Peringatan (sekali lagi):
Individu, kelompok, dan siapa pun yang berbeda pendapat diharap tidak membaca
tulisan ini. Di dalamnya terkandung materi narsis dan kampanye yang hanya
ditujukan untuk warga Kota Kotamobagu yang menginginkan Pilwako 2013 membawa
perubahan ke arah praktek politik, pemerintahan, sosial, ekonomi, dan budaya
yang lebih baik di kotanya.
TEROR itu
berbentuk pesan pendek (SMS), BlackBerry
Messenger (BBM), posting di grup
BBM, dan tak lupa status di profile
BBM. Sekelompok kecil warga KK, lebih khusus komunitas jurnalis, pasti mahfum
bentuk teror yang saya maksud. Mereka telah dengan sukarela (juga gembira)
aktif mengambil bagian jadi penyebar.
Ya, benar, yang saya maksud tak lain propaganda yang menyertai
kampanye pencalonan Ahmad Ishak, wartawan dan tukang main gitar, dengan slogan
‘’… Matt Jabrik tetap calon Walikota KK 2013-2018’’. Di tengah sirkus politik
pemilihan Walikota-Wakil Walikota (Pilwako) KK, yang dilakukan Ahmad Ishak
--yang mendaulat diri dengan alias Matt Jabrik—dan kerumunan di belakangnya
adalah ice breaker segar.
Sebagai progranda, slogan yang diusung Matt Jabrik tergolong
basi. Yang membuat kampanyenya istimewa adalah kontroversi apa maunya Matt
Jabrik? Apa niat di balik kegagah-beraniannya mencalonkan diri? Jangan-jangan
otaknya masih di kepala, tetapi dia sudah berpikir dengan dengkul? Dan bahwa
dia sedang depresi dan kehilangan semangat hidup, hingga lebih baik mencalonkan
diri di Plwako ketimbang mengalungkan tali dileher.
Saya tidak akan berspekulasi menjawab pertanyaan-pertanyaan
itu. Sebab apapun latar, motif, penyebab, dan bahkan hasil dari ketidak-tahu
dirian-nya, Matt Jabrik tetap calon Walikota KK 2013-2018.
***
Apa pentingnya propaganda di perhelatan politik? Jacques
Ellul
(1912-1994), yang digambarkan sebagai ‘’filsuf Perancis, ahli hukum, teolog
awam, dan Kristen anarkis, menulis buku yang diterbitkan pada 1962 bertajuk "Propaganda: The Formation Of Men's Attitudes".
Tentang
propaganda, Ellul menyatakan, ‘’Propaganda adalah seperangkat metode
yang digunakan oleh kelompok terorganisir yang ingin mewujudkan partisipasi aktif
atau pasif dalam tindakan bersama dari orang-orang, yang dipersatukan oleh
manipulasi psikologis ke dalam satu kelompok atau organisasi.’’
Akan halnya slogan sebagai salah satu manifestasi
propaganda, dia menjelaskan, ‘’Simbol lain yang sangat menggugah adalah slogan,
yang berisi tuntutan, keinginan, harapan massa, dan pada saat yang sama
mengungkapkan nilai-nilai mapan kelompok. Slogan menentukan dengan presisi yang
cukup setiap jenis kelompok ke arah mana seorang individu berorientasi,
terlepas dari apakah dia anggota (kelompok) atau tidak.’’
Mengacu pada petuah Ellul, memilih slogan sejatinya berarti
mengemas sebuah pesan besar ke dalam satu paket yang hemat, kerap sederhana,
tetapi mewakili seluruh substansi dan persepsi yang diharapkan. Slogan yang tepat bukan hanya mewakili rasa dan
mempengaruhi kelompok yang dituju. Slogan kampanye Barack Obama, "Change we can believe in" dan
"Yes We Can" (2008) serta ‘’Forward’’ (2012) misalnya, turut menyeret
dunia ke dalam gempita pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) Amerika
Serikat.
Dari sisi slogan, patahana Djelantik Mokodompit mengusung
‘’Karya Nyata, Bukan Pencitraan’’. Miskin imajinasi, hambar pesan, dan tak
menarik. Sepintas tak beda dengan iklan lem tikus: Terbukti Lengket, Tikus Tak
Lepas. Apanya yang nyata? Dan apa yang bukan pencitraan?
Bahasa Indonesia tergolong bahasa yang tidak rumit. Garis
batas kelompok atau orang sebagai subyek, sangat jelas: Kita, kami, Saya, dan
Anda , misalnya. Tidak dibatasi oleh gender,
sebagaimana beberapa bahasa yang selain mengenal laki-laki dan perempuan, juga
mengakomodasi ‘’jenis kelamin’’ di antara keduanya.
‘’Karya Nyata, Bukan Pencitraan’’ jelas merujuk pada subyek
‘’saya’’ dan agak lebih luas ‘’kami’’. Boleh dibilang, karena slogan ini
merujuk ke Djelantik Mokodompit, dengan mudah kita menerjemahkan sebagai
‘’ke-aku-an’’ yang sedikit sekali memasukkan faktor ‘’kelompok’’ atau
‘’kumpulan orang’’ ke dalam satu rasa dan semangat yang sama.
Mudah bagi orang-orang yang berpengetahuan komunikasi
politik menyimpulkan, slogan yang diusung patahana menunjukkan kepercayaan diri
berlebihan seorang yang menganggap urusan publik semata terpusat padanya.
Sebaliknya, kandidat terkuat lain di Pilwako, Tatong Bara,
mengusung slogan yang merepresentikan kebhinekaan KK, ‘’Kota untuk Semua’’.
Saya menyukai slogan ini, karena mendudukkan sang kandidat sama rata-sama rasa
dengan warga umumnya, mereka yang menjadi pemilik suara. ‘’Kota untuk Semua’’
juga mengandung pesan bahwa peran utama ada di tangan orang banyak. Seorang
pemimpin hanya ditunjuk dan diberi amanah berada di depan, bukan pemilik
seluruh harkat hidup warga.
Dengan implementasi yang efektif dan tepat sasaran, saya
berkeyakinan ‘’Kota untuk Semua’’ akan diterima sebagai icon penyemangat bukan hanya oleh para pendukung Tatong Bara, tetapi
konstituen Pilwako umumnya. Di jangka panjang, fakta bahwa KK adalah sebuah melting pot beragam etnis, bukan tak
mungkin bakal mengadopsi slogan ini menjadi slogan kota.
***
Tunggu dulu, mengingat tahapan Pilwako KK baru di fase
pemanasan, kompetisi ini bukan hanya arena milik Djelantik Mokodompit dan
Tatong Bara. Di luar mereka berdua, Ahmad Ishak sudah mengacungkan jari dengan
slogan lebay yang meneror
kemana-mana. Calon lain, mohon maaf, tak menarik karena mirip undur-undur yang bimbang antara kursi
Walikota atau Wawali. Hari ini mengumumkan bakal jadi calon Walikota, besok
bergerilya menawarkan diri berpasangan dengan Djelantik Mokodompit atau Tatong
Bara.
Sebab Pilwako adalah kompetisi yang terbuka untuk semua
orang, dengan ini saya mengumumkan: Setelah berkonsultasi marathon dengan Ahmad Ishak, kami mencapai kesepakatan. Saya akan
turut mencalonkan diri, untuk kursi Walikota KK 2013-2018.
Modal politik yang akan digunakan adalah apa yang telah
dirintis Matt Jabrik dan lingkaran di sekitarnya. Selebihnya, nekad adalah
tekad. Kalau tak laku dibeli oleh partai politik (Parpol) yang punya kursi dan
tidak di DPR KK, ya, independen se independen-indenpendennya (tetap menjadi
calon kendati tanpa tercantum di surat suara).
Persepakatan lain, untuk sementara slogan (ketinggalan zaman
tapi bombastis) yang selama ini dipropagandakan oleh Matt Jabrik akan (sedikit)
diubah menjadi: ‘’Matt Jabrik tetap calon Walikota KK 2013-2018, tapi
berpasangan dengan Katamsi Ginano sebagai Walikota KK 2013-2018.’’ Klasik dan
amat sangat biasa tapi cukup memadai sebagai menu pembuka.***