Palas

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka, 2005, mencantumkan: kro.nik n catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya; susunan waktu; yang berhubungan dengan waktu. Sedang Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), Balai Pustaka, 2006, menjelaskan: kronik E cerita yang meriwayatkan suatu peristiwa tersusun menurut waktu terjadinya.

Foto-Foto: Internet

Monday, October 31, 2016

Cerita Kecil tentang Polisi yang Bukan Benang Kusut (Lagi)

BELAKANGAN ini, sejak dilaporkan oleh Audy Kerap ke polisi pada Kamis malam, 20 Oktober 2016, karena dugaan pencemaran nama baik, saya rajin memperbaharui informasi dari Polres Bolmong. Komitmen patuh terhadap ''hukum sebagai panglima'' mendorong saya bersiap, supaya sewaktu-waktu bisa segera menghadap penyidik kalau-kalau laporan itu dinaikkan dari status penyelidikan ke penyidikan.

Sejatinya, saya berkeyakinan laporan Audy Kerap ke Polres Bolmong adalah gertakan semata. Melihat rekam jejaknya yang gemar petantang-petenteng, pengaduan itu cuma upaya menaikkan daya tawar dengan harapan saya akan melakukan pendekatan demi ''penyelesaian kekeluargaan''. Gertakan salah ke orang yang keliru. Laporan sekadar ''abab'' dan ''gidi-gidi'' tak beda dengan stand up comedy. Karenanya, yang lebih teruk adalah bagaimana saya memberi pelajaran agar siapapun, tak peduli berprofesi wartawan, jumawa pula dengan title Ketua PWI KK, jangan main-main dengan hukum.

Bermain dengan hukum, apalagi melaporkan dugaan yang dikarang-karang, sama dengan dolanan api. Hampir pasti bakal terkaing-kaing digigit hukum, sebagaimana api kecil dan terkontrol adalah kawan, besar dan lepas kendali jadi bencana.

Saya tak sangsi polisi bakal serius meneliti laporan itu. Tapi saya juga tak ragu menyatakan, polisi tidak bodoh dan akhirnya bakal menyimpulkan, tulisan Berita ''Picek'', Ditulis Si Tuli, Mengutip Sumber Bisu dan Linglung yang dijadikan dasar oleh Audy Kerap, sama sekali tak mengandung dugaan yang dituntutkan.

Dari zaman kuliah di FT Unsrat, berpuluh tahun lalu, saya sudah akrab dengan polisi dan kerja-kerja mereka. Sebagai tukang demo (di masa Orba pula) saya kerap harus dapat ''undangan'' atau ''jemputan'' wajib hadir di Polresta Manado atau Polda Sulut. Ketika surut dari aktivitas unjuk rasa dan kuliah sambil jadi wartawan, gaul dengan para polisi kian erat. Begitu menikah, mertua saya adalah perwira polisi. Anaknya, istri saya, dokter--yang meneruskan sekolah dan mendalami forensik antropologi--juga bekerja dengan kepolisian. 

Lingkaran polisi dalam keseharian saya makin lengkap karena sepupu, saudara dekat, dan beberapa teman yang tumbuh bersama di Kotamobagu, cukup banyak yang memilih profesi ini. Kabag Humas Polres Bolmong, AKP Saiful Tammu, misalnya, adalah teman main sejak SMP. Demikian pula dengan kawan reriungan di Jakarta, salah satunya Kompol Budi Towoliu (Jatanras Polda Metro), orang Sampana yang sudah menjadi kamerad saya sedari SD.

Walau terbiasa dan dekat dengan polisi (apalagi saya bermukim tak jauh dari Mabes Polri), saya tak kehilangan independensi dan kebebasan menilai korps ini. Jika ada oknum yang memang keliru dan menyebalkan, saya tidak segan-segan melontarkan kritik, bahkan caci, pedas. Sebaliknya, kalau ada polisi (sebagaimana wartawan, guru, atau profesi lain) yang patut dipuji sebab menunjukkan profesionalisme tinggi, saya tak sungkan mengacungkan jempol.

Apalagi polisi adalah salah satu profesi yang paling banyak disoroti tindak-tanduk dan lakunya di negeri ini. Tapi karena itu pula korps ini mati-matian memperbaiki diri. Intensitasnya bahkan melonjak lewat berbagai kebijakan Kapolri baru, Jenderal (Pol) Tito Karnavian, termasuk penegasan terakhir penegakan disiplin dengan ujung tombak Divisi Propam. Praktis polisi diawasi dari segala sudut oleh tiga sub organisasi di bawah Propam. Pertanggungjawaban profesi oleh Binprof; pengamanan lingkungan internal oleh Paminal; dan penegakan disiplin dan ketertiban oleh Provos.

Perkembangan itu, serta melihat keluarga, kawan, atau kenalan yang berprofesi polisi bekerja keras menyesuaikan diri dengan menunjukkan kinerja sebagaimana tanggung jawab dan kewajiban ''menjadi pengayom dan pelindung'', tingkat kepercayaan saya terhadap institusi ini kian solid di level optimis. Dan, secara tak sengaja, sejak beberapa hari lalu, saya mengetahui dan mengikuti proses pengungkapan tindak pidana yang amat patut dipuji oleh Satuan Reskrim Polres Bolmong.

Tersebutlah, Kamis malam, 27 Oktober 2016, Sarif Mokodongan--yang rumahnya di Jalan Mantan sudah diikhlaskan menjadi tempat saya menumpang setiap kali berada di Kotamobagu--dan Kisman Paputungan memarkir mobil di depan Rumah Makan Dapur Umi. Lapar yang menghantam membuat mereka terburu-buru masuk dan memesan santapan. Perut kosong memang gampang mengaburkan kepala. Membuat kerja otak jadi lebih lambat.

Usai mengisi perut, keduanya yang seharian sibuk dengan urusan kantor, menunggu lambung dingin sambil mempercakapkan gepokan pekerjaan yang belum selesai. Ketika itu barulah Sarif teringat, tas kerjanya yang berisi dua komputer notebook, peralatan elektronik lain, dan berkas-berkas, masih ada di dalam kendaraan yang digunakan. Dia lalu bergegas ke mobil hanya untuk menemukan barang yang dicari telah raib.

Paniklah Sarif. Dua komputer yang hilang berisi aneka file dan dokumen penting pekerjaannya. Sebab itu, tanpa membuang waktu dia bergegas ke Polres Bolmong, melapor telah jadi korban tindak pidana pencurian. Selain melapor, dia--dan Kisman--berinisiatif melacak posisi salah satu telepon genggam yang turut ''diamankan'' pancalongok yang menggondol tas kerjanya.

Begitu menerima laporannya, menurut Sarif, ''Polisi bertindak sangat responsif. Kasat Reskrim, AKP AAG Wibowo Sitepu, SIK, bahkan turun langsung. Padahal di saat yang sama dia harus ke Kokapoi, Boltim, yang sedang ricuh karena pertengkaran para pendukung kandidat Pilsang.'' Sarif mengakui, dia tak menyangka aparat Polres Bolmong langsung menanggapi dan mengambil tindakan cepat. ''Kata orang, biasanya kalau dengan polisi, urusannya bisa seperti benang kusut.''

Yang lebih mengejutkan Sarif, selang sehari setelah melapor, pada Sabtu, 29 Oktober 2016, dia mendapat pemberitahuan tersangka yang diduga melakukan pencurian tas kerjanya dan seluruh barang bukti (lengkap) sudah ditemukan. ''Saya memuji profesionalisme aparat di Polres Bolmong, khususnya Kasat Reskrim, penyidik Bripka Muhamad Yusuf Suratinoyo, Kanit Buser Aiptu Rocky Mokoagow, dan para anggota yang terlibat mengungkapkan kasus saya. Saya tidak kenal Kasat Reskrim secara pribadi, tetapi diperlakukan sedemikian baik. Tidak dipersulit,'' ungkapnya.

Pengalaman Sarif dengan aparat di Polres Bolmong itu membuat saya iri dan menyesal. Iri sebab dia langsung membuktikan polisi memang bersungguh-sungguh dengan tekad makin profesional sebagai ''pengayom dan pelindung'' masyarakat. Menyesal sebab lemahnya dasar laporan Audy Kerap ke Polres Bolmong membuat saya tidak bakal punya kesempatan duduk di depan penyidik. Padahal, jika kasusnya kokoh, setidaknya saya berpeluang menghadapi Kasat Reskrim dan jajarannya, mengalami langsung bagaimana polisi di negeri ini bekerja dengan pendekatan yang sama sekali berbeda dari stigma semacam ''hilang kambing, jika ke polisi, boleh jadi justru raib sapi dan kuda''.

Mungkin, demi menjaga konflik kepentingan, setelah dipastikan penyelidikan terhadap laporan Audy Kerap dinyatakan tak naik ke penyidikan; saya telah pula melaporkan tuntutan saya pada yang bersangkutan ke Polda Sulut; ada kesempatan baik bersua dengan Kasat Reskrim Polres Bolmong dan jajarannya. Sekadar berbual-bual berbagi cerita di sela seruputan kopi ditemani kudapan goroho goreng. Alangkah senangnya bertatap muka dengan mereka yang ''berwajib dan berwenang'', yang tak surut langkah turut menjaga hukum tetap buta dengan timbangan yang adil di tangannya.***

Singkatan dan Istilah yang Digunakan:

Aiptu: Ajun Inspektur Polisi Satu; AKP: Ajun Komisaris Polisi; Binprof: Bina Profesi; Bolmong: Bolaang Mongondow; Boltim: Bolaang Mongondow Timur; Bripka: Brigadir Kepala; Buser: Buru Sergap; FT: Fakultas Teknik; Humas: Hubungan Masyarakat; Jatanras: Kejahatan dan Kekerasan; Kabag: Kepala Bagian; Kanit: Kepala Unit; Kasat: Kepala Satuan; KK: Kota Kotamobagu; Kompol: Komisaris Polisi; Mabes: Markas Besar; Orba: Orde Baru; Paminal: Pengamanan Internal; Pol: Polisi; Polda: Kepolisian Daerah; Polres: Kepolisian Resort; Polresta: Kepolisian Resort Kota; Polri: Kepolisian Republik Indonesia; Propam: Profesi dan Pengamanan; PWI: Persatuan Wartawan Indonesia; Reskrim: Reserse Kriminal; SD: Sekolah Dasar; SMP: Sekolah Menengah Pertama; Sulut: Sulawesi Utara; dan Unsrat: Universitas Sam Ratulangi.