiringi manuver ikut-sertanya DjM dan TB di fit and proper test (FPT) dan psikotes PDI Perjuangan.
Puncak duga-duga itu adalah ketika PAN menetapkan pasangan
TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali 2013-2018. Sebagai ikutannya, publik
pun menduga PG pasti berkoalisi dengan PDI Perjuangan dan akan mengusung salah
satu kemungkinan: DjM-Rustam Simbala, DjM-Benny Ramdhani, atau DjM-Hairil
Paputungan.
Sebagai dugaan, tiga alternatif itu absah saja. Tapi dengan
dasar apa? Hasil FPT dan psikotes semata (cerdas dan matang secara emosional
tidak cukup sebagai modal bila keterkenalan, keterterimaan, dan keterpilihannya
rendah di mata konstituen)?
Dinamika politik KK kian kompleks karena konstituen juga
terus menduga-duga apa yang dilakukan Parpol lain, baik yang punya kursi minoritas
di DPR KK maupun yang non seat. Ada
dugaan sudah terbentuk koalisi yang bakal mengusung Mohamad Salim Lanjar (MSL)
atau koalisi non seat yang ‘’konon’’
akan mengajukan calon aternatif AR Mokoginta-Robby Siagian.
Hingga batas pendaftaran bakal calon Walikota-Wawali
2013-2018, saya yakin politik duga-duga masih terus dipratekkan oleh Parpol dan
elit-elitnya di KK. Lalu, tinggallah para konstituen sibuk menduga-duga dan menebak,
bahkan mungkin menjadikan kelindang politik itu sumur inspirasi tebakan
jitu nomor toto gelap (Togel).***