PARTAI Amanat
Nasional (PAN) mengusung Tatong Bara-Jainudin Damopolii (TB-JD) di Pemilihan
Walikota-Wakil Walikota (Pilwako) Kota Kotamobagu (KK) yang puncaknya
berlangsung 24 Juni 2013 mendatang. Kepastian dipasangkannya TB dengan JD
dinyatakan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAN KK, Begie Gobel, setidaknya
yang saya baca di Radar Totabuan,
Sabtu (23 Februari 2013), baik edisi cetak maupun eletroniknya (http://www.radartotabuan.com/read/pan-sandingkan-tatong-jainudin-5807).
Selamat berjuang untuk PAN, TB-JD, dan seluruh pendukung
serta simpatisan. Penetapan pasangan ini sekaligus adalah kepastian pertama bakal
calon Walikota-Wawali KK 2013-2018, di antara seluruh kandidat yang sudah
menjual nama di kemeriahan Pilwako. Karena telah ditetapkan, pasangan ini
berpeluang bergerak lebih awal dibanding yang lain.
Di saat-saat tertentu, penguasaan waktu dalam politik sangat
signifikan dan krusial menciptakan keunggulan. Semoga tokoh-tokoh dan para
pemikir strategi dan taktik politik di belakang PAN serta TB-JD mampu
memanfaatkan ‘’keunggulan sementara’’ ini untuk mendorong penerimaan dan
keterpilihan pasangan ini di hadapan konstituen.
***
Satu langkah di depan partai politik (Parpol) dengan
kandidat lain, sayangnya tidak serta-merta mencerminkan kecerdasan strategi dan
taktik politik PAN. Saya justru memaknai penetapan pasangan TB-JD, sebelum PDI
Perjuangan mengumumkan hasil fit and proper
test (FPT) dan psikotes --yang juga diikuti TB-- sebagai bagian dari proses
memilih koalisi (antara Partai Golar –PG— atau PAN), adalah ‘’kecelakaan
strategi kedua’’ PAN dalam tiga pekan terakhir.
Bahkan melihat langkah-langkah PAN di Pilwako KK yang tampak
bagai tindakan politikus amatir dan anak bawang, membuat saya bertanya-tanya:
Benarkah partai ini punya strategi di Pilwako KK? Siapkah mereka menjadi
pemenang? Apalagi, walau Walikota-Wawali saat ini terpilih karena dukungan PAN,
pemenang sebenarnya adalah partai pesaing, terlebih ketika Djelantik Mokodompit
(DjM) terpilih memimpin PG KK.
Untuk mengingatkan pembaca, ikut-sertanya TB di FPT dan
psikotes yang dilaksanakan PDI Perjuangan (calon partai koalisi yang diharapkan
mengusung bakal calon Wawali), tidak pernah diketahui rasionalitas dan
logikanya hingga hari ini. PAN yang memiliki fraksi utuh di Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) KK dan jauh-jauh hari sudah memastikan TB sebagai satu-satunya
calon Walikota yang dimajukan, membiarkan konstituen dan publik bertanya-tanya
dan berspekulasi.
Padahal politik adalah bagaimana Parpol merumuskan,
mengolah, mengimplementasikan strategi dan taktik, lalu mengkomunikasikan pada
publik.
Di tengah publik yang susah payah mencari jawaban sendiri,
mencernah, dan menafsir keikutsertaan TB di FPT dan psikotes yang dilaksanakan
PDI Perjuangan, pengumuman ditetapkannya TB-JD sebagai bakal calon
Walikota-Wawali PAN KK, kian melengkapi tanda-tanya itu. Apakah ini isyarat
bahwa PAN tidak akan berkoalisi dengan PDI Perjuangan? Yang terburuk, sebagai
sebuah spekulasi: TB gagal melewati FPT dan psikotes yang dia ikuti.
Parpol yang cerdas, apik, dan komunikatif pun masih sering
ditafsir sesukanya oleh publik, apalagi yang tidak. Pemberitaan Beritamanado.Com, Minggu (24 Februari
2013), Mega Restui Koalisi Kuning-Merah Di Pilwako (http://beritamanado.com/politik-pemerintahan/koalisi-kuning-merah-kotamobagu/164881/)
bukanlah sesuatu yang positif, yang mengiringi penetapan pasangan TB-JD.
Pemberitaan itu, yang mengutip anggota Tim Penjaring bakal
calon Walikota-Wawali dari PDI Perjuangan, Riswanto Dali, mengungkapkan
partainya sulit berkoalisi karena PAN ‘’memaksakan kehendak’’. ‘’PAN tadinya
mengatakan, bahwa balon Wawali diserahkan sepenuhnya ke PDIP. Namun,
kenyataannya mereka mendorong pasangan calon berdasar keinginan sendiri. Itu
seolah PDIP hanyalah sebagai partai pendukung, bukan pengusung.’’
Demokrasi Indonesia –dalam pengertian hakiki-- yang masih belia (ditandai
dengan jatuhnya Soeharto pada 1998), dengan cepat mengajarkan pada rakyat di
negeri ini, justru Parpol dan politikus-politikusnya tak siap berpolitik secara
sehat. Ketidak-siapan itu, utamanya terekspresi dari inkonsistensi antara apa
yang harusnya dilakukan, apa yang dikatakan, dan apa yang sesungguhnya
dilakukan.
Pekan-pekan terakhir ini warga KK beruntung melihat sepak terjang PAN dan
tokoh-tokohnya sebagai bukti telanjang inkonsistensi itu.
***
Di luar strategi dan taktik besar pencalonan Walikota-Wawali KK, PAN
sebagai partai yang mendapat kepercayaan warga, juga berulang-kali secara
terang-terangan meremehkan konstituennya. Dengan memohon maaf sebesar-besarnya
pada Ketua DPD PAN KK, Begie Gobel, saya menyesal harus menuliskan, bahkan
berbohong pun PAN tak mampu melakukan dengan cerdas dan bermartabat.
Dipilihnya JD mendampingi TB, menurut Begie (sebagaimana dikutip Radar Totabuan), sudah melalui mekanisme
semestinya, termasuk survei yang dilakukan internal partai. Sejak lama saya
berulang-kali mendengar PAN melakukan survei untuk bakal calon Walikota-Wawali
yang akan diusung di Pilwako KK. Tapi cerita tentang survei ini sama kaburnya
dengan sosok mangkubi’.
Kapan survei itu dilakukan, oleh lembaga kredibel siapa, dengan berapa
populasi, menggunakan metode apa, siapa saja yang dijadikan kandidat, dan
bagaimana hasil sebenarnya, hanya PAN dan Tuhan Yang Maha Esa yang tahu. KK
adalah sebuah wilayah kecil. Sekali lagi (ini sudah saya tulis berulang kali),
saking kecilnya hingga untuk lomba gerak jalan 17 Agustus, sebelum peserta
ngos-ngosan kelelahan, seluruh kota sudah selesai dikelilingi.
Jangankan survei politik terkait Pilwako (topik yang sudah jadi kunyahan
warga KK sejak dua tahun terakhir), sekadar polling
iseng apakah warga KK lebih suka tinutuan
dengan bawang goreng atau tidak, pasti sudah jadi perbincangan di seantero
kota. Ketidak-tahuan dan tidak komunikatifnya PAN dalam soal survei yang
diklaim itu menimbulkan syak, jangan-jangan pengurus dan politikus partai ini
cuma menghitung suara tokek dan batang lidi, lalu ‘’hap!’’ nama calon keluar
dari tongkat sihir Madam Mikmak.
Memilih TB, JD, ulat bulu, atau palo-palo
cendol sebagai bakal calon Walikota-Wawali adalah sepenuhnya prerogatif
PAN. Namun mengkritisi prosesnya, apalagi kalau sudah bertendensi dusta dan
memanipulasi akal sehat publik, adalah hak setiap warga negara, lebih khusus
lagi masyarakat KK. Praktek politik yang tidak mendidik bukan hanya najis,
tetapi bertentangan dengan seluruh substandi fundamental demokrasi dan
keberadaban kita.
Saya pribadi, dengan pengetahuan politik terbatas (juga terhadap para politikus di KK khususnya), hanya berkomentar pendek ketika diminta pendapat terhadap penetapan TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali dari PAN: ‘’PAN gagal belajar dari pengalaman. Pasangan DjM-TB hanya kompak di tiga bulan pertama setelah resmi sebagai Walikota-Wawali KK 2009-2013. Menurut hemat saya, pasangan TB-JD lebih baik. Kalau terpilih, mereka baru akan saling menggigit dan menerkam setelah enam bulan resmi menduduki kursi Walikota-Wawali KK 2013-2018.’’***
Saya pribadi, dengan pengetahuan politik terbatas (juga terhadap para politikus di KK khususnya), hanya berkomentar pendek ketika diminta pendapat terhadap penetapan TB-JD sebagai bakal calon Walikota-Wawali dari PAN: ‘’PAN gagal belajar dari pengalaman. Pasangan DjM-TB hanya kompak di tiga bulan pertama setelah resmi sebagai Walikota-Wawali KK 2009-2013. Menurut hemat saya, pasangan TB-JD lebih baik. Kalau terpilih, mereka baru akan saling menggigit dan menerkam setelah enam bulan resmi menduduki kursi Walikota-Wawali KK 2013-2018.’’***