POLITIK selalu
menjadi topik ‘’seksi’’ di Mongondow. Tulisan Memalukan! Elit Politik KK Cuma Sekelas Kuaci yang diunggah di blog ini, Jumat (15 Februari 2013),
mengundang banyak tanggapan. Beberapa aktivis dan elit partai yang tak percaya,
bahkan meminta saya mem-forward foto
Djelantik Mokodompit (DjM) dan Tatong Bara (TB) saat mengikuti fit and proper test (FPT) dan psikotes
DPP PDI Perjuangan.
Komentar yang disampaikan para penanggap umumnya negatif dan
sinis. Mereka hampir tidak percaya bahwa sebagai ketua partai, DjM (Partai
Golkar Kota Kotamobagu –PG KK) dan TB (Dewan Pengurus Wilayah Partai Amanat
Nasional Sulawesi Utara –DPW PAN Sulut) melakukan blunder politik parah. Memimpin partai politik (Parpol) sekaligus
menduduki jabatan publik setingkat Walikota dan Wakil Walikota (Wawali) minimal
menguasai perpolitikan di atas pengetahuan dasar.
Macam-macam analisis –profesional dan amatir— pun berdatangan.
Ada yang menilai DjM dan TB bertindak konyol karena keduanya telah menjadikan
kompetisi pemilihan walikota (Pilwako) KK 2013 tidak lagi sekadar adu strategi
dan taktik politik, tetapi pertarungan ego pribadi. Pula, penilaian bahwa
keduanya dikelilingi orang-orang dekat dan penasehat yang tak kompeten. Bukan
ahli strategi, taktik, dan komunikasi polilitik, tapi sekadar jongos yang
mengaminkan apa pun keinginan kedua elit politik KK ini.
Opini, komentar, analisis, cuma gerundelan, atau serapah
berkaitan dengan ikut sertanya DjM dan TB di FTP dan psikotes DPP PDI
Perjuangan, menurut hemat saya menjadi indikator kesadaran politik warga KK
khususnya. Kesadaran ini mungkin baru mencamuk sebagian kecil orang. Tapi di KK
dengan wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk padat, hanya butuh
sehari-dua dan isu pahit DjM-TB ini segera jadi perbincangan khalayak.
Kesalahan tak termaafkan apabila DjM dan TB menganggap warga
KK mudah melupakan tindakan bodoh mereka. Andai pekan ini Pilwako
dilangsungkan, dengan hanya dua calon, DjM dan TB, lalu kita tambahkan kotak
kosong, saya berani bertaruh kotak kosonglah yang akan menang.
Dengan segala maaf pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) KK, yang
aktif mendorong warga menggunakan hak pilih di Pilwako 2013, bersiap-siap
sajalah menghitung angka golongan putih (Golput). Tanpa pesaing yang cukup
berkualitas, DjM dan TB sebagai calon sudah ‘’jatuh harga’’ di mata konstituen
yang –tanpa mengesampingkan kesadaran pemilih di daerah lain di Mongondow— lebih
terpapar informasi dan penyadaran politik.
Saya sendiri tidak akan menganjurkan konstituen Pilwako KK
2013 ber-Golput. Tetapi kalau pilihannya hanya DjM, TB, dan satu calon lain
yang kualitasnya setara ikan buntal, lebih baik di hari pemilihan kita mengudap
pisang goroho atau mengecek saluran air di sawah. Hak pilih orang per orang
terlalu mahal untuk diberikan pada politikus yang kualitasnya di bawah standar,
bahkan sekadar pas-pasan.
***
Ada problem fundamental dan krusial yang belum saya tuliskan
berkaitan dengan ikut sertanya DjM dan TB di FTP dan psikotes DPP PDI
Perjuangan. Pilwako 2013 membuat mereka ekstasi dan abai mengkalkulasi
konsekwensi-konsekwensi lanjutan dari apa yang dilakukan.
Apa yang terjadi kalau PDI Perjuangan memilih berkoalisi
dengan PG? Bagi TB, koalisi PG-PDI Perjuangan adalah putusan bahwa dia tidak
lulus sebagai politikus yang pantas menduduki jabatan publik setingkat Walikota
KK sesuai standar PDI Perjuangan. Interpretasi lanjutan dari fakta ini adalah,
apakah DPP PAN dan seluruh kader PAN di Sulut rela dipimpin oleh Ketua DPW yang
secara kualitatif tak punya kualitas memadai?
TB harus dicopot dari posisinya sebagai Ketua DPW PAN Sulut.
Tindakan ini logis, baik normatif maupun politis, demi menyelamatkan nama baik,
semangat, loyalitas, dan penghormatan para kader terhadap partai.
Sebaliknya, bila PDI Perjuangan memutuskan berkoalisi dengan
PAN, situasi yang sama harus dipikul oleh DjM. Pilihan PDI Perjuangan tak beda
dengan vonis terhadap DjM dan PG, bahwa sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah
(DPD) KK, DjM jauh dari kualitas politikus yang disyaratkan. Bahwa PG gagal
melahirkan kader berkualitas yang layak diusung sebagai calon Walikota di KK.
DPD I PG Sulut dan DPP, saya yakin, tidak akan menerima nama
besar dan prestasi partai yang sudah dicapai sejauh ini –survei dari berbagai
lembaga terakhir ini mendudukkan PG sebagai Parpol di urutas teratas pilihan konstituen—
dirusak hanya oleh seorang DjM. Kebijakan paling rasional dari PG adalah
mencopot DjM dari kursi Ketua DPD II PG KK, bahkan memecat sebagai kader
terlebih kalau keikut-sertaannya di FPT dan psikotes DPP PDI Perjuangan tanpa
sepengetahuan dan izin DPP PG.
***
Bagaimana dengan PDI Perjuangan? Di tengah menggelegaknya
isu kekonyolan ikut sertanya DjM dan TB di FTP dan psikotes DPP PDI Perjuangan,
saya menyarankan partai ini mengambil jalan tengah yang menunjukkan ketinggian fatsun, etika, strategi, dan taktik
politik. PDI Perjuangan sebaiknya menggugurkan seluruh proses FTP dan psikotes
yang sudah dilaksanakan, tidak berkoalisi dengan PG atau PAN, dan menjajaki
koalisi dengan partai lain demi mencukupi syarat dapat mengusung bakal calon
Walikota-Wawali di Pilwako KK 2013.
PDI Perjuangan harus membuktikan bahwa mereka memang partai
yang menjadi driving factor politik
di KK. Politik adalah kepiawaian memanfaatkan momen. Dan kedunguan yang
dipraktekkan DjM dan TB adalah momen yang kalau dikelola akan menempatkan PDI
Perjuangan sebagai Parpol arus utama di Mongondow. Kemampuan para pengurus,
pemikir dan kader PDI Perjuangan di Sulut memanfaatkan peluang ini, akan
menentukan berapa banyak suara yang bakal diraup di pemilihan umum (Pemilu)
2014 mendatang.
Saya tidak ragu meramalkan, andai PDI Perjuangan berani
berkoalisi dengan partai di luar PG dan PAN di KK untuk Pilwako 2013, di Pemilu
2014 partai ini pasti mampu meraih sedikitnya 60 persen suara pemilih di
seluruh Mongondow. Konstituen di mana pun merindukan Parpol yang punya sikap
dan konsisten menegakkannya. PDI Perjuangan yang sudah mencitrakan diri sebagai
partai yang punya sikap, konsisten, cerdas dalam berpolitik, kini ditantang
menunjukkan jati dirinya di Pilwako KK 2013.