SEORANG kawan
yang bersekolah psikologi hingga menyandang gelar doktor pernah menganjurkan
pentingnya melakukan tes ingatan dan kewarasan setiap hari. Saya tahu dia cuma
main-main, tetapi toh berkali-kali
saya bersuka-rela mempraktekkan anjurannya.
Menurut kawan doktor psikologi itu, cara termudah melakukan
tes ingatan dan kewarasan adalah setiap malam menjelang tidur mencoba mengingat
kembali apa yang dilakukan dan diucapkan sejak terjaga di pagi hari. Kalau kita
masih bisa merunut semua peristiwa, apa yang dikatakan, dan dilakukan, artinya
ingatan masih tokcer. Lebih mengkilap
lagi kalau reka ulang itu bisa mundur sehari, dua hari, bahkan seminggu atau
dua minggu ke belakang.
Di saat yang sama, ingatan itu dipadankan dengan
praktek-praktek sosial dan norma-norma yang berlaku umum. Bila kita masih dapat
menilai apakah yang dilakukan dan dikatakan, entah itu salah atau benar; pada
tempatnya atau tidak; pasti kadar kewarasan tergolong tetap prima.
Selasa malam (19 Februari 2013) saya buru-buru melakukan tes
ingatan dan kewarasan itu setelah membaca Radar
Totabuan, Muliadi Polisikan De-Mo: Keberatan Dituduh Provokator dan Penipu (http://www.radartotabuan.com/read/muliadi-polisikan-de-mo-5198).
Saya bersikeras mengingat pernyataan-pernyataan Muliadi Mokodompit dan Deni
Mokodompit berkaitan dengan pembentukan Provinsi Bolaang Mongondow Raya (BMR),
apa yang mereka lakukan terakhir ini, pula apa yang saya tuliskan dan lakukan
berkaitan dengan isu-isu terkini BMR.
Demi memastikan akurasi atas fakta-fakta isu yang melibatkan
Muliadi Mokodompit, saya juga mengunduh kembali seluruh pemberitaan terkait. Saya
mengontak pula sejumlah orang yang tahu persis sepak-terjang oknum sialan ini.
Simpulannya: rekam-jejak dan sepak-terjang Muliadi Mokodompit kurang-lebih sama
dengan yang dinyatakan Deni Mokodompit.
***
Muliadi Mokodompit tetap harus diperlakukan dengan adil.
Maka mari kita lokalisir satu per satu isu yang kini mengemuka, menguji
pernyataan dan fakta publik yang melibatkan dia, untuk menakar apakah dia
penipu, pembohong, culas, licik; atau hanya korban dari opini yang dibangun
secara terstruktur yang bertujuan merusak reputasinya.
Saya akan memfokuskan pada tiga alasan utamanya melaporkan
Deni Mokodompit ke polisi. Pertama,
tuduhan provokator atau motor demonstrasi yang diwarnai pembakaran foto
Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), SH Sarundajang. Dua, menghimpun dana dari sopir bentor dan pedagang sayur. Dan ketiga, menipu rakyat Bolaang Mongondow Raya (BMR).
Keberatan pertama: Pembuktian terhadap tudingan
ini sangat mudah. Polisi cukup memeriksa orang-orang yang terlibat dalam
demonstrasi di Bundaran Paris Superstore pada Selasa (29 Januari 2013) lalu.
Dari hasil pemeriksaan akan terkuak di mana pertemuan dan rapat persiapan demo
dilakukan, siapa yang menjadi pengundang, tokoh-tokoh yang paling banyak
bicara, termasuk oknum yang merancang skenario demo dan pamflet yang dibagikan.
Yang
jelas Muliadi Mokodompit tidak membantah dia terlibat dalam demonstrasi itu.
Seberapa besar perannya hingga layak disebut provokator atau motor, boleh
diperdebatkan. Tapi dari sepak-terjang dan rekam-jejaknya, saya yakin tuduhan
Demi Mokodompit memiliki dasar kuat.
Keberatan kedua: Kalau dana yang ada di tangan
Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan bukan berasal dari para sopir bentor dan
pedagang sayur, lalu dari mana saja? Faktanya ada dana atas nama pembentukan
Provinsi BMR yang jatuh (atau dijatuhkan) ke tangannya. Dari Bupati, Walikota, bambao’, atau mangkubi, terlebih dahulu harus melalui mekanisme organisasi
Panitia Pembentukan Provinsi BMR (P3BMR). Di luar mekanisme ini, penggunaan
yang disumbangkan oleh siapa pun untuk kepentingan pembentukan Provinsi BMR adalah
penyelewengan.
Keberatan ketiga: Siapakah yang memerintahkan
Muliadi Mokodompit dan kawan-kawan (saya tidak tahu siapa ‘’kawan-kawan’’ ini)
atas nama Tim I Pengkaji Provinsi BMR melakukan koordinasi dan konsultasi
dengan Ketua DPR RI, Komisi II DPR RI,
Dirjen PUM dan Otsus Depdagri serta Bakorsutanal soal peta dan tapal batas BMR,
sebagaimana yang dia klaim? Apa urusannya orang-orang dan institusi ini dengan
proses pemekaran yang masih berada di level P3BMR, Gubernur, dan DPR Sulut?
Lebih
mendetil lagi, apakah sembilan anggota Tim I Pengkaji Provinsi BMR seluruhnya
turut melakukan lawatan? Apakah Deni Mokodompit secara spesifik menyebutkan
bahwa ‘’Cs’’ yang dimaksud dengan ‘’Muliadi Mokodompit Cs’’ adalah Tim I, atau
begundal-begundal yang diseret-seret oleh Muliadi menjadi sekutu?
Keberatan
ketiga yang dijadikan dasar mengadukan Deni Mokodompit ini juga conflicting dengan klaim Muliadi
Mokodompit yang mengaku menyandang gelar master tentang pemekaran wilayah.
Dengan berpandu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata
Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, seorang master yang
tugasnya ‘’hanya mengkaji’’ tahu persis ada Gubernur dan jajarannya, serta DPR
Sulut, yang harus menjadi rujukan, konsultasi, maupun koordinasi untuk tahapan
proses pembentukan Provinsi BMR saat ini.
Belang
Muliadi Mokodompit kian terlihat bila pernyataan terakhirnya ini perbandingkan
dengan klaim ‘’Karena DPR Provinsi (Deprov) Sulut enggan merespons, maka Tim
Kajian akan
membawa draf usulan pembentukan PBMR ke pusat, yakni menggunakan hak inisiatif
DPR RI, dengan jaringan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI)’’
di Radar Totabuan (http://www.radartotabuan.com/read/pbmr-hak-inisiatif-dpr-2983).
Pernyataan
Muliadi Mokodompit yang berubah-ubahnya ibarat pagi ‘’dinangoi’’, siang
‘’inambal’’, sore kembali jadi sagu, menunjukkan bahwa dia memang berupaya
menipu seluruh rakyat BMR. Apalagi dia tidak cukup pintar agar ‘’awas’’, bahwa
di zaman digital ini rekam-jejak seseorang selalu mudah ditengok kembali,
diperbandingkan yang telah lalu dan yang terkini.
***
Adalah hak Muliadi Mokodompit berkeberatan dengan tudingan
Deni Mokodompit, sebagaimana yang diaminkan Kasat Reskrim Polres Bolmong, AKP Iver S Manossoh SH, bahwa, “Itu
hak setiap warga negara.” Namun adalah hak (sekaligus kewajiban) bagi seluruh
warga Mongondow untuk tak menerima apa yang menjadi cita-cita luhur bersama
diselewengkan demi kepentingan pribadi satu atau lebih oknum.
Saya
mendukung upaya hukum apa pun demi mengurai yang lurus dan bengkok yang
melibatkan Muliadi Mokodompit (sekali pun dia sebenarnya tidak penting-penting
amat bagi kemaslahatan Mongondow) berkaitan dengan isu pembentukan Provinsi
BMR. Dan untuk terakhir kali, kalau dia menganggap upaya hukum adalah jalan
terbaik, hati-hatilah: Jangan kaget bila sebentar lagi ada petisi yang berisi
laporan orang banyak yang merasa menjadi korban tipu dayanya.
Urusan penyelewengan amanat pembentukan Provinsi BMR bukan semata wilayah P3BMR, melainkan seluruh warga Mongondow.***
Urusan penyelewengan amanat pembentukan Provinsi BMR bukan semata wilayah P3BMR, melainkan seluruh warga Mongondow.***